JAKARTA - Partai Amanat Nasional (PAN) tak ingin syarat bagi parpol untuk mengusung calon presidennya (presidential threshold) terlalu berat. Namun di sisi lain, PAN juga tak mau syarat parpol untuk bisa mengusung capres diumbar menjadi asal lolos parliamentary threshold (PT) 3,5 persen.
Kini, PAN mulai berupaya mendorong presidential threshold menjadi 15 persen. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PAN, Taufik Kurniawan, mengakui bahwa syarat minimal sebagaimana diatur dalam UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres bahwa pasangan calon bisa diusung oleh parpol atau gabungan parpol yang punya 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara memang terlalu tinggi. Akibatnya, pada Pilpres 2009 lalu hanya muncul tiga pasang capres saja karena tertutupnya partai tengah untuk mengusung calonnya sendiri.
Meski demikian Taufik juga menegaskan, syarat dukungan untuk mengusung calon presiden harus realistis. Artinya, jangan sampai ada kesan syarat mengusung capres malah diobral.
Melalui sambungan telepon, Minggu (20/5), Taufik menyatakan, jika mengacu pada ketentuan mengusung calon di Pemilukada maka calon kepala daerah harus diusung oleh parpol atau gabungan parpol yang suaranya pararel dengan 15 persen kursi DPRD atau 15 persen dari suara sah di Pemilukada.
"Jadi syarat 15 persen kursi atau suara sah itu minimal sama dengan syarat pengajuan calon di Pilkada. Kan lucu kalau syarat dukungan capres 3,5 persen atau jauh lebih kecil dari pilkada," katanya.
Taufik yang juga Wakil Ketua DPR RI itu menambahkan, hal yang juga harus diingat adalah efektifitas pemerintahan karena dukungan parlemen. PAN tak ingin presiden terpilih menjadi kesulitan menjalankan programnya karena diganggu oleh parlemen. "Stabilitas politik menjadi pertimbangan karena itu sangat mempengaruhi sukses tidaknya kerja pemerintah," ulasnya.
Karenanya PAN kini tak mau jika presidential threshold disamakan dengan angka parliamentary threshold. Sebab, bisa-bisa presiden terpilih hanya didukung oleh 3,5 persen dari total kursi di parlemen. "Hal itu sangat mungkin terjadi karena bisa jadi partai tertentu punya figur yang kuat meskipun suaranya di legislatif hanya di kisaran 3,5 persen," sambungnya.
Politisi kelahiran Semarang itu pun wanti-wanti agar soal angka presidential threshold itu diputuskan berdasarkan kepentingan bangsa ke depan. "Sangat lucu jika kemudian di UU Pilpres diturunkan jauh lebih kecil dari syarat dukungan di pilkada. Yang paling mungkin adalah sama dengan pilkada karena masih memungkinkan munculnya lima, bahkan enam pasang calon," cetusnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PKS Desak KPU DKI Beresi DPS
Redaktur : Tim Redaksi