Pangi: Airlangga Hartarto Memelopori Pelanggaran UU Kementerian Negara

Minggu, 01 Desember 2019 – 21:31 WIB
Airlangga Hartarto saat keluar dari komplek Istana Negara, Jakarta, Senin (21/10). Foto : Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, sejak awal pemerintahan periode pertama Presiden Jokowi ada larangan rangkap jabatan para menteri yang diangkatnya. Namun, Jokowi menelan ludahnya sendiri dengan mengizinkan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto masuk sebagai menteri perindustrian.

Di periode kedua, Jokowi kembali mempercayai Airlangga untuk masuk kabinet. Pangi menilai keputusan ini akan menjadi catatan buruk dalam sejarah kepemimpinan Jokowi.

BACA JUGA: Jika Airlangga Hartarto yang Menang, PDIP dan NasDem Bakal Senang

"Airlangga Hartarto yang masuk kabinet di pertengahan periode pertama Jokowi menjadi pelopor sebagai menteri yang merangkap jabatan ketua umum parpol. Padahal, larangan itu jelas diatur dalam UU No 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara," kata Pangi dalam keterangan yang diterima, Minggu (1/12).

Secara hukum, kata Pangi, larangan rangkap jabatan bagi menteri adalah hal yang gamblang. Pasal 23 ayat 1 huruf C menyebutkan menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pimpinan organisasi yang dibiayai dari APBN dan atau APBD.

BACA JUGA: Airlangga Tawarkan Jabatan Top ke Loyalis Bamsoet

Pangi mengatakan, partai politik adalah salah satu organisasi yang sumber pendanaannya dari keuangan negara. Hal ini tertuang dalam Pasal 34 ayat 1 (c) UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

"Akibat pelanggaran UU Kementerian Negara yang dipelopori Airlangga, kini di periode kedua Presiden Jokowi bahkan mengangkat tiga menteri sekaligus yang menjabat ketua umum partai. Mereka yakni Airlangga Hartarto (Partai Golkar), Prabowo Subianto (Gerindra) dan Suharso Monoarfa (PPP)," jelas Pangi.

BACA JUGA: Etika dan Kesantunan Airlangga Hartarto Sangat Dirasakan Pengurus Golkar di Daerah

Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting menegaskan hal itu merupakan bentuk inkonsistensi janji Presiden Jokowi. Selain itu, pelanggaran rangkap jabatan menteri yang semakin menjadi-jadi dalam menegakkan etika publik dan hukum ini tidak boleh dibiarkan.

Oleh karena itu, saat ini Presiden Jokowi punya kesempatan besar sebagai pemimpin yang bertanggung jawab dengan menyelesaikan janjinya. "Tradisi rangkap jabatan menteri yang dimulai dari Airlangga Hartarto harus segera diakhiri," tambah Pangi.

Di samping itu, Pangi juga mengharapkan Airlangga peka untuk tidak rangkap jabatan. Sebab, yang dirugikan bukan Airlangga, tetapi kewibawaan Presiden Jokowi sebagai kepala negara. Pangi pun yakin rakyat pasti menyoroti hal tersebut.

"Harusnya orang yang telah dipercaya presiden itulah yang sadar posisi. Harus memilih menjadi menteri seperti diamanatkan presiden atau memilih fokus mengurus partai sebagai ketua umum," tegas Pangi. (tan/jpnn)


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler