Pakar Hukum Tata Negara: Perkembangan Demokrasi dan Konstitusi Menjauh dari Pancasila

Senin, 31 Oktober 2022 – 20:18 WIB
Seminar nasional Pusat Kajian Demokrasi dan Konstitusi. Foto: source for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Dr. Hamrin, S.H., M H., M.Si (Han) menilai praktik demokrasi yang berkaitan dengan kehidupan berbangsa dan bernegara serta produk legislasi masih tumpang tindih.

Hal itu diungkapkan Hamrin saat acara syukuran launching dan seminar Lembaga Pusat Kajian Demokrasi dan Konstitusi Hotel Harris Tebet, di Jakarta Selatan, Kamis, 27 Oktober 2022

BACA JUGA: Pakar Hukum Dorong Polisi Pidanakan BPOM Jika Lalai Awasi Obat Sirop Berbahaya

Menurut dia, fenomena tumpang tindih terlihat dari apa yang dimuat dalam kaidah dan norma pembentukan peraturan perundang-undangan.

"Tim Pusat Kajian Demokrasi dan Konstitusi sangat menyadari perkembangan demokrasi dan konstitusi di Indonesia pasca reformasi dianggap menjauh dari cita-cita Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," ungkap Hamrin dalam keterangannya di Jakarta, Senin (31/10).

BACA JUGA: Kasus KM 50 Bisa Dibuka Lagi? Pakar Hukum Jelaskan Caranya, Kapolri Harus Tahu

Namun, dalam praktek pelaksanaannya, demokrasi tidak akan datang, tumbuh, dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Oleh karenanya, demokrasi memerlukan usaha nyata segenap warga Negara Republik Indonesia, salah satunya melalui Pusat Kajian Demokrasi dan Konstitusi.

BACA JUGA: Kata Pakar Hukum soal Cara Mengungkap Polisi Doyan Narkoba, Kapolri Harus Tahu

"Kami akan menjadi lembaga kajian yang berkolaborasi dengan beberapa pakar hukum, politik, komunikasi, sejarah, administrasi publik, ekonomi, dan praktisi," kata dia.

Dia menegaskan bersama tim akan selalu mengedepankan kajian-kajian, dasar hukum, teori, dan sejarah dalam pengembangan demokrasi dan konstitusi di Indonesia.

Lebih lanjut, Dr. Ahmad Redi, S.H., M.H menyampaikan kedaulatan rakyat “dogmatis konstitusional hukum positif Pancasila negara hukum menurut UUD NRI Thn 1945” itu adalah implementasi filosofis, sosiologis, teoritis, yuridis, hukum positif praktis, teknokratis, penyelenggaraan pemilu.

Menurutnya, teknokrasi administrasi manajemen publik dan privat pelaksanaan pemilu yuridis dogmatis itu adalah untuk menetapkan hasil terhadap “siapa-siapa dari seluruh rakyat Indonesia” untuk menduduki posisi pejabat di badan-badan kenegaraan dan pemerintahan yang menjadi Presiden/Wakil, DPR RI, DPD RI, DPRD Provinsi, Gubernur, Bupati, Walikota, dan DPR Kabupaten/Kota.

Dengan demikian, tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan ada lima tahapan yaitu perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

Jelas bahwa dalam proses penyusunan UU DPR memiliki kewenangan sebagaimana diamanatkan dalam UUD NKRI 1945.

Turut hadir dalam acara tersebut, para rekan advokat dan konsultan hukum, jurnalis, akademisi, praktisi, dan mahasiswa dari perguruan Tinggi DKI Jakarta dan para undangan lainnya.

Selain itu, para narasumber yang ahli dibidangnya di antaranya Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., L.LM Pakar Hukum Tata Negara UGM, Laksda TNI (Purn) Soleman B Ponto, S.T., M.H., Mantan Kabais TNI 2011 sd 2013, Dr. Ahmad Redi, S.H., M.H Direktur Eksekutif Kolegium Jurist Institute dalam acara tersebut di moderatori Humaini M.A Sekaligus Direktur Litbang dan Kerjasama Pus D Kon. (mcr10/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler