Sudah sebulan sejak November lalu, Elok Dyah Messwati dan suaminya berada di Bali. Rencananya mereka akan tetap berada di Bali sampai akhir tahun.
Setelah memutuskan pensiun dini, mantan wartawan tersebut banyak melakukan perjalanan ke beberapa tempat di Indonesia, sekaligus untuk mengetahui situasi pariwisata saat ini.
BACA JUGA: Indonesia Kembali Berterima Kasih Sebesar-besarnya kepada China
"Saya tahun lalu sudah pergi ke Toba, Flores, Banjarmasin, Makassar, sehingga sekarang menjelang akhir tahun saya ingin mengetahui bagaimana situasi di Bali," kata Elok kepada wartawan ABC Indonesia Sastra Wijaya.
Dari beberapa daerah yang sudah dikunjunginya, Elok mengatakan Bali masih jauh dari pemulihan seperti yang direncanakan.
BACA JUGA: Omicron Mengancam, Australia Tak Mau Menyengsarakan Rakyat dengan Lockdown
"Keadaan masih sepi. Sering kali di vila yang saya tempati, kami hanya sendirian saja yang tinggal hari itu di sana," katanya.
"Seperti di daerah Ubud, memang di beberapa tempat sudah cukup ramai dengan kegiatan warga," ujarnya.
BACA JUGA: Perintah Tegas Irjen Panca Putra untuk Bawahannya, Tolong Disimak, Penting
"Namun turis masih sedikit. Mungkin karena biasanya memang turis domestik datang dan tinggal di kawasan seperti Kuta dan hanya pergi ke Ubud untuk wisata satu dua hari," kata Elok lagi.
Menurut data terbaru Badan Pusat Statistik Bali, jumlah turis asing ke Bali di tahun 2021 hingga bulan Oktober lalu hanya berjumlah 45 orang.
Bahkan di bulan Oktober, saat Bali pertama kali dibuka kembali untuk turis asing setelah 18 bulan ditutup akibat pandemi COVID-19, tercatat hanya ada dua turis asing yang datang.
Padahal menjelang akhir tahun, biasanya Bali menjadi tujuan favorit berlibur bagi turis asing, termasuk asal Australia. Peraturan yang menyebabkan pembatalan
Sejumlah laporan media asing, termasuk yang dikutip dari CNN Travel, menyebutkan turunnya minat turis asing ke Bali adalah karena warga asing harus mendapatkan visa yang harganya lebih mahal, melakukan tes PCR, serta aturan karantina hotel dan jarangnya jumlah penerbangan internasional.
Yenny Hartono, manajer Hotel dan Restoran Caldera di Kintamani mengatakan ia melihat peningkatan kegiatan ekonomi sejak Bali dibuka di pertengahan Oktober lalu, namun menurutnya situasi masih tidak menentu.
"Situasi masih naik turun. Tamu cukup baik [jumlahnya] ketika Lebaran lalu, namun kemudian turun drastis setelah adanya PPKM ketika kasus sedang tinggi-tingginya," ujar Yenny, yang baru mulai menangani hotel dengan 16 kamar vila dan sebuah restoran sejak bulan Juni lalu.
"Setelah pelonggaran kemarin sempat agak naik sedikit, namun menjelang akhir tahun ini setelah munculnya varian Omicron dan penetapan PPKM lagi, ada beberapa tamu yang membatalkan pesanan," kata Yenny kepada ABC.
Padahal menurut pengalamannya, masa liburan Natal dan Tahun Baru adalah masa di mana industri wisata di Bali biasanya mengalami lonjakan pemesanan akomodasi.
Yenny, yang pernah bekerja di restoran sebelum pandemi, mengatakan hal yang sulit diketahui saat ini adalah soal peraturan Pemerintah terkait COVID-19.
"Soal virus tidak begitu terasa di Kintamani dan kita juga sudah mempersiapkan diri dengan baik. Staf kita sudah 100 persen divaksinasi, dan kita sudah menjalankan prokes."
"Namun peraturan Pemerintah berdampak pada kedatangan tamu ... tiap kali ada perubahan pasti berdampak karena mereka yang mau datang akan berpikir ulang."
Ia mengatakan pihak manajemen hotel berharap kondisi akan lebih baik lagi di tahun 2022, selain mereka juga menyiapkan rencana saat nanti Bali dikunjungi lebih banyak turis.
"Pemilik hotel sudah berencana memperluas dengan 20 kamar lagi juga penambahan fasilitas lainnya," ujarnya. Turis domestik masih jadi harapan
Sementara itu, menurut I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, Ketua Badan Promosi Pariwisata di Kabupaten Badung, jumlah kedatangan wisatawan domestik ke Bali semakin meningkat.
"Saat ini, setiap hari lewat udara ada sekitar 11 ribu orang yang datang, di mana normalnya sebelum pandemi 20 ribuan orang," ujarnya kepada ABC.
"Untuk lewat darat, yang datang per hari sekarang ini adalah 10 ribu orang."
Gusti Rai mengatakan jumlah kedatangan turis domestik akan meningkat menjadi sekitar 20 ribu secara keseluruhan pada masa liburan Natal dan Tahun Baru.
"Secara umum 22 ribu orang masih kurang. Karena ada sekitar 146 ribu kamar penginapan di Bali.
"Jadi, saat ini tingkat hunian baru sekitar 35 persen, kita berharap bisa meningkat menjadi 50 persen dengan harapan bisa menutup biaya, kita belum berpikir mengenai keuntungan," tambahnya lagi.
Masih belum jelasnya apakah varian Omicron akan meningkatkan kasus COVID di Indonesia, menurut Gusti Rai, menjadi penyebab masih belum jelasnya kebijakan dari Pemerintah pusat.
Ia mengatakan dunia wisata berharap Pemerintah pusat akan segera mengaji kebijakan di tahun 2022.
"Penerapan PPKM di Bali rasanya tidak pas, karena Bali sejauh ini seluruhnya sudah hijau."
"Saya menyadari Pemerintah juga berada dalam keadaan sulit, seperti berlayar di tengah dua pulau karang, di satu sisi soal kesehatan dan di sisi lain soal ekonomi."
"Namun, kita harus belajar hidup bersama dengan COVID, dan juga belajar dari negara lain yang sudah membuka diri untuk kedatangan turis internasional, seperti Thailand yang tanpa harus menjalani karantina."
Ia juga berharap Pemerintah pusat bisa segera mengaji aturan terkait visa untuk turis asing, karena visa yang ada saat ini, menurutnya, membuat "tidak ada yang bisa datang". Berbisnis dalam situasi tidak normal
Di tengah situasi yang tidak menentu, Husin Daud, seorang wiraswasta, justru memanfaatkannya sebagai kesempatan untuk membangun bisnis baru di Bali.
Husin memutuskan untuk menjalankan bisnis vila dengan tiga kamar, setelah ia pindah sementara dari Yogyakarta.
Keluarganya juga memiliki dua hostel di Yogyakarta.
"Kita datang dengan semangat untuk melihat peluang. Situasi nantinya akan normal," ujar Husin yang baru berada di Bali selama tiga bulan.
"Namun dengan harga belum normal sekarang ini, situasinya menarik bagi kami."
"Misalnya kalau harga normal sebuah vila Rp1,5 juta sehari, sekarang harga tidak normal yang kita tawarkan adalah Rp900 ribu, margin keuntungan sudah ada, tapi tidak besar," kata Husin yang berasal dari Gorontalo.
Menurutnya pemesanan di vila miliknya selama bulan Desember sudah lumayan bagus, sejauh ini sudah terisi 20 hari.
"Dibandingkan di Yogyakarta, Bali masih jauh dari normal. Di Yogyakarta tingkat hunian dua hostel kami adalah di atas 90 persen," katanya lagi.
"Sejauh ini kita lihat lagi situasi setelah Tahun Baru. Pemesanan baru tampak sampai 2 Januari. Untuk setelah itu belum banyak."
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
BACA ARTIKEL LAINNYA... Israel Anggap Amerika Serikat Sudah Tidak Aman, Warganya Diminta Menjauh