KAIRO - Berlarutnya kerusuhan dan aksi kekerasan di Mesir memicu kekhawatiran panglima tertinggi angkatan bersenjata (Pangab) negara itu. Jenderal Abdul Fatah Khalil Al-Sisi, 58, kemarin (29/1) memperingatkan bahwa Mesir bisa kolaps dan mengalami kehancuran jika krisis politik yang sudah berlangsung selama sepekan ini terus berlanjut.
"Tak kunjung berakhirnya konflik di antara kelompok-kelompok politik yang berbeda visi dan misi perihal masa depan negeri ini justru akan membuat bangsa ini hancur. Konflik itu menjadi ancaman bagi generasi akan datang," tutur Al-Sisi dalam pidato di hadapan para personel militer Mesir. Keprihatinan itu kemarin juga diunggah di laman Facebook resmi milik militer Mesir.
Pernyataan Al-Sisi itu merupakan ungkapan keprihatinan pertama yang keluar dari petinggi militer Mesir sejak aksi kerusuhan melanda Negeri Piramida tersebut pekan lalu. Anarkhisme terjadi menyusul peringatan dua tahun revolusi Mesir pekan lalu. Hal ini lantas diperuncing oleh kebijakan Presiden Muhammad Mursi yang memerintahkan militer agar memulihkan ketertiban di Port Said dan Suez, dua kota yang berada di pinggiran Terusan Suez.
Port Said dan Suez merupakan dua di antara tiga kota yang dikenai status darurat dan aturan jam malam selama 30 hari. Satu kota lainnya adalah Ismailiya.
Menurut Al-Sisi, kebijakan presiden untuk mengatasi kerusuhan justru membuat militer Mesir berada pada posisi yang sulit. Apalagi, masyarakat sudah telanjur antipati pada militer.
Dengan menempatkan sejumlah besar personel militer di wilayah konflik, Mursi berharap kerusuhan akan mereda. Praktiknya, militer yang saat ini punya wewenang seperti polisi dalam keadaan darurat malah sulit meredam gejolak massa. "Kebijakan presiden telah membuat kami (militer) sulit menempatkan diri," ujar tokoh yang juga menjabat sebagai menteri pertahanan (menhan) Mesir itu.
Al-Sisi mengatakan bahwa militer tidak bisa mengambil sikap yang tepat dalam menghadapi kerusuhan. Di satu sisi, mereka menghindari konflik dengan warga sipil. Pada sisi lain, mereka berkewajiban untuk menegakkan keamanan dan melindungi berbagai fasilitas vital milik pemerintah yang menjadi target amuk massa. "Ini keadaan yang sangat tidak menguntungkan," katanya.
Citra militer Mesir tercoreng saat menindas demonstran saat revolusi dua tahun lalu. Karena itu, mereka tidak ingin jauh terlibat dalam kerusuhan kali ini. Al-Sisi mengimbau para pengunjuk rasa untuk mengekpresikan pendapat dalam suasana damai. Jadi, bentrok dengan aparat bisa dihindari dan militer tidak perlu sampai menggunakan kekuatan.
Pidato kekhawatiran Al-Sisi itu juga dikeluarkan setelah kembali jatuh korban. Petugas medis kemarin melaporkan bahwa tiga orang kembali tewas dalam kerusuhan di Mesir. Dua orang tewas dalam bentrok antara massa dan aparat keamanan di Kota Port Said. Seorang demonstran ditembak mati di Kairo ketika massa dan polisi terlibat bentrok dekat Tahrir Square.
Hingga kemarin Mesir masih memberlakukan status darurat dan jam malam di tiga provinsi yang menjadi lokasi kerusuhan sejak pekan lalu. Tetapi, warga mengabaikan status darurat dan aturan jam malam. Ribuan aktivis oposisi dan warga di Kota Port Said, Ismailiya dan Suez, tetap turun ke jalan untuk menggelar unjuk rasa antipemerintah.
Sayang, hampir setiap aksi protes selalu berujung ricuh. Massa terlibat bentrok dengan aparat yang menyemprotkan gas air mata dan menembakkan peluru. Kerusuhan di Mesir sudah merenggut tak kurang dari 70 nyawa. Perekonomian Mesir pun terganggu. Secara terpisah, Komisioner Tinggi HAM PBB Navi Pillay juga prihatin atas aksi kekerasan di Mesir.
Kemarin, dari markasnya di Jenewa, Swiss, dia mengimbau Mursi berhenti menempuh kekerasan dalam menghadapi unjuk rasa. "Presiden harus bisa menjamin, tidak ada aparat yang menggunakan wewenang secara berlebihan kepada para pengunjuk rasa," serunya. (AP/AFP/BBC/hep/dwi)
"Tak kunjung berakhirnya konflik di antara kelompok-kelompok politik yang berbeda visi dan misi perihal masa depan negeri ini justru akan membuat bangsa ini hancur. Konflik itu menjadi ancaman bagi generasi akan datang," tutur Al-Sisi dalam pidato di hadapan para personel militer Mesir. Keprihatinan itu kemarin juga diunggah di laman Facebook resmi milik militer Mesir.
Pernyataan Al-Sisi itu merupakan ungkapan keprihatinan pertama yang keluar dari petinggi militer Mesir sejak aksi kerusuhan melanda Negeri Piramida tersebut pekan lalu. Anarkhisme terjadi menyusul peringatan dua tahun revolusi Mesir pekan lalu. Hal ini lantas diperuncing oleh kebijakan Presiden Muhammad Mursi yang memerintahkan militer agar memulihkan ketertiban di Port Said dan Suez, dua kota yang berada di pinggiran Terusan Suez.
Port Said dan Suez merupakan dua di antara tiga kota yang dikenai status darurat dan aturan jam malam selama 30 hari. Satu kota lainnya adalah Ismailiya.
Menurut Al-Sisi, kebijakan presiden untuk mengatasi kerusuhan justru membuat militer Mesir berada pada posisi yang sulit. Apalagi, masyarakat sudah telanjur antipati pada militer.
Dengan menempatkan sejumlah besar personel militer di wilayah konflik, Mursi berharap kerusuhan akan mereda. Praktiknya, militer yang saat ini punya wewenang seperti polisi dalam keadaan darurat malah sulit meredam gejolak massa. "Kebijakan presiden telah membuat kami (militer) sulit menempatkan diri," ujar tokoh yang juga menjabat sebagai menteri pertahanan (menhan) Mesir itu.
Al-Sisi mengatakan bahwa militer tidak bisa mengambil sikap yang tepat dalam menghadapi kerusuhan. Di satu sisi, mereka menghindari konflik dengan warga sipil. Pada sisi lain, mereka berkewajiban untuk menegakkan keamanan dan melindungi berbagai fasilitas vital milik pemerintah yang menjadi target amuk massa. "Ini keadaan yang sangat tidak menguntungkan," katanya.
Citra militer Mesir tercoreng saat menindas demonstran saat revolusi dua tahun lalu. Karena itu, mereka tidak ingin jauh terlibat dalam kerusuhan kali ini. Al-Sisi mengimbau para pengunjuk rasa untuk mengekpresikan pendapat dalam suasana damai. Jadi, bentrok dengan aparat bisa dihindari dan militer tidak perlu sampai menggunakan kekuatan.
Pidato kekhawatiran Al-Sisi itu juga dikeluarkan setelah kembali jatuh korban. Petugas medis kemarin melaporkan bahwa tiga orang kembali tewas dalam kerusuhan di Mesir. Dua orang tewas dalam bentrok antara massa dan aparat keamanan di Kota Port Said. Seorang demonstran ditembak mati di Kairo ketika massa dan polisi terlibat bentrok dekat Tahrir Square.
Hingga kemarin Mesir masih memberlakukan status darurat dan jam malam di tiga provinsi yang menjadi lokasi kerusuhan sejak pekan lalu. Tetapi, warga mengabaikan status darurat dan aturan jam malam. Ribuan aktivis oposisi dan warga di Kota Port Said, Ismailiya dan Suez, tetap turun ke jalan untuk menggelar unjuk rasa antipemerintah.
Sayang, hampir setiap aksi protes selalu berujung ricuh. Massa terlibat bentrok dengan aparat yang menyemprotkan gas air mata dan menembakkan peluru. Kerusuhan di Mesir sudah merenggut tak kurang dari 70 nyawa. Perekonomian Mesir pun terganggu. Secara terpisah, Komisioner Tinggi HAM PBB Navi Pillay juga prihatin atas aksi kekerasan di Mesir.
Kemarin, dari markasnya di Jenewa, Swiss, dia mengimbau Mursi berhenti menempuh kekerasan dalam menghadapi unjuk rasa. "Presiden harus bisa menjamin, tidak ada aparat yang menggunakan wewenang secara berlebihan kepada para pengunjuk rasa," serunya. (AP/AFP/BBC/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Air Bah Rendam Dua Negara Bagian di Australia
Redaktur : Tim Redaksi