Pakar Optimistis Makan Bergizi Gratis Momentum Perbaikan Gizi Bagi Anak Indonesia

Rabu, 10 Juli 2024 – 19:47 WIB
Pakar Kesehatan Masyarakat Indonesia Hermawan Saputra (kedua kanan). Foto: Dok. JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pakar Kesehatan Masyarakat Indonesia Hermawan Saputra bersepakat dengan ekonom yang sekaligus advokat SDGs di bawah Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Jeffrey Sachs yang mengatakan program makan bergizi gratis merupakan bentuk investasi sekaligus cara yang efektif bagi negara untuk memperbaiki nutrisi masyarakatnya.

Hermawan optimistis program makan siang gratis yang kini berganti nama menjadi makan bergizi gratis di pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka menjadi investasi penting dan efektif untuk perbaikan gizi.

BACA JUGA: Sri Mulyani Buka-bukaan soal Anggaran Program Makan Bergizi Gratis

Menurut dia, hal ini bisa menjadi momentum yang baik apa bila program makan bergizi gratis ini benar-benar dikawal dengan baik, dipercaya akan membawa Indonesia mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045.

“Efektif apabila dikawal oleh pakar kesehatan masyarakat apabila dikawal oleh praktisi gizi kesehatan, artinya makanya ini kan harus bergeser daripada kampanye makan siang gratis menjadi makan bergizi gratis nah ide makan bergizi ini yang harus betul-betul memperbaiki nutrisi,” ujar Hermawan, Rabu (10/7/2024).

BACA JUGA: Dukung Makan Bergizi Gratis, Danone Siap Berkolaborasi dengan Pemerintah

Hermawan yang juga ketua umum PP Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) ini mengatakan harus ada intervensi pemerintah yang tepat untuk memperbaiki gizi agar anak-anak dan remaja Indonesia ke depan memiliki kognisi, inteligensi dan daya tahan tubuh yang prima.

“Jadi, kita akan memiliki cita-cita Indonesia emas 2045 jadi kalau kita berusaha betul-betul melakukan intervensi spesifik dengan tepat di saat usia anak dan remaja, maka 21 tahun ke depan itu akan berpengaruh terutama berdampak kepada aspek kognisi, daya nalar, daya pikir inteligensia, aspek daya tahan tubuh dan kondisi fisik dan aspek tumbuh kembang itu sendiri menjadikan bentuk-bentuk intervensi,” ucapnya.

Melalui program ini juga Hermawan berharap dapat menjadi pintu masuk untuk pengendalian konsumsi berlebih terhadap gula, garam dan juga lemak yang mengakibatkan risiko penyakit.

Pasalnya, Indonesia menjadi negara dengan tingkat diabetes tertinggi di ASEAN.

“Program ini juga bisa menjadi pintu masuk untuk kampanye pengendalian konsumsi berlebih untuk gula, garam dan lemak. Negara kita adalah negara dengan kadar diabetes atau kadar gula tertinggi di ASEAN dan terbesar keempat di dunia,” paparnya.

“Nah, ini harus kita kendalikan risiko penyakit tidak menular sekarang kan masalah BPJS, pelayanan rumah sakit tinggi itu semua karena penyakit tidak menular dan itu sumbernya dari makanan,” katanya.

Hermawan meminta supaya program makan bergizi ini tidak hanya sekedar proyek saja, tidak memperhatikan dengan detail menu makanan dan tumbuh kembang para penerima makan bergizi.

“Program ini yang paling pokok libatkan para ahli kesehatan masyarakat dan para ahli gizi kesehatan, jangan sampai hanya sekadar kasih makan semacam proyek-proyekan, terus tidak dievaluasi tidak dipantau tumbuh kembang. Perkembangan kognisi dan imunity jangan sampai ini menjadi sia-sia,” tegasnya.

“Momentum perbaikan gizi tetapi sekaligus pengendalian penyakit-penyakit lain di Indonesia memang banyak pengaruhnya asal tadi pelibatan tepat sasaran,” sambungnya.

Lebih lanjut, Hermawan mengatakan pemerintah ke depan perlu juga membentuk suatu badan atau lembaga khusus yang menangani program makan bergizi tersebut agar program prioritas dari Prabowo – Gibran ini memiliki dampak yang signifikan.

“Makanya, kalau ada pembentukan badan gizi atau institusi yang menangani itu bagus, asal ada pelibatan teknokrasi seperti ahli kesehatan masyarakat dan gizi kesehatan supaya betul-betul tidak mubazir,” katanya.

Selain itu, Hermawan juga menyampaikan perlu juga adanya penyuluhan kepada keluarga siswa agar dapat menyajikan makanan yang bergizi di rumah, namun hal itu perlu didorong dengan menjaga kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat tetap terjaga.

“Edukasi yang paling baik sebenarnya edukasi kepada orang tua jadi bagaimanapun program gizi gratis ini stimulan, yang penting itu kan di rumah tangga. Jadi, kondisi ekonomi yang baik, daya beli baik kemudian pola menu yang baik, kemudian pengetahuan orang tua untuk menyajikan makanan dan juga gizi yang baik buat anak yang mengandung gizi seimbang nah itu yang paling pokok,” katanya.

Menurut Dia, sebenarnya program ini hanyalah satu dari rangkaian intervensi kolaboratif untuk perbaikan gizi masyarakat secara keseluruhan.

“Nah, momentum ini adalah penyuluhan untuk perubahan perilaku terutama penyajian menu dan pola makan yang betul-betul terbaik termasuk menghindarkan dan meminimalisasi kandungan garam, gula dan lemak yang akan menghilangkan risiko penyakit masyarakat,” tutupnya.

Sebelumnya, ekonom yang sekaligus advokat SDGs di bawah Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Jeffrey Sachs saat mengisi seminar publik bertajuk “Building a Sustainable Future Through Lifelong Learning and Skill Development” yang diselenggarakan Prakerja, United in Diversity Foundation (UID) dan The Sustainable Development Solutions Network (SDSN) menyampaikan program makan bergizi gratis merupakan bentuk investasi sekaligus cara yang efektif bagi negara untuk memperbaiki nutrisi masyarakat.

“Program ini adalah ide yang sangat baik dan program perbaikan nutrisi yang efektif yang dilakukan oleh negara. Dijalankan mulai dari usia dini dan bekerjasama dengan program makan sekolah,” kata Sachs.

Meskipun Sachs mengakui bahwa program makan bergizi gratis tidaklah murah, tetapi jika dilaksanakan dengan baik maka hal tersebut akan menjadi investasi dengan dampak yang signifikan.

Sachs kemudian menjelaskan sejumlah dampak serta manfaat yang dapat diperoleh melalui program ini, khususnya bagi anak-anak, ibu hamil, hingga peningkatakan kualitas pendidikan di Indonesia.

Program ini, kata Sachs, memberi kesempatan bagi anak-anak dan ibu hamil untuk memperoleh asupan makanan bergizi secara teratur. Dengan demikan, mereka dapat terhindar dari stunting serta kekurangan gizi, yang dikhawatirkan berdampak pada perkembangan gizi serta mental.

“Kedua, mendukung proses belajar mengajar dan mencetak tenaga kerja berkualitas di masa depan,” katanya.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler