JAKARTA - Provinsi Sumut adalah salah satu titik konflik agraria di Sumatera yang paling banyak muncul. Pascareformasi 1998 hingga saat ini, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Sumut bersama tim penyelesaian merilis sudah terjadi sekitar 554 konflik tanah di Sumut.
Dari jumlah tersebut, 97 persen atau 537 kasus diantaranya adalah konflik tanah antara masyarakat pemilik tanah ulayat dengan pihak perkebunan.
Karenanya, Deputi Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengingatkan seluruh cagub dan cawagub Sumut harus bisa memahami persoalan konflik tanah secara mendalam.
"Sehingga ketika nantinya terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur Sumut, bisa memperjuangkan secara sungguh-sungguh upaya penyelesaikan konflik tanah ini sebagai prioritas dengan prinsip pemulihan hak-hak rakyat yang sebagian besar menjadi korban konflik," ujar Iwan Nurdin kepada JPNN di Jakarta, kemarin (6/1).
Konflik agraria di Sumut, lanjut dia, pemicunya beragam. Yakni isu perkebunan warisan kolonial Belanda yang dikuasai oleh BUMN, perkebunan yg dibangun di masa merdeka, kehutanan, pertambangan hingga perluasan fasilitas kota.
"Sepanjang Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menangangi kasus-kasus konflik agraria di Sumut, nampak bahwa keterlibatan Pemda dalam mencari solusi sangat minim. Yang dominan adalah keterlibatan kepolisian yang kerap kali membuat kriminalisasi kepada masyarakat korban," paparnya.
Untuk itu, saran Iwan, gubernur Sumut terpilih nantinya harus turun langsung memimpin penyelesaian konflik agraria. Hal tersebut bisa dilakukan jika para kandidat sejak sekarang mulai memahami secara mendalam beragam konflik agraria, berdialog dan dengan tulus memperjuangkannya setelah kelak berkuasa. (sam/jpnn)
Dari jumlah tersebut, 97 persen atau 537 kasus diantaranya adalah konflik tanah antara masyarakat pemilik tanah ulayat dengan pihak perkebunan.
Karenanya, Deputi Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin mengingatkan seluruh cagub dan cawagub Sumut harus bisa memahami persoalan konflik tanah secara mendalam.
"Sehingga ketika nantinya terpilih menjadi gubernur dan wakil gubernur Sumut, bisa memperjuangkan secara sungguh-sungguh upaya penyelesaikan konflik tanah ini sebagai prioritas dengan prinsip pemulihan hak-hak rakyat yang sebagian besar menjadi korban konflik," ujar Iwan Nurdin kepada JPNN di Jakarta, kemarin (6/1).
Konflik agraria di Sumut, lanjut dia, pemicunya beragam. Yakni isu perkebunan warisan kolonial Belanda yang dikuasai oleh BUMN, perkebunan yg dibangun di masa merdeka, kehutanan, pertambangan hingga perluasan fasilitas kota.
"Sepanjang Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menangangi kasus-kasus konflik agraria di Sumut, nampak bahwa keterlibatan Pemda dalam mencari solusi sangat minim. Yang dominan adalah keterlibatan kepolisian yang kerap kali membuat kriminalisasi kepada masyarakat korban," paparnya.
Untuk itu, saran Iwan, gubernur Sumut terpilih nantinya harus turun langsung memimpin penyelesaian konflik agraria. Hal tersebut bisa dilakukan jika para kandidat sejak sekarang mulai memahami secara mendalam beragam konflik agraria, berdialog dan dengan tulus memperjuangkannya setelah kelak berkuasa. (sam/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPU, Siap-siaplah Digugat
Redaktur : Tim Redaksi