jpnn.com, JAKARTA - Panglima Laskar Front Pembela Islam (FPI) Munarman mengatakan, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Perubahan Atas UU nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas), tidak layak disetujui menjadi UU.
Munarman menjelaskan, secara mendasar perppu itu sangat bertentangan dengan dengan prinsip Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis dan berkeadilan yang sudah disepakati.
BACA JUGA: Komisi II DPR Undang Sejumlah Pakar Bahas Perppu Ormas
“Kenapa prinsip negara hukum yang demokratis dan berkeadilan dilanggar dengan terbitnya perppu,” kata Munarman di gedung DPR, Jakarta, Kamis (19/10).
Dia menilai proses penerbitan perppu tidak mengikuti prosedur sebagaimana dalam pasal 12 dan 22 UUD 1945.
BACA JUGA: Merasa Dizalimi Pemerintah, HTI Mau Jelaskan Khilafah di DPR
Dalam konstitusi itu dijelaskan bahwa pemerintah atau presiden dalam hal ini dibenarkan menerbitkan perppu hanya dalam tiga keadaan.
Yakni, keadaan adanya darurat sipil atau kerusuhan sosial, bencana alam, dan adanya perang.
BACA JUGA: Bukan Kegentingan, Ini Masalah Eksistensi Bangsa
“Tiga syarat itu kondisi yang genting itu,” tegasnya.
Munarman menambahkan, perppu ini bertentangan dengan prinsip negara hukum yang demokratis secara substansial.
Sebab, ujar Munarman, perppu itu menghilangkan peran yudikatif sebagai bagian dari kekuasaan resmi di negara ini untuk menilai benar tidak tuduhan yang disampaikan ke ormas tertentu.
“Karena apa, prinsip hukum itu barang siapa menuduh pihak lain melakukan kesalahan maka dia wajib membuktikan,” ungkapnya.
Tapi, dia menegaskan, di perppu ini justru terbalik. Pemerintah, kata dia, secara subjektif bisa menuduh salah satu ormas utnuk dibubarkan karena melanggar UU.
Tapi kemudian ormasnya diminta membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah.
“Nah ini beban pembuktiannya ada di ormas, ada di pihak tertuduh. Ini tidak benar secara negara hukum. Harusnya yang menuduh yang membuktikan,” ungkapnya.
Jadi, kata Munarman, selain melanggar prinsip due process of law juga pelanggaran terhadap kebebasan dasar warga negara.
Menurut Munarman, memang di UUD dibenarkan adanya pembatasan.
Tetapi, lagi-lagi pembatasan itu hak asasi manusia yang hanya dibolehkan dalam keadaan perang, darurat sipil atau kerusuhan atau adanya bencana alam yang luar biasa parahnya.
“Nah, itu boleh dibatasi,” katanya.
Munarman, sekarang kondisi itu tidak ada lagi di negeri ini. Indonesia ini sudah aman, sejahtera, tidak ada konflik-konflik sosial sehingga tidak diperlukan adanya pembatasan-pembatasan hak sipil dan politik. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tarik Ulur Perppu Ormas, NasDem Tetap Konsisten
Redaktur & Reporter : Boy