Pangan Bukan Komoditas Politik

Oleh: Said Abdullah - Ketua Badan Anggaran DPR RI

Minggu, 17 Maret 2024 – 19:13 WIB
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah. Foto: Humas DPR

jpnn.com - Masih tingginya beberapa harga bahan kebutuhan pokok rakyat memang harus menjadi perhatian pemerintahan, seperti bahan pangan yang ditopang dari suplai impor.

Selain harganya masih tinggi, untuk mendapatkannya juga tidak mudah, karena harus berebut dengan negara lain yang impor juga.

BACA JUGA: KPK Hadirkan Kakak Hary Tanoe dalam Sidang Korupsi Bansos

Harga beras di pasar internasional masih tinggi, meskipun ada tren turun dibanding Februari lalu, dari 19 USD ke 17, 8 USD per kuintal.

Namun, harga ini rata-rata juga masih tinggi dibanding tahun 2022 dan 2023.

BACA JUGA: Buku Dilema Bansos, Catatan Perjalanan Jokowi Bagi-Bagi Bantuan Sosial Menjelang Pilpres

Demikian halnya juga dengan gula. Harga gula di pasar internasional masih 22 USD per pound, lebih tinggi rata rata dibanding tahun lalu yang di kisaran 18-22 per pound.

Beberapa bahan pangan lainnya seperti jagung, kedelai, gandum, dan daging di pasar internasional menunjukkan tren penurunan, inilah kesempatan pemerintah untuk mengamankan pasokan dalam negeri.

BACA JUGA: Jokowi: Bansos Sampai Juni Dulu, Kalau Ada Duit, Dilanjutkan

Seperti kita ketahui, setiap momentum ramadhan dan perayaan Idul fitri, permintaan terhadap bahan pangan pokok rakyat akan meningkat.

Saya kira pemerintah juga sudah tahu akan tren permintaan tinggi momen seperti ini.

Tak ada jalan lain bagi pemerintah untuk memastikan ketersediaan bahan pangan aman, kalau jangka pendek tidak bisa dipenuhi didalam negeri, tentu tak ada pilihan selain impor.

Skema impornya juga harus dirubah dari skema kuota menjadi tarif untuk menjaga kegiatan impor menjadi perburuan rente.

Selain itu, pemerintah harus menggelar operasi pasar berskala besar. Sebab setiap kenaikan harga pangan rakyat, ada sensitivitas terhadap daya belinya.

Jika daya beli rakyat turun, skala besarnya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, sebab lebih dari 50 persen ekonomi nasional di topang dari konsumsi rumah tangga.

Untuk rumah tangga miskin dan sangat miskin, pemerintah perlu memastikan seluruh program bansos terjangkau oleh mereka.

Sebab kenaikan harga kebutuhan pokok akan semakin menyulitkan kondisi perekonomian mereka.

Program bansos kita harapkan menjadi peredam dari tekanan ekonomi yang mereka hadapi.

Jangka panjang, urusan pangan pokok jangan hanya jadi slogan. Pemerintah telah membentuk berbagai lembaga dan badan yang mengurusi pangan.

Namun, kepatuhan kita terhadap peta jalan untuk mencapai kemandirian pangan tidak serius dijalankan.

Lebih menyedihkan urusan pangan dijadikan komoditas politik pemilu. Orang miskin jadi aset elektoral.

Ke depan hal seperti ini tidak boleh terulang. Bangsa kita tidak bisa beranjak maju kalau urusan pangan masih tidak tuntas.(***)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler