jpnn.com, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat menjadi calon presiden dan calon wakil presiden lahir dari cawe-cawe politik.
Menurut Pakar Hukum Tata Negara Zainal Arifin Mochtar, hal ini dapat dilihat dari keanehan-keanehan yang ditunjukkan salah satunya dari perbedaan pendapat para hakim MK.
BACA JUGA: Berpeluang jadi Capres-Cawapres, Gibran Malah Sebut Bobby Nasution & Anak Pramono Anung
“Kelihatan betul putusan ini lahir dari pertarungan politik dan lahir dari cawe-cawe politik sehingga putusan ini keluar,” kata pakar yang akrab disapa Uceng ini di salah satu stasiun televisi, Senin (16/10) malam.
Dia ini menjelaskan dissenting opinion yang disampaikan oleh para hakim lebih banyak berisi kemarahan.
BACA JUGA: Soal Hasil Putusan MK Usia Capres-Cawapres, PSI Sebut Begini, Hmm
Apalagi sejak awal para hakim begitu konsisten bahwa gugatan tersebut adalah open legal policy. Namun, kemudian terjadi gelombang kedua yang muncul keanehan berikutnya.
Yakni ketika putusan pertama itu sudah mengambil penolakan, mendadak ada permohonan baru yang mengubah konstelasi. Sehingga hakim yang dulu konsisten di gelombang permohonan pertama tiba-tiba berubah di gelombang permohonan kedua.
BACA JUGA: Oknum Polisi Selingkuh dengan Istri Anggota Polri, Mesumnya di Hotel
“Nah, yang lebih luar,biasa lagi katanya di putusan yang lain, ketua MK itu konsisten tidak ikut dalam memutus perkara,” ujarnya.
Dikatakan Uceng dari pernyataan Hakim Saldi Isra, tidak ikut sertanya Ketua MK Anwar Usman itu dilandasi keinginan agar tak terlibat konflik kepentingan. Kendati begitu, Anwar Usman justru terlibat dalam permohonan atau gelombang kedua.
“Ini menarik karena putusan atau permohonan terakhir itulah yang me-mention secara langsung nama Gibran, yang lainnya, kan, tidak ada yang mention nama Gibran, ini langsung,” katanya.
Uceng mengatakan hal ini menjadi aneh karena pada permohonan pertama, Ketua MK konsisten dengan kebijakan hukum terbuka terkait gugatan syarat usua capres-cawapres.
Bahkan, hal itu dijelaskan oleh hakim MK Arief Hidayat. Di mana permohonan baru yang masuk pada 13 September itu telah mengubah pendapat hakim dari kebijakan hukum terbuka.
“Saya kira jauh lebih aneh adalah keanehan-keanehan di belakang yang lainnya itu yang saya ceritakan. Kok bisa tiba-tiba konflik kepentingan dilanggengkan, kok bisa tiba-tiba konsistensi open legal policy tiba-tiba berubah, kok bisa tiba-tiba yang awalnya konsisten menolak pengalaman itu tiba-tiba berubah di sini,” tegasnya.
Uceng menegaskan dari empat perbedaan pendapat para hakim sebenarnya juga lebih banyak menunjukkan kemarahan. Bahkan, memperlihatkan bahwa putusan ini telah merusak wajah Mahkamah Konstitusi.
Misalnya pendapat dari Hakim MK Saldi Isra yang mengatakan dengan jelas bahwa putusan ini mempertaruhkan muruah MK.
Menurut Uceng, Saldi Isra melihat putusan ini memperlihatkan betapa MK sebenarnya bermain-main.
Kemudian pendapat Hakim Wahiduddin Adams, kata Uceng, diceritakan bahwa dari sini kelihatan sebenarnya permohonan ini berkaitan dengan independensi kekuasaan kehakiman di hadapan politik.
“Saya kira itu keanehan yang sederhana yang sebenarnya itu hanya hulu. Di hilirnya itu jauh lebih luar biasa,” kata Uceng. (jpnn)
Yuk, Simak Juga Video ini!
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tepis Anggapan Netizen, Najwa Shihab Tidak Tersinggung Ucapan Ganjar
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi