Pandemi Covid-19 jadi Kado untuk Hari Bumi Sedunia

Kamis, 23 April 2020 – 20:41 WIB
Pegiat sosial dan lingkungan, Tangguh Sipria Riang. Foto: Ist

jpnn.com, JAKARTA - Peringatan Hari Bumi sedunia pada 22 April kembali mengingatkan manusia sebagai penghuni semesta untuk lebih mencintai alam dan memberi ruang bagi lingkungan agar beristirahat dari polusi.

Hari Bumi itu untuk memperingati peristiwa 20 juta rakyat Amerika Serikat turun ke jalan mengecam kerusakan lingkungan pada 22 April 1970.

BACA JUGA: Hari Bumi dan Covid-19

Menurut pegiat sosial dan lingkungan, Tangguh Sipria Riang kondisi saat ini tidak jauh berbeda dengan peristiwa 50 tahun lalu tersebut.

Hanya saja saat di tengah pandemik virus corona baru (Covid-19) seluruh umat manusia berdiam di rumah.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Bandara Ramai Pemudik, Jokowi Bantah Najwa dan Raja Salman Izinkan Tarawih

"Kini, 50 tahun berlalu. Aksi serupa juga terjadi. Bahkan lebih dahsyat. Melibatkan miliaran rakyat dari seluruh dunia. Bedanya, mereka tidak turun ke jalan. Hanya di rumah saja. Untuk satu tujuan, menyehatkan bumi," kata Tangguh.

Menurutnya, aksi massal yang dilakukan saat ini menjadi kado terbaik bagi bumi, termasuk segala makhluk di dalamnya.

BACA JUGA: Korelasi Polusi Udara dan Penyebaran Corona, Pak Anies, Tolong Dibaca

"Tepat saat peringatan emas. Bumi kembali bernapas. Bernapas lega tanpa polusi. Tak lama berselang. Beredar foto-foto kota di dunia. Jalanan lengang. Langit dan sungai kembali bersih. Ikan-ikan kembali terlihat di Venezia. Bahkan, ada yang berkelakar, bumi terlihat dari Bekasi," tambah Tangguh.

Pria yang juga  seorang jurnalis ini menceritakan pengalamannya saat berkunjung ke Jepang beberapa bulan lalu. 

Dia menikmati kebersihan sungai di Sumida. Sungai di Tokyo itu selain menjadi kanal drainase juga menjadi tempat indah saat malam hari.

"Saat malam hari di Sumida. Tokyo Skytree gagah berdiri. Simbol bangunan tertinggi. Tampak juga jembatan Pelangi (Rainbow Bridge) Odaiba dan jembatan Kachidoki. Berpijar, efek lampu-lampu LED warna-warni," tutur Tangguh.

Saat berada di tepi Sungai Sumia itu, dia mengaku betah karena nyaris tidak ada ada nyamuk dam airnya juga tidak berbau.

"Jangan-jangan, nyamuknya sudah direlokasi. Dari bantaran sungai ke rusun? Entahlah," kata Tangguh yang takjub dengan kondisi sungai di Jepang terawat.

Dia berharap bumi akan pulih kembali setelah beristirahat dari aktivitas manusia selama masa pandemi corona ini. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler