jpnn.com, INDRAMAYU - Kepala Pusat Penelitian Petir, Lightning Research Center (LRC), Sekolah Teknik Elektro & Informatika (STEI)- Institut Teknologi Bandung (ITB) Profesor Reynaldo Zoro menilai, Lightning detector milik Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kurang akurat untuk melakukan evaluasi detail.
“Peralatan yang dipakai BMKG bukan untuk evaluasi detail. Lebih banyak ke arah cuaca. Jadi masih terlalu pagi kalau BMKG mengatakan petir tidak terjadi di daerah sekitar Balongan pada saat kebakaran tangki Pertamina,” kata Zoro.
BACA JUGA: Api Kembali Berkobar di Kilang Minyak Pertamina di Balongan, Ternyata Ini Sebabnya...
Menurut Zoro, terdapat dua hal penting untuk melakukan evaluasi mengenai lightning detection system. Pertama adalah local accuration dan kedua detection efficiency.
Zoro menilai, bahwa peralatan BMKG tidak bisa untuk kedua hal tersebut.
BACA JUGA: Indadari: Setop Mengaitkan Cadar Kami dengan Teroris!
“Makanya kalau mau evaluasi, kita harus menggunakan data yang baik dan alat yang canggih. Kalau peralatan BMKG itu agak berbeda,” tutur Zoro.
Zoro kemudian membandingkan data-data lain yang justru berbeda dibandingkan data BMKG.
BACA JUGA: Menkes: Industri Farmasi Berperan Strategis Dalam Mengatasi Pandemi
Termasuk data satelit Himawari yang dikenal sangat akurat. Berbagai data menyebut, bahwa di sekitar Balongan sekitar pukul 00.00-03.00 WIB, terjadi pergerakan badai petir.
“Bahkan menurut pengamatan Himawari, dari sore sampai pukul 05.00 pagi. Dan konsentrasi petir tertinggi justru berada pada waktu yang diklaim BMKG,” lanjutnya.
Sedangkan hasil monitoring lighting detector BMKG, kerapatan petir sekitar pukul 00.00-02.00 WIB, justru berkumpul pada bagian barat kilang minyak Balongan atau sejauh kurang lebih 77 kilometer.
“Makanya tanya masyarakat lokal, apakah pada saat kebakaran mereka mendengar petir atau tidak? Jika berjarak 77 kilometer tentu tidak terdengar,” kata Zoro.
Ihwal kurangnya akurasi lightning detector milik BMKG, juga pernah terjadi beberapa kali. Pada 21 Juli 2020, misalnya, ketika terjadi sambaran petir di Tower 18 PT Inalum, dekat Danau Toba.
“Ketika kami minta data petir ke BMKG, ternyata data mereka menyebut bahwa cluster petir berjarak 80 kilometer dari Tower 18 PT Inalum. Melencengnya jauh banget,” ungkapnya.
Di sisi lain Zoro menyebut, petir memungkinkan menjadi penyebab terbakarnya tangki kilang.
Terlebih, petir tropis yang memang memiliki kekuatan lebih besar dibandingkan petir sub tropis.
Petir tropis memiliki sambaran tinggi, amplitudo besar, gelombang sangat curam, impulse force-nya bisa mengancurkan, dan muatan arus petir jauh lebih besar.
“Sebenarnya tanki-tanki Pertamina memenuhi standar pengamanan. Hanya saja, karena petir tropis memang sangat kuat, bisa membuat tangki berlubang,” jelasnya.
Dan ketika tangki berlubang, lanjut Zoro, memungkinkan terbakar. Karena tiga komponenan penyebab kebakaran adalah spark yang berasal dari petir, bahan bakar, dan oksigen.
Tadinya oksigen tidak ada. Tetapi ketika tangki bolong, ada ruang untuk oksigen.(chi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... HPM Umumkan Harga City Hatchback RS, Ini Rinciannya
Redaktur & Reporter : Yessy