Pakar Hukum Soroti Intervensi Asing Dalam Kebijakan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek

Senin, 07 Oktober 2024 – 21:07 WIB
Rokok (Ilustrasi). Foto dok Humas Bea Cukai

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Universitas Trisakti, Ali Ridho menyoroti adanya kesamaan pendekatan dalam merumuskan kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam RPMK dengan Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Penyusunan regulasi inisiatif Menkes Budi Gunadi Sadikin ini dinilai penuh intrik dan terindikasi adanya intervensi asing yang berdampak negatif pada industri hasil tembakau dari hulu sampai ke hilir, mulai dari petani, pekerja, hingga peritel.

BACA JUGA: Petani Tembakau Mendesak Kemenkes Batalkan Rancangan Permenkes & Revisi PP 28/2024

Berdasarkan analisisnya, kesamaan pendekatan yang cenderung mengadopsi kebijakan internasional itu terlihat jelas pada sejumlah pasal dalam PP 28/2024 maupun RPMK, terutama soal standardisasi kemasan produk tembakau, yang mendorong pemberlakuan kemasan rokok polos tanpa merek.

Padahal, kata dia, Indonesia tidak meratifikasi FCTC, apalagi terdapat pertimbangan di mana Indonesia merupakan negara produsen tembakau.

BACA JUGA: Minat Investor Crypto Meningkat, PINTU Perkuat Edukasi di UNAIR

Sedangkan negara-negara lain yang jadi contoh Kemenkes untuk menerapkan aturan ketat bagi tembakau ini tidak memiliki pertanian maupun produksi tembakau seperti Indonesia, sehingga negara-negara ini saja yang berkiblat pada aturan global tersebut.

"Haram hukumnya FCTC menjadi rujukan. Kalau dibilang ini hasil kreativitas, ya buktikan kalau itu sejalan dengan aturan yang sudah ada. Tapi kalau aturannya kontradiktif, ya berarti ini mengacu FCTC dan merupakan pembangkangan terhadap konstitusi," paparnya dalam Media Luncheon yang digelar Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), di Jakarta.

BACA JUGA: Pertamina International Shipping Turut Bersihkan 14 Ton Sampah di Sungai Ciliwung

Selain itu, Ali turut menyarankan dalam proses pembentukan regulasi seperti RPMK ini, Kemenkes seharusnya berkoordinasi dengan kementerian terkait untuk mendapatkan data yang lebih komprehensif mengenai dampak aturan tersebut terhadap industri hasil tembakau.

Ali Ridho pun mempertanyakan apakah Kemenkes sudah melakukan koordinasi dengan kementerian lain, mengingat dampaknya yang luar biasa besar.

Pasalnya, tanpa koordinasi, proses pembentukan regulasi ini dianggap bermasalah.

Ali menekankan pentingnya menyusun kebijakan yang didasarkan pada landasan hukum yang jelas dan tidak mengesampingkan sektor-sektor penting dalam perekonomian, seperti industri tembakau.

"Dampaknya terhadap industri tembakau akan terasa dari hulu ke hilir, maka perlu koordinasi. Jadi perlu ditanyakan ke Menkes, apakah dalam proses pembentukan RPMK sudah koordinasi atau belum? Kalau belum, berarti prosesnya bermasalah," tegas dia.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag
Rokok polos   rokok   tembakau   RPMK   pakar hukum  

Terpopuler