Parah! Muslim Uighur Dilarang Puasa, Toko Harus Jualan Alkohol

Kamis, 18 Juni 2015 – 05:56 WIB
SELALU DICURIGAI: Warga muslim Uighur sedang mendengarkan khutbah setelah solat. (Shanghaiist)

jpnn.com - BEIJING  - Pemerintah Tiongkok melarang warga muslim Uighur di Xinjiang berpuasa. Terutama bagi anggota partai, pegawai negeri, siswa, mahasiswa, serta para guru. Selama ini Ramadan memang selalu menjadi momen yang sangat sensitif di Xinjiang.

’’Tiongkok meningkatkan pengawasan dan larangan begitu mendekati Ramadan. Keyakinan penduduk Uighur dipolitisasi,’’ ujar juru bicara kelompok Kongres Uighur Dunia (WUC) Dilxat Raxit.

BACA JUGA: Nyapres Bermodal Rp 120 Triliun, Donald Trump Yakin Kalahkan ISIS

Dia menegaskan, tindakan pemerintah Tiongkok itu bertujuan mengontrol agama yang dianut warganya. Padahal, tindakan tersebut dapat berakibat fatal. Sebab, penduduk Uighur bisa jadi melawan aturan-aturan itu dengan sengit. Sudah tidak terhitung banyaknya perlawanan berujung maut oleh penduduk Uighur karena tekanan pemerintah Tiongkok tersebut.

Sejatinya setiap Ramadan datang, pemerintah Tiongkok memang memperketat aturan puasa di wilayah Xinjiang. Namun, tahun ini aturan itu jauh lebih ketat.

BACA JUGA: Kabur dari Kebun Binatang, Harimau Bunuh Warga, Jaguar Masih Berkeliaran

’’Mereka meminta jaminan dari para orang tua yang menjanjikan bahwa anak-anak mereka tidak akan berpuasa selama Ramadan,’’ ujarnya saat diwawancarai Radio Free Asia.

Berdasar website milik pemerintah, petugas keamanan pangan Tiongkok meminta restoran-restoran yang menyajikan makanan halal di Jinghe County untuk tetap buka sepanjang siang selama bulan puasa. Restoran yang menuruti perintah akan menerima imbalan. Mereka tidak bakal diinspeksi terlalu sering oleh petugas keamanan pangan.

BACA JUGA: Tak Terkendalikan Lagi, WHO Minta Semua Negara Bersiap Hadapi MERS

Media milik pemerintah juga melaporkan, para pegawai muslim di Maralbexi County diminta untuk mengucapkan secara verbal maupun tertulis. Yakni, mereka tidak memiliki keyakinan agama, tidak akan menghadiri kegiatan yang bernuansa religi, dan tidak berpuasa selama Ramadan.

Bukan hanya itu, toko-toko dan restoran milik penduduk muslim juga diharuskan menjual rokok dan alkohol. Jika mereka menolak, tempat usahanya akan ditutup.

Pemerintah Tiongkok terus melakukan kampanye melawan kegiatan religius yang ekstrem. Mereka menyalahkan muslim Uighur yang dituding melakukan serangan-serangan dan mengakibatkan kematian ratusan orang dalam beberapa tahun belakangan ini.

Para pengamat menilai bahwa serangan dan kericuhan yang terjadi disebabkan tekanan pemerintah Tiongkok yang menghalangi kebebasan mereka dalam beragama.

Tindakan pemerintah Tiongkok itu telah ditentang berbagai pihak dan pengamat HAM di berbagai belahan dunia. Mereka menyebut tindakan pemerintah Tiongkok tersebut sebagai penindasan agama. Pada Desember 2014, pemerintah Tiongkok bahkan melarang penggunaan kerudung di tempat umum bagi warga muslim di Urumqi, Xinjiang. Padahal, di kota itulah, mayoritas penduduk muslim Uighur berada.

Sejak 1955, Xinjiang sejatinya menjadi wilayah otonomi khusus. Meski begitu, pemerintah pusat tetap mengawasi ketat dan terus menindas penduduk. Berbagai larangan pun dikeluarkan. Di wilayah yang biasa disebut para aktivis sebagai Turki dari Timur tersebut, ada 8 juta warga Uighur. (Reuters/Shanghaiist/sha/c14/ami)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Gajah Sirkus Lepas Lalu Injak Pak Tua Ini, Begini Jadinya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler