jpnn.com - Setya Novanto dan Rita Widyasari, sama-sama sosok penting di tubuh Partai Golkar. Keduanya saat ini berada di tahanan KPK.
Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto tersangkut kasus korupsi e-KTP. Ketua DPD Partai Golkar Kaltim Rita Widyasari terjerat dugaan suap dan gratifikasi. Kondisi itu membuat sikap partai menghadapi Pemilihan Gubernur Kaltim 2018 semakin kabur.
BACA JUGA: Terus Dorong Munaslub, Di Mana Kesetiakawanan Kader Golkar?
Bunda Rita, sapaan Rita, yang juga bupati Kutai Kartanegara nonaktif, telah menyatakan tidak maju di pilgub.
Penasihat hukum Rita, Noval El Farveisa, menyatakan kliennya tidak memikirkan pilkada lagi. Bunda Rita harus berfokus pada masalah hukum yang sedang mendera.
BACA JUGA: Saatnya DPR Dipimpin Sosok Berintegritas
Padahal, Rita telah ditetapkan sebagai calon gubernur dari Golkar. Sebagai pemenang pemilu di Kaltim, Golkar harus mencari pengganti.
Ternyata tidak mudah mencari sosok sepopuler dan “sehebat” Rita. Posisi Setnov sebagai ketua umum partai yang juga ditahan KPK turut menambah runyam keadaan. Banyak kemungkinan bisa terjadi menjelang pilkada serentak 2018.
BACA JUGA: Dedi Mulyadi: Munaslub tak Perlu Tunggu Putusan Praperadilan
Benar bahwa Idrus Marham, sekretaris jenderal partai, yang ditunjuk menjadi pelaksana tugas ketua umum. Namun, bukan mustahil musyawarah nasional luar Partai Golkar diadakan sewaktu-waktu.
Faksi yang berbeda di tubuh partai bisa saja menggantikan kubu Setnov, yang juga berimbas ke kepengurusan Golkar Kaltim.
Ketidakpastian demikian yang membuat Golkar disebut-sebut tak juga menentukan pilihan hingga sekarang. Di lain pihak, sebagai partai pemenang pemilu di Kaltim, langkah Golkar sangat dinantikan.
Keputusan partai yang lain disebut-sebut menunggu gerak "beringin." Posisi sekarang, Golkar dinaungi ketidakpastian turut membuat peta pilgub lamban terbuka.
Kegamangan Partai Golkar makin terlihat menanggapi pernyataan Rita yang mundur dari pilgub. Ketua Harian DPD Partai Golkar Kaltim Makmur HAPK tak bisa bicara banyak.
Mantan bupati Berau dua periode itu mengatakan, Rita belum menyampaikan sikap resminya di pilgub.
“Baik melalui surat atau nota melalui keluarga,” ujar Makmur kepada Kaltim Post (Jawa Pos Group).
Sepanjang pernyataan Rita belum keluar, pengurus tidak bisa memberi tanggapan.
Mengenai strategi Golkar Kaltim, Makmur mengungkapkan, partai sedang menyelesaikan penjaringan bakal calon wakil gubernur. Lagi pula, DPP Golkar masih menunggu perkembangan pengajuan praperadilan Setya Novanto.
Makmur membenarkan, penetapan Rita sebagai bakal calon gubernur tidak bisa dicabut bila DPP Golkar belum stabil. “Informasi lebih lengkap seputar pilgub, bisa melalui sekretaris (DPD Golkar Kaltim Abdul Kadir),” jelasnya.
Ditemui di ruang kerjanya kemarin (24/11), Kadir menuturkan, penasihat hukum Rita Widyasari bukan instrumen partai.
Dalam hal ini, pengacara adalah instrumen pribadi Rita dalam pembelaan hukum. “Kami melihat tidak ada yang perlu diklarifikasi,” tuturnya.
Kadir kemudian menjelaskan langkah partai berikutnya yaitu rapat pleno diperluas. Rapat diadakan Senin (27/11) malam yang akan membahas dinamika politik di daerah maupun nasional. “Termasuk kesiapan menghadapi pilgub, pilpres, dan pileg,” tuturnya.
Hasil rapat yang akan dihadiri pengurus Golkar tingkat kabupaten/kota di Kaltim itu akan menjadi rekomendasi Kaltim untuk nasional. “Dalam hal menghadapi pergolakan politik daerah dan nasional,” terangnya.
Kadir tidak mengelak disinggung kemungkinan rapat turut membahas Munaslub Partai Golkar. “Semua bergantung dinamika rapat pada Senin malam," terangnya.
Jauh sebelum pernyataan kuasa hukum Rita, Ketua Fraksi Golkar DPRD Kaltim Sarkowi V Zahri mengeluarkan pernyataan mengejutkan.
Dia mengatakan, Golkar masih sangat mungkin mencalonkan Rita. Meskipun ditahan, Rita baru berstatus tersangka sehingga masih berhak mengikuti pilgub. Lagi pula, hingga hari ini, penetapan Rita sebagai calon gubernur belum dicabut.
Sarkowi menambahkan, kehadiran Rita dalam pendaftaran pasangan calon pada 8 Januari 2018 bisa diwakilkan. “Itu masalah teknis saja,” tegasnya.
Dia juga menekankan ada beberapa kandidat yang mengikuti pilkada meski di dalam tahanan dan menang.
Menurut Peraturan KPU 9/2016 Pasal 38 Ayat 5, pendaftaran pasangan calon di Komisi Pemilihan Umum wajib dihadiri partai atau gabungan partai politik beserta pasangan calon.
Kandidat hanya boleh tidak hadir karena berhalangan yang dibuktikan surat keterangan dari instansi yang berwenang.
Dalam kasus Rita, frasa instansi terkait berwenang itu merujuk kepada KPK, atau pengadilan tindak pidana korupsi jika sudah memasuki tahap persidangan.
Mengenai calon kepala daerah yang mengikuti pilkada dari balik jeruji tahanan memang benar adanya.
Namun, dari hasil penelusuran Kaltim Post, tidak satu pun calon yang dimaksud, ditahan sebelum pendaftaran dibuka seperti halnya Rita. Mereka baru ditahan setelah KPU menetapkan sebagai calon kepala daerah.
Rita ditahan KPK sejak 6 Oktober setelah ditetapkan tersangka pada 28 September. Anak mantan Bupati Kukar Syaukani Hasan Rais itu disangka menerima suap dan gratifikasi.
Dua tersangka lain yaitu komisaris PT Media Bangun Bersama, Khairudin, dan Hery Susanto Gun alias Abun selaku direktur utama PT Sawit Golden Prima (SGP) turut ditetapkan menjadi tersangka.
Abun disebut berperan sebagai pemberi suap Rp 6 miliar kepada bupati perempuan pertama di Kaltim itu. Uang itu diduga untuk melancarkan pemberian izin lokasi alih fungsi hutan di Kecamatan Muara Kaman, Kukar.
Lahan hendak dijadikan areal kebun sawit PT SGP. Suap diduga diterima sekitar Juli hingga Agustus 2010, tahun pertama periode awal Rita menjabat bupati Kukar.
Peran Khairudin dalam kasus ini diduga turut membantu Rita dalam menerima gratifikasi. Mereka bersama-sama diduga menerima gratifikasi berupa uang senilai USD 775 ribu atau setara Rp 6,9 miliar dari berbagai proyek pemerintah. (fch/qi/pra/fel/rom/k8)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Belum Ada Usulan Resmi Munaslub Golkar
Redaktur & Reporter : Soetomo