Pancasila dan Ketahanan Negara

Oleh: Laurens Ikinia - Wakil Direktur Institute of Pacific Studies Universitas Kristen Indonesia, Jakarta

Sabtu, 01 Juni 2024 – 16:19 WIB
Wakil Direktur Institute of Pacific Studies Universitas Kristen Indonesia, Jakarta Laurens Ikinia. Foto: Dokumentasi pribadi

jpnn.com - Suatu negara dibangun dengan sebuah landasan ideologi. Ideologi dapat dijadikan sebagai suatu semangat dan acuan untuk membangun negara yang dicita-citakan.

Dalam mewujudkan cita-cita itu, Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) berhasil merumuskan Pancasila sebagai falsafah negara.

BACA JUGA: Pimpin Upacara Harlah Pancasila di Dumai, Jokowi Kenakan Baju Teluk Belanga

Wakil Presiden ke-5 Indonesia Megawati Soekarnoputri mengatakan Pancasila lahir sebagai ideologi yang menyatukan.

Pancasila adalah falsafah prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara dan ideologi geopolitik bangsa dalam membangun persaudaraan dunia.

BACA JUGA: Ujian Bagi Pancasila

Proses perumusan Pancasila melalui berbagai fase yang menantang. Namun, atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa lahir Pancasila sebagai falsafah negara yang banyak dikagumi dunia.

Kelima sila yang tercantum dalam Pancasila mengandung nilai-nilai luhur dan mulia.

BACA JUGA: Upacara Hari Pancasila di Ende, Hasto Sampaikan Amanat Megawati

Nilai-nilai itu menggambarkan pengilhaman Tuhan kepada bangsa Indonesia yang sudah lama mendambakan suatu transformasi persatuan dalam suatu negara modern yang berdaulat.

Pancasila yang telah dirumuskan dengan bijaksana menggambarkan kematangan dan ketajaman spiritual, intelektual, kultural, dan emosional para founding fathers.

Akhirnya, terumus lima sila atau dasar sebagaimana kita ketahui.

Sebagai negara yang beriman, dalam rumusan kelima sila Tuhan ditempatkan pada posisi pertama.

Hal itu perlu dicatat bahwa negara Indonesia didirikan dan dibangun atas dasar rahmat Tuhan dan hanya kepada Tuhan bangsa Indonesia memanjatkan doa dan syukur.

Kemudian diikuti dengan keempat sila yang mencakup seluruh aspek kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Pancasila Sebagai Roh

Pancasila wajib dimaknai sebagai suatu roh dalam mengisi kemerdekaan yang telah diperjuangkan founding fathers.

Tahun ini bangsa Indonesia dengan jumlah penduduk 279,118,866 juta merayakan Hari Lahir Pancasila ke-79.

Bagi 1,340 suku yang tersebar di seluruh 17.000, 79 tahun tentu bukan usia yang mudah.

Dalam semangat perayaan Hari Lahir Pancasila, Indonesia perlu melihat kembali sejauh mana bangsa ini sudah berjalan. Salah satu pengaruh yang mendefisit norma, nilai, dan spirit adalah pengaruh globalisasi yang sulit dibendung.

Roh perjuangan founding fathers sekiranya dipahami generasi penerus bangsa dan dimaknai dalam kehidupan sehari-hari.

Terlepas dari tafsiran atau pemaknaan nilai-nilai Pancasila yang telah dibukukan atau didokumentasikan putra-putri bangsa, penulis hendak membagikan beberapa catatan reflektif dengan harapan menjadi bahan renungan bersama.

Berikut  ini  beberapa pemikiran yang hendak menjadi catatan bangsa, negara dan pemerintah Indonesia dalam menghidupi falsafah negara.

Pertama, meneguhkan nilai kebenaran, moral, dan religius berlandaskan nilai-nilai ketuhanan agar bangsa Indonesia tidak hanyut dalam pengaruh pandangan sekularisme barat.

Kedua, menegakkan kembali marwah pers sebagai pilar keempat demokrasi dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Praktik pers yang baik akan mengurangi efek penyebaran informasi yang tidak benar, hoaks, dan informasi yang mengikis nilai-nilai toleransi.

Ketiga, menyeleksi dan menyaring pengaruh gaya hidup kapitalis negara-negara barat dan timur yang mengancam norma agama, kesopanan, dan hukum.

Keempat, mengambil sikap yang kritis dan strategis terhadap pengaruh kepentingan geopolitik, geoekonomi dan geostrategi negara-negara adidaya yang mengancam roh Bhinneka Tunggal Ika.

Selain itu, hal lain yang pernah menjadi pekerjaan rumah bangsa yang cukup lama adalah terkait penetapan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila.

Guna menyelesaikan polemik tersebut sudah dilakukan berbagai upaya. Secara politik melalui lobi dan lewat jalur akademis melalui berbagai kajian dan studi.

Presiden Joko Widodo dalam Anak Kolong Menjemput Mimpi (2023) menetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila.

Hal itu tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 tahun 2016 tentang 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila. Atas dasar Keppres itu, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila terbentuk.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan mengelaborasi jenis dan hierarki perundang-undangan dijelaskan sebagai berikut. Pertama, Undang-Undang Dasar 1945.

Kedua, Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Ketiga, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Keempat, Peraturan Pemerintah.

Kelima, Peraturan Presiden. Keenam, Peraturan Daerah Provinsi. Ketujuh, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Mengingat hal tersebut di atas, muncul pertanyaan. Apakah Keppres Nomor 24 tahun 2016 tentang 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila final and binding atau masih bisa mengalami perubahan? Untuk menjawab pertanyaan ini perlu keterlibatan para pakar di bidang ini.

Dalam Anak Kolong Menjemput Mimpi dijelaskan, demi mendapatkan Keppres tersebut membutuhkan waktu cukup lama menanti seorang kepala negara yang memiliki political will untuk mengeluarkan Keppres.

Dalam buku tersebut juga mengungkapkan, upaya memisahkan Pancasila dan Ir Soekarno, sang Proklamator sempat dilakukan rezim Orde Baru secara sistematis.

Ada sejumlah pandangan pakar filsafat Prof Dr Franz Magnis-Suseno yang layak dijadikan bahan refleksi bangsa.

Pertama, maraknya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) menyebabkan hilangnya kepercayaan rakyat kepada penyelenggara negara.

Kedua, munculnya isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) dan ketidakharmonisan dalam memupuk keberagaman yang menyebabkan kelompok minoritas rentan pada perlakuan diskriminatif.

Ketiga, gerakan terorisme dan radikalisme yang menyebabkan gangguan ketertiban dan kenyamanan publik.

Keempat, perubahan iklim yang menyebabkan tingkat kerugian dan korban yang besar.

Sejarah membuktikan, tidak ada satu bangsa di dunia yang terbentuk, berkembang, dan bertahan lama tanpa memiliki ideologi.

Di dalam ideologi tentu mengandung mimpi kolektif sebagai roh, semangat, dan pondasi untuk membangun bangsa.

Pancasila dirumuskan sembari menyaksikan aliran darah dari tubuh ke tanah yang hitam, tetesan air mata dan keringat dari tubuh ke laut yang biru, untaian doa dan ratapan dari tubuh ke langit yang putih.

Oleh karena itu, hendaklah kita mengambil waktu dan hening sejenak sembari memanjatkan doa kepada Tuhan untuk arwah para patriot bangsa yang telah menerima ilham Tuhan.

Darah, air mata dan keringat, doa dan ratapan leluhur bangsa Indonesia sedang berdiam di alam raya nusantara. 

Mengingat Pancasila merupakan falsafah negara yang mengandung makna luhur, hendaklah kita memaknai pesan tertulis dan tersirat dalam Pancasila setidaknya dalam tiga aspek kehidupan yaitu kehidupan spiritual, intelektual, dan sosial.

Dalam penghayatan spiritual, kita diingatkan kembali akan ilham yang diterima para founding fathers bahwa negara harus dibangun dengan dasar percaya dan takut akan Tuhan.

Dalam penghayatan intelektual, potensi sumber daya manusia Indonesia perlu diberdayakan negara.

Hal ini perlu di-review dari kebijakan negara terhadap infrastruktur dan suprastruktur pendidikan serta komponen pendukung lainnya.

Dalam penghayatan sosial, nilai-nilai kearifan lokal, norma-norma sosial, dan pendidikan empat pilar kebangsaan harus diintegrasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Hal ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti belajar-mengajar, sosialisasi, dan kegiatan sosial yang mengikutsertakan masyarakat.

Selamat  Hari Lahir Pancasila, 1 Juni 2024!


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler