jpnn.com, JAKARTA - Pakar lingkungan Universitas Indonesia Mahawan Karuniasa mendorong pemerintah serta semua pihak untuk bergandengan tangan mengatasi masalah lingkungan yang kian hari makin serius di Indonesia.
Mahawan menyatakan emisi nasional Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2021 setelah menurun drastis pada tahun 2020 akibat pandemi Covid-19 dan terjadinya La Nina pada tahun tersebut.
BACA JUGA: Anak Usaha Pionir Energi Bersih Grup ABM Raih Penghargaan Tertinggi di Subroto Award 2023
Hal itu diungkap Mahawan dalam Seminar Pendanaan Berkelanjutan Untuk Transisi Energi di Kampus UI Salemba, Senin (9/10/2023).
Seminar diselenggarakan oleh Environment Institute (ENVIRO) bekerja sama dengan Sekolah Ilmu Lingkungan UI, Jaringan Ahli Perubahan Iklim dan Kehutanan Indonesia (APIK Indonesia Network), dan Ikatan Alumni Sekolah Ilmu Lingkungan UI (ILUNI SIL UI).
BACA JUGA: Dorong Penggunaan Energi Bersih, PLN dan SIG Jalin MoU
“Pada tahun 2021, emisi total Indonesia mencapai 1,14 Gigaton CO2e dengan emisi sektor AFOLU masih bertambah 21 Megaton CO2e menjadi 891 Megaton CO2e. Tentu ini harus kita antisipasi bersama dan melibatkan semua pihak, baik itu pemerintah maupun sipil,” kata Mahawan.
Mahawan menambahkan kondisi tersebut diperparah dengan adanya El Nino pada tahun 2023. Jika tidak segera diantisipasi, Mahawan khawatir emisi sektor AFOLU akan mengalami peningkatan.
BACA JUGA: Hadirkan Akses Mobilitas Listrik Energi Bersih, Utomo Charge+ Gandeng IDPRO
“Satu langkah yang bisa kita lakukan bersama adalah dengan penanaman dan penanggulangan kebakaran hutan dan lahan yang memadai,” terangnya.
Lebih lanjut, Mahawan mengatakan emisi dari sektor energi juga terus meningkat menjadi 596 Megaton CO2e pada tahun 2021.
Oleh karena itu, perlu perhatian pada sumber emisi sektor energi yang akan terus bertambah dan mencapai 58 persen pada kondisi Business as Usual di tahun 2030.
“Hasil laporan Global Stock Take UNFCCC tahun 2023, menguak bahwa emisi global yang didominasi dari bahan bakar fosil tidak sejalan dengan target 1,5° Celsius Paris Agreement. Sangat berpotensi pemanasan global menembus 1,5° Celsius secara permanen," ujar Mahawan.
Oleh karena itu, kata dia, percepatan transisi energi dengan membuka lebar-lebar kran investasi energi bersih sangat dibutuhkan.
“Kepastian pembiayaan PLTA Batang Taru juga perlu didorong. Dengan begitu kepastian produksi energi bersih bisa terjamin,” ujar CEO Environment Institute itu.
Anggota DPR RI Fraksi PKB Ratna Djuwita yang hadir dalam kesempatan tersebut,, menyampaikan strategi penarikan investor ke energi baru terbarukan mendorong kapasitas Pembangkit Listrik berbasis energi baru terbarukan (PLT EBT).
“Pembiayaan energi baru terbarukan di Indonesia membutuhkan dorongan multi pihak. Kita tahu PLTA Batang Taru misalnya begitu penting bagi Indonesia, khususnya warga Sumut terkait produksi energi bersih," ujar Ratna Juwita.
Narasumber lainnya Direktur Utama BPDLH (Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup) Joko Tri Haryanto, dan Tri Arko dari Universitas Indonesia.
Seluruh pemateri sepakat pentingnya pendanaan dalam transisi menuju energi bersih di Indonesia serta mengajak semua pihak untuk mendukung pengembangan investasi energi bersih di Indonesia.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari