jpnn.com, JAKARTA - Pakar Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mendukung rencana Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto menghentikan impor bahan bakar minyak (BBM) dan menggantinya dengan energi terbarukan seperti kelapa sawit, tebu hingga singkong untuk membawa Indonesia menuju swasembada energi.
Menurut Fahmy Radhi, Indonesia memiliki sumber daya alam yang melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk mengalihkan impor BBM berasal dari bahan bakar fosil ke sumber alam hayati yang melimpah.
BACA JUGA: Konsisten Bahas Energi Terbarukan, Pertamina Sabet 2 Penghargaan
“Indonesia mempunyai resources cukup berlimpah ruah. Salah satunya etanol kemudian juga ada sawit dan itu bisa dijadikan sebagai alternatif untuk BBM. Saya kira rencana Prabowo untuk setop BBM kemudian menggantinya dengan green energy yang sumber daya alam Indonesia itu suatu pemikiran yang cukup bagus dan ideal,” ujar Fahmy, Jumat (1/3/2024).
Meskipun rencana itu bagus, kata Fahmy, membutuhkan waktu yang cukup untuk menuju ke arah sana.
BACA JUGA: Dukung Energi Terbarukan, Lembaga Penelitian Indonesia-Amerika Perkuat Kerja Sama
Sebab Indonesia belum mempunyai teknologi. Oleh karena itu, perlu pengembangan teknologi untuk mengolah sumber daya alam Indonesia menjadi energi hijau.
“Itu tidak bisa serta-merta dilakukan karena salah satunya kita tidak punya teknologi untuk mengolahnya,” ujar Fahmy.
BACA JUGA: Pertamina NRE-Huawei Kerja Sama Kembangkan Energi Terbarukan & Smart Grid di Indonesia
Fahmy menjelaskan sementara ini untuk mempercepat transfer teknologi pemerintah atau dalam hal ini Pertamina bisa bekerja sama dengan perusahaan asing yang sudah memiliki teknologi khususnya bidang minyak dan gas multinasional.
“Jadi, resources yang kita miliki ini berlimpah ruah. Masalahnya kita tidak punya teknologi. Ppilihannya itu dikembangkan sendiri membutuhkan waktu panjang dan itu belum tentu berhasil,” ucapnya.
Menurut Fahmy, langkah paling tepat adalah menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang punya teknologi seperti Amerika, Eropa atau China yang mempunyai teknologi.
Selain itu, kata Fahmy, pemerintah perlu mempertimbangkan sumber energi hayati untuk pangan harus dibagi secara proporsional tidak terlalu fokus ke energi.
“Ini juga harus dipikirkan dan diperhitungkan. Sebab kalau misalnya diperuntukkan untuk energi saja maka akan kekurangan untuk bahan baku minyak goreng. Di satu sisi bisa menghasilkan B100, tetapi minyak gorengnya jadi langka dan menimbulkan masalah baru,” ujar Fahmy.
Menurut Fahmy, dari segi pemikiran dan juga dari idealisme Prabowo ini sangat bagus dan itu menimbulkan kebangsaan.
“Oleh karena itu, perlu didukung tetapi harus realistis karena tidak bisa serta-merta setelah dilantik jadi presiden kemudian impor BBM setop. Itu tidak bisa karena akan menimbulkan permasalahan yang serius,” ujar Fahmy.
Sementara itu, pengamat kebijakan publik Sugiyanto Emik mengatakan gagasan Prabowo Subianto terkait pemanfaatan sumber daya nabati adalah langkah brilian yang patut dipertimbangkan.
"Ini gagasan sangat brilian, Indonesia kan pernah menjadi negara eksportir minyak. Belakangan kita malah jadi pengimpor,” ujarnya.
Oleh karena itu, menurut Sugiyanto, harus dilakukan dengan hati-hati. Artinya produk nabati yang nanti pengganti minyaknya itu harus dipersiapkan dahulu, kemudian dikalkulasi sampai sebesar apa kebutuhan itu.
Dia menyambut baik upaya pemerintah dalam mempersiapkan alternatif energi nabati. Namun, dia menegaskan keberhasilan implementasi bergantung pada kesiapan infrastruktur dan regulasi yang mendukung.
"Gagasan dan idenya itu brilian, bagus. Tinggal para ahli-ahli, para pakar bisa cepat mendukung gagasan ini sehingga nanti bisa lebih cepat jadi energi alternatif," ujar Sugiyanto.
"Perlu komitmen yang kuat serta dukungan menyeluruh dari berbagai pihak agar cita-cita ini dapat terwujud dalam waktu yang relatif singkat," pungkas Sugiyanto.(fri/jpnn)
Video Terpopuler Hari ini:
Redaktur & Reporter : Friederich Batari