Pansel KPI Dinilai Ancam Demokrasi dan Kemerdekaan Pers

Senin, 18 Juli 2016 – 16:51 WIB
Ilustrasi. FOTO: pixabay.com

jpnn.com - PROSES seleksi anggota KPI Pusat periode 2016-2019 mendapat banyak kritikan. Bahkan sejumlah warga melayangkan gugatan terkait proses seleksi tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Mereka menganggap bahwa proses seleksi KPI Pusat mengancam demokrasi dan kemerdekaan pers.

Adapun gugatan tersebut disampaikan oleh Fajar A. Isnugroho yang merupakan warga Sidoarjo, Jawa Timur bersama empat penggugat lainnya. Di antaranya adalah Alem Febri Sonni (Warga Makassar, Sulsel), Achmad Zamzami (Aktivis Muda NU), Arie Andyka (Praktisi Hukum). 

BACA JUGA: DPR Panggil Menkominfo Bahas Pokemon Go, Bukan soal Itu saja...

Selain empat orang individu, ada satu lembaga yang turut menggugat yakni Majelis Sinergi Kalam (MASIKA) Ikatan Cendikiawan Muslim Se-Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah Sulawesi Selatan. Organisasi ini diwakili oleh Muh Ashry Sallatu selaku ketua. 

Seperti diketahui, proses seleksi KPI diserahkan oleh DPR kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk membentuk pansel. 

BACA JUGA: DPR Mulai Seleksi 27 Calon Komisioner KPI, Siapa saja?

Nah, menurut penggugat, dengan menyerahkan pansel KPI kepada pemerintah, selain melanggar Undang Undang Penyiaran juga mengancam posisi KPI sebagai lembaga negara independen yang merupakan perwakilan masyarakat.  

“Hal ini mengancam sistem demokrasi dan kemerdekaan pers. Dominasi pemerintah berpotensi menghasilkan pengawas penyiaran yang terkooptasi oleh kepentingan kekuasaan terhadap pers apalagi terdapat lembaga penyiaran yang dimiliki oleh pemimpin partai yang berkoalisi dengan pemerintah,” kata Fajar setelah menyampaikan berkas gugatannya ke MK, Senin (18/7)

BACA JUGA: Kasus Vaksin Palsu, Kapolri: Jangan Main Hakim Sendiri

Fajar menilai, pansel telah melanggar Undang undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran Pasal 61 (2) dengan melakukan penafsiran yang berbeda dan bertentangan dengan UUD 1945. 

Di dalam Pasal 61 (2) UU Penyiaran, disebutkan keterlibatan pemerintah dalam menentukan calon Anggota KPI dilakukan hanya pada saat pertama kali dibentuk. Penafsiran yang berbeda yang dilakukan pansel KPI terkait hal ini merupakan salah satu pelanggaran yang dilakukan oleh pansel KPI. 

Selain itu dalam pasal 10 (1) UU Penyiaran, telah disebutkan mengenai persyaratan mengenai Calon Anggota KPI Pusat bahwa syarat calon anggota KPI Pusat tidak dibatasi oleh usia serta didukung oleh usulan masyarakat. Akan tetapi Pansel KPI melakukan tafsir yang berbeda dengan mensyaratkan usia minimal 30 tahun dan tidak menjadikan persyaratan usulan masyarakat dalam proses seleksi. 

Hal ini sangat diskriminatif terhadap warga negara karena tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Sebagaimana yang diatur Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 bahwa pembatasan hak asasi seseorang hanya dapat dilakukan dengan undang-undang. 

Melalui gugatan ini, pemohon mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk memberikan tafsir yang tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan melarang adanya tafsir yang berbeda terhadap Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 61 ayat (2) UU Penyiaran. (jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Tanpa Efek Gentar, akan Sulit Hapus Stigma Buruk Ini


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler