jpnn.com, JAKARTA - Pakar Matematika Prof Dr Hadi Susanto menyoroti perkembangan sains di Indonesia yang berjalan lambat. Ini lantaran Indonesia lebih fokus pada bidang engineering atau teknik. Sedangkan sains masih dianggap level dua.
"Di barat, sains itu bukan hanya fisika, kimia, biologi, matematika, tetapi ada sains sosial. Di Indonesia sains sosial ini tidak berkembang karena tidak mendapatkan penghargaan yang seharusnya," kata Prof Dr Hadi Susanto, pakar matematika dari Essex University of UK dan Khalifa University of Abu Dabi UEA dalam seminar nasional bertajuk Bagaimana Membentuk Komunitas Sains pada Masyarakat Dunia" virtual, Sabtu (9/5).
BACA JUGA: Dukung PJJ, Eduversal Gelar Webinar Gratis untuk Para Guru
Seminar yang diselenggarakan Majalah Mata Air bersama wali murid dari 10 sekolah mitra kerja Eduversal ini diikuti 430 participant dari berbagai bidang ilmu.
Dalam seminar tersebut, Eko Hari, salah satu peserta, menanyakan bagaimana agar sains sosial berkembang apalagi di tengah pandemi COVID-19.
BACA JUGA: Mendikbud Nadiem Makarim Minta Guru Dekatkan Siswa dengan Sains
Menjawab itu, Hadi mengungkapkan, di Indonesia sains tidak berkembang karena pengetahuannya hanya sebatas hard sains.
Anak-anak pintar disuruh masuk ke jurusan teknik. Sebisanya jangan masuk sains karena jadi level dua.
BACA JUGA: Roy Kiyoshi Stres Gara-gara Corona, Kirim Pesan via WA Hanya 1 Kata
Padahal untuk penanggulangan COVID-19, harus ada sains sosial. Misalnya bagaimana pemerintah menyampaikan larangan mudik. Kalau sebatas penguasaan hard sains akan lebih pada kata jangan mudik.
"Bila disampaikan dengan sains sosial akan ada pesan-pesan yang lebih mengena dan banyak pengaruhnya seperti menggunakan gambar-gambar berupa pamflet, brosur, dan lainnya," terangnya.
Lantas bagaimana meningkatkan kecintaan siswa terhadap sains? Menurut Hadi, kuncinya ada di guru dan orang tua.
Jadilah guru dan ortu yang baik. Dan, yang paling penting adalah bagaimana menyampaikan sains itu dengan rasa cinta, bukan teori.
"Kalau saya sampaikan teori matematika misalnya, yang diingat anak adalah angka. Namun, bila yang mengajar ada rasa cinta maka anak-anak jadi semangat, menganggap matematika itu adalah bermain logika," ujarnya.
Ilmu pengetahuan, kata Hadi, jangan dianggap sebagai hafalan. Matematika itu intinya logika.
Matematika bukan menghitung tetapi bagaimana berpikir logis untuk menarik kesimpulan.
Selain cinta, hal lain yang harus dikembangkan adalah fokus kerja sama. Jangan hanya fokus pada ilmu teknik. Kalau hanya fokus pada teknik, dia yakin Indonesia tidak akan maju.
"Tidak ada satu negara pun yang akan maju kalau hanya fokus pada teknik dan melupakan sains. Negara akan maju bila semua saling bersinergi dan kerja sama. Harus ada kerja sama untuk mengembangkan iptek. Nah, di Indonesia enggak ada itu. Jangankan bidang lain, sesama matematikawan saja sulit bersinergi makanya ini yang harus diubah," bebernya.
Lebih lanjut dikatakan Hadi, ilmu itu berkembang secara kontinyu. Inti dari sains Islami adalah bagaimana meningkatkan iman kita. Dan, ilmu pengetahuan yang paling Islami adalah matematika.
Pada kesempatan tersebut Pimpinan Redaksi Mata Air Astri Katrini Alafta mengaku surprise melihat animo masyarakat dari berbagai kalangan mengikuti seminar nasional yang dilakukan via zoom ini. Bahkan banyak yang meminta untuk diselenggarakan lagi untuk tahap berikutnya.
"Insyaallah akan kami adakan kembali bila banyak yang meminta untuk ikut seminar nasional ini," tandasnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad