KABUL--Pemerintah Pakistan membantah tuduhan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) bahwa pihaknya secara diam-diam telah melindungi pemberontak Taliban di Afghanistan. Tudingan tersebut muncul setelah bocornya sebuah dokumen NATO yang menyatakan bahwa agen rahasia Pakistan selama ini sengaja membantu, melatih, dan mempersenjatai kelompok Taliban.
Bocornya dokumen tersebut merupakan pukulan bagi Menteri Luar Negeri (Menlu) Pakistan Hina Rabbani Khar, yang kemarin berada di Kabul, Afghanistan, untuk kali pertama sejak menjabat tahun lalu dalam rangka memecah kebekuan diplomatik di antara kedua negara.
"Kami sama sekali tidak punya agenda tersembunyi di Afghanistan," ujar Khar kepada wartawan setelah bertemu dengan Presiden Afghanistan Hamid Karzai kemarin (1/2). "Klaim seperti itu (soal keterkaitan Pakistan dengan milisi Taliban) telah dibuat berulang-ulang. Pakistan berdiri di belakang kebijakan yang dibuat pemerintah Afghanistan demi menciptakan perdamaian," tambahnya.
Dokumen NATO perihal keterlibatan Pakistan tersebut bocor ke tangan surat kabar The Times dan BBC. Isinya adalah gabungan informasi dari para pemberontak Taliban yang berhasil ditangkap dan dilaporkan kepada komandan NATO di Afghanistan bulan lalu.
Dokumen berjudul Negara Taliban itu mengklaim bahwa Islamabad melalui dinas intelijennya, ISI, terlibat dengan pemberontakan. Taliban yakin akan meraih kemenangan ketika tentara Barat meninggalkan Afghanistan pada 2014.
Dalam waktu bersamaan kemarin, Taliban membantah bahwa akan segera terjadi negosiasi dengan pemerintahan Karzai di Arab Saudi. "Tidak benar jika ada laporan yang menyatakan bahwa delegasi dari Emirat Islam (Taliban, Red) akan bertemu dengan perwakilan pemerintah Karzai di Arab Saudi dalam waktu dekat ini," tulis pernyataan Taliban dalam situs resminya.
Pejabat pemerintah Afghanistan menyatakan, pertemuan di Arab Saudi tersebut adalah kelanjutan negosiasi yang sudah berlangsung di Qatar antara Taliban dan AS. Tapi, tidak jelas apakah Taliban yang menolak berbicara dengan pemerintah Afghanistan ataukah Saudi enggan menjadi mediator negosiasi sebelum Taliban memutuskan untuk meninggalkan Al Qaeda.
Sebelumnya, Taliban telah memulai negosiasi awal dengan AS di Qatar untuk merumuskan jalan damai dan mengakhiri perang. Namun, kemarin Taliban menyatakan bahwa mereka belum memasuki tahap negosiasi dengan AS dan sekutunya. "Sebelum ada negosiasi, harus ada tahap membangun kepercayaan (di antara kedua pihak). Dan itu belum dilakukan," terang jubir Taliban. Salah satu tuntutan Taliban kepada AS adalah membebaskan lima pemimpin mereka dari penjara Teluk Guantanamo. (AFP/AP/cak/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hari Paling Berdarah, 100 Tewas di Syria
Redaktur : Tim Redaksi