JAKARTA - Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Tjatur Sapto Edy mengatakan, Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tidak perlu direvisi. Menurutnya, belum ada yang urgensi untuk dilakukan perubahan.
"Bahwa waktunya mepet. Selain itu apa urgensinya diubah. Karena itu tidak perlu diubah," ujar Tjatur di DPR, Jakarta, Senin (8/7).
Wakil Ketua Komisi III DPR itu menambahkan jika UU itu direvisi akan berpotensi untuk dilakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. "Mending tetap aja lebih baik," ucap Tjatur.
Dia tidak setuju jika Presidensial Threshold (PT) diturunkan. Sebab jika PT kecil maka pemilihan presiden bisa berlangsung dua putaran sehingga biaya yang dikeluarkan pun menjadi besar. "Kalau bisa satu putaran saja karena biayanya murah," terangnya.
Menurut Tjatur, jika ada yang perlu diperbaiki adalah proses pengkaderan di dalam tubuh partai politik. Partai kata dia, harus mencari kader terbaik dan yang dihormati rakyat. "Proses di internal saja yang diperbaiki," pungkasnya.
Sebelumnya, dalam rapat pleno, empat fraksi berpendapat UU Pilpres perlu direvisi. Fraksi tersebut, yakni PDI Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerindra, dan Partai Hanura.
Fraksi Partai Gerindra dan Hanura menginginkan agar ambang batas pengusungan capres-cawapres diturunkan. Hanura meminta partai politik yang lolos ambang batas parlemen 3,5 persen dapat mengusung pasangan capres-cawapres. Gerindra dan Hanura beralasan dengan ambang batas rendah, banyak partai yang bisa mengusung pasangan capres-cawapres sehingga banyak pilihan rakyat.
Adapun Fraksi PPP memilih sikap abstain. Sehingga jumlah fraksi yang mendukung dengan menolak revisi UU Pilpres seimbang. Karena itu, revisi UU Pilpres akan dibahas kembali dan dilakukan forum lobi sebelum dibawa ke Rapat Paripurna. (gil/jpnn)
"Bahwa waktunya mepet. Selain itu apa urgensinya diubah. Karena itu tidak perlu diubah," ujar Tjatur di DPR, Jakarta, Senin (8/7).
Wakil Ketua Komisi III DPR itu menambahkan jika UU itu direvisi akan berpotensi untuk dilakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. "Mending tetap aja lebih baik," ucap Tjatur.
Dia tidak setuju jika Presidensial Threshold (PT) diturunkan. Sebab jika PT kecil maka pemilihan presiden bisa berlangsung dua putaran sehingga biaya yang dikeluarkan pun menjadi besar. "Kalau bisa satu putaran saja karena biayanya murah," terangnya.
Menurut Tjatur, jika ada yang perlu diperbaiki adalah proses pengkaderan di dalam tubuh partai politik. Partai kata dia, harus mencari kader terbaik dan yang dihormati rakyat. "Proses di internal saja yang diperbaiki," pungkasnya.
Sebelumnya, dalam rapat pleno, empat fraksi berpendapat UU Pilpres perlu direvisi. Fraksi tersebut, yakni PDI Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Gerindra, dan Partai Hanura.
Fraksi Partai Gerindra dan Hanura menginginkan agar ambang batas pengusungan capres-cawapres diturunkan. Hanura meminta partai politik yang lolos ambang batas parlemen 3,5 persen dapat mengusung pasangan capres-cawapres. Gerindra dan Hanura beralasan dengan ambang batas rendah, banyak partai yang bisa mengusung pasangan capres-cawapres sehingga banyak pilihan rakyat.
Adapun Fraksi PPP memilih sikap abstain. Sehingga jumlah fraksi yang mendukung dengan menolak revisi UU Pilpres seimbang. Karena itu, revisi UU Pilpres akan dibahas kembali dan dilakukan forum lobi sebelum dibawa ke Rapat Paripurna. (gil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Luthfi Ogah Tanggapi Pernyataan JPU
Redaktur : Tim Redaksi