PAN Dirayu, Golkar dan PPP Dibelah, PKS Diintimidasi

Kamis, 14 Januari 2016 – 10:40 WIB
Presiden Joko Widodo. Foto: Natalia Fatimah Laurens/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) Muhammad Budyatna mengingatkan pemerintahan Joko Widodo, tidak membungkam demokrasi dengan memecah-belah partai seperti yang kini dialami Partai Golkar, PPP dan PKS. 

Kata Budyatna, cara seperti itu akan membuat Jokowi jatuh dan jauh lebih menyakitkan dibanding kejatuhan Soeharto di awal era refromasi.

BACA JUGA: DPR Dukung Pemberian Amnesti untuk Din Minimi, Pengamat Ingatkan Begini

"Caranya terlalu kasar. Kalau bisa dirayu seperti PAN, mereka rayu, kalau tidak maka yang dialami oleh Partai Golkar, PPP dengan memecah belah internal partai pun dilakukan. Kalau tidak mempan juga, maka gaya intimidasi pasti akan dilakukan. Gaya intimidasi ini yang saya yakin dilakukan pada PKS," ujar Budyatna di Jakarta, Kamis (14/1).

Dalam kasus PKS menurut Budyatna, gaya memecah belah tidak mempan dilakukan karena PKS solid seperti halnya yang bisa dilakukan pada Partai Golkar dan PPP. Gaya yang digunakan pada PAN dengan menawarkan jabatan pun tidak akan mempan. "Jadi, untuk kasus PKS saya yakin cara ketiga yaitu intimidasi kasus yang dilakukan, aromanya semakin kuat. Bisa jadi seperti yang sudah diutarakan oleh Fahri Hamzah ada elit-elit PKS yang tersandung kasus korupsi," jelasnya.

BACA JUGA: Kader PKB Meradang, Serang Balik Omongan Politikus PAN

Fahri lanjutnya, merupakan ganjalan bagi banyak pihak karena kejujuran dan keberaniannya melawan berbagai kekuatan besar. "Dia ikut menggagas Pansus Pelindo dan Pansus Freeport. Kalau ini dilaksanakan akan banyak orang yang kebakaran jenggot dan memberikan perlawanan ke Fahri. Seperti halnya dalam kasus Budi Waseso akan ada pihak yang akan mati-matian menjatuhkan semua pihak yang berupaya membongkar kasus ini seperti yang pernah dialami oleh mantan Kabareskrim Budi Waseso. Cuma bedanya mengganti Fahri tidak akan semudah mencopot Budi Waseso,” tegasnya.

Budyatna mengingatkan tak ada gunanya menerapkan cara seperti itu, karena akan mempersulit Jokowi sendiri. "Kalaupun seluruh partai diajak bergabung dalam pemerintahan Jokowi-JK, tidak akan ada gunanya. Karena yang penting bagi rakyat itu pemerintahan yang bekerja, bukan pemerintahan yang hanya terus berupaya mengamankan diri dengan mengumpulkan partai politik sebanyak-banyaknya," tuturnya. (fas/jpnn)

BACA JUGA: Kaget DWP Disebut Kena OTT KPK, Tjahjo: Dia Kaya, Suaminya Terpandang

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menteri Ini Dulu Miskin, Dua Tahun Tidur di Masjid


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler