jpnn.com, MATARAM - Saat ini tak ada satu pun hunian tetap (hutap) yang berdiri di Lingkungan Tegal, Kecamatan Sandubaya, Matara, NTB. Pemandangan masih sama dengan empat bulan lalu pascagempa.
Warga masih tinggal di tempat pengungsian yang mereka buat sendiri. Apa adanya. Ada juga tenda bantuan dari sukarelawan.
BACA JUGA: Komunitas Relawan Sejuta Teman Resmikan Aula Sahabat Lombok
ALI ROJAI, Mataram
---
BACA JUGA: Menteri Puan: Terima Kasih Telah Bekerja untuk Rakyat NTB
TEGAL merupakan salah satu lingkungan di Kota Mataram yang bisa dibilang paling parah terdampak gempa pada Agustus lalu. Sebagian besar rumah warga rusak berat.
Namun, hingga kini belum ada satu pun hutap yang berdiri di lingkungan tersebut.
BACA JUGA: Menko Puan Pimpin Rapat Bahas Pemulihan Pascabencana NTB
Tercatat, ratusan rumah rusak akibat gempa di Lingkungan Tegal. Terutama RT 2, 3, 4, 5, 6, dan 7. Beberapa waktu lalu, kata Hafid, warga setempat, gang-gang di lingkungan tersebut tidak terlihat. Jalan-jalan kecil tertutup reruntuhan rumah warga yang roboh.
''Motor tidak bisa lewat,'' katanya sembari menunjukkan gang tersebut.
Saat membersihkan reruntuhan bangunan, alat berat yang digunakan ternyata menyapu langsung meteran air PDAM. Akibatnya, hingga sekarang air bersih yang masuk ke rumah warga tidak bisa mengalir.
''Anda bisa lihat, dua orang dari PDAM sedang mendata kembali rumah-rumah pelanggan,'' kata Hafid sembari menunjuk orang yang dimaksud.
Petugas PDAM memang mendatangi satu per satu rumah warga yang roboh akibat gempa. Tidak ada tanda-tanda adanya meteran air.
Karena itu, warga disarankan menunjukkan bukti pembayaran rekening air tahun sebelumnya untuk pemasangan kembali pipa dan meteran.
Hafid menyatakan, warga terdampak gempa masih bingung kepada siapa harus meminta pertolongan. Sebab, ada yang rumahnya hancur dan tidak mendapat bantuan dari pemerintah.
''Kalau rusak ringan atau sedang, mungkin tidak apa-apa. Tapi, ini rumahnya roboh,'' keluh Hafid.
Dia tidak tahu harus melapor ke mana melihat rumah warga yang tidak punya apa-apa itu. Sebab, menurut dia, pemerintah juga belum tentu akan meresponsnya.
Apalagi, lanjut Hafid, hingga kini belum ada satu pun rumah warga yang kembali berdiri setelah gempa. ''Mestinya sudah ada pembangunan,'' ujar pria bertubuh gempal tersebut.
Hafid sangat ingin bertemu langsung dengan perwakilan pemerintah yang menangani bantuan pembangunan hunian tetap.
Dia ingin mengetahui alasan dan kendala yang menghadang penyaluran bantuan. Sebab, dia merasa pemerintah telah menganaktirikan Lingkungan Tegal.
Padahal, Lingkungan Tegal merupaÂkan kawasan paling parah terdampak gempa jika dibandingkan dengan lingkungan lain. ''Mestinya kami didahulukan,'' ungkapnya.
Sebelumnya, warga diminta mempersiapkan fondasi rumah. Tujuannya, saat panel bangunan datang, warga bisa langsung memasangnya. Namun, sampai saat ini belum ada tanda-tanda panel akan datang.
Kondisi tersebut mengurangi motivasi warga untuk menyiapkan segala sesuatu dalam membuat rumah.
''Kalau ada satu saja rumah bantuan ini yang berdiri, saya yakin warga akan mempersiapkan diri. Tapi, ini tidak ada sama sekali,'' terangnya.
Dia ingin pemerintah turun ke lapangan. Memberikan sosialisasi agar warga bisa tahu apa yang harus dipersiapkan.
Jika panelnya masih lama, harus diinformasikan yang sebenarnya. ''Jangan janji-janji saja sehingga warga tidak berharap seperti sekarang ini,'' tegas Hafid.
Ahmad Rosidi, warga lain, tidak tahu kapan bantuan untuk rumahnya yang roboh datang. Setelah pendataan pasÂcagempa lalu, dia hanya diminta menunggu.
Sampai sekarang dia masih menunggu. Rosidi kadang iri saat mendengar di lingkungan lain mulai ada pembangunan, sedangkan di tempat tinggalnya belum.
''Kami ingin ada kepastian,'' sebutnya.
Jika belum ada kejelasan seperti itu, sampai kapan dia harus berteduh di bawah tenda? Apalagi, saat musim hujan, dia pasti kewalahan karena harus melawan dingin dan bocor di sela-sela tenda. (*/r7/c5/fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Donasi Rp 1 Miliar dari AICE untuk Korban Gempa Lombok
Redaktur & Reporter : Natalia