Dalam perkara ini, penegak hukum memerlukan kesaksikan dari Gubernur. “Gubernur tidak dihadirkan sebagai saksi, cukup stafnya saja,” kata Kajari Palangka Raya Amrullah SH melalui Kasi Pidum Medie SH, Rabu (29/8) kemarin.
Menurut Kajari, ada tiga jaksa penuntut umum yang ditunjuk menangani perkara yang menjerat pria 45 tahun itu dengan pasal 263 ayat (2) KUHP tentang pemalsuan surat, dengan ancaman kurungan enam tahun.
Di tempat terpisah, Ketua Pengadilan Negeri Palangka Raya Hendra H Situmorang SH menyebut perkara itu memang displit, meski demikian ditangani majelis hakim yang sama. “Sidang perdana digelar tanggal 4 September, selain saya hakim anggota yang ditunjuk adalah Eko Agus Siswanto SH dan Heronimus Suharyanta SH,” terang Hendra.
Kasus pemalsuan rekomendasi IPPKH PT FMA ini ditangani Ditreskrimum Polda Kalteng. Informasinya, setelah kasus pemalsuan tandatangan Gubernur divonis, akan ada perkara lain yang masih berkaitan dengan terdakwa Giyanto dan PT FMA. Sebab, penyidik membidik kasus lain perusahaan itu, yang menambang bauksit di Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim).
Kejari Palangka Raya akan membuka barang bukti berupa surat yang diduga berisi tanda tangan palsu, dan uang kurang lebih Rp50 juta yang diterima dari PT FMA di depan persidangan nanti. Kasus ini berawal saat PT FMA, mengurus permohonan rekomendasi Gubernur untuk IPPKH di Kemenhut, perusahaan mempercayakan pengurusan kepada konsultas oknum dosen, Giyanto.
Pemalsuan terungkap setelah PT FMA membawa surat tersebut ke Kemenhut. Surat ditolak dan dinyatakan palsu. Mengetahui hal itu PT FMA kemudian memeriksa kebenaran itu ke Pemerintah Provinsi Kalteng. Ternyata Gubernur tidak pernah menandatangani surat rekomendasi IPPKH PT FMA. Selanjutnya, Gubernur mengadukan masalah itu ke Polda Kalteng.(cah)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Poso Diresahkan Isu Penembakan
Redaktur : Tim Redaksi