Pariwisata Bisa Bangkit Kembali dengan Protokol Kesehatan Ketat

Selasa, 24 November 2020 – 12:15 WIB
Ilustrasi wisata Candi Prambanan. Foto: Natalia Laurens/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Pariwisata adalah salah satu sektor yang paling terdampak oleh pandemi covid-19.

Menurut Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Resto Indonesia (PHRI) Semarang Benk Mintosih, butuh penangan khusus pemda untuk menghidupkan kembali sektor pariwisata di masa pandemi ini.

BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Mayjen Dudung tak Gentar pada FPI, UAS Bela Habib Rizieq, Wapres Diminta Bergabung ke Petamburan

Dia mengatakan, masing-masing pemda harus menetapkan protokol kesehatan untuk tempat pariwisata dan mempromosikan kepada masyarakat atau calon pengunjung bahwa tempat pariwisata di wilayahnya aman.

“Seluruh pemda harus meyakinkan calon pengunjung bahwa tempat (wisata) ini aman dengan menerapkan aturan protokoler dengan ketat,” kata Benk dalam diskusi bertajuk Outlook Industri Pariwisata dalam UU Cipta Kerja yang digelar GoodMoney.id baru-baru ini.

BACA JUGA: Mbak Rerie: Bangkitnya Pariwisata Diharapkan Mampu Menjawab Tantangan Bangsa

Dia optimistis, dengan melakukan upaya itu, tempat-tempat pariwisata bisa kembali hidup.

Alasannya, karena masyarakat saat ini di satu sisi ingin sekali pergi berlibur setelah berbulan-bulan terpaksa tidak bisa ke mana-mana karena wabah. Tetapi di sisi lain, mereka takut akan tertular virus corona.

BACA JUGA: Pariwisata Bangkit dengan Cepat di Daerah yang Disiplin Menerapkan Protokol Kesehatan

Benk mengatakan, kepercayaan akan rasa aman dari covid-19, saat ini, menjadi faktor yang mutlak dimiliki setiap calon pengunjung tempat pariwisata.

Kepercayaan itu, menurut Benk harus dibangun melalui promosi oleh setiap pemda.

“Seluruh dinas pemerintah harus berlaku (berperan) dua sisi sekaligus. Satu, setiap dinas harus menjadi dinas pariwisata. Kedua, setiap dinas harus jadi satgas covid,” tutur Benk memberi masukan.

Selama wabah, banyak pelaku usaha di sektor pariwisata yang babak belur terkena dampak.

Untuk itu, Benk menilai diperlukan stimulus berupa subsidi listrik dan pajak dari pemerintah bagi pelaku usaha di sektor pariwisata.

“Kalau usaha pariwisata itu paling besar pengeluarannya di listrik, kemudian pajak. Minimal harus ada stimulan berkelanjutan untuk itu,” ujar Benk.

Sementara itu, Pengamat Industri Pariwisata, Muslim Jayadi, mengatakan UU Cipta Kerja urgen dihadirkan pada masa sekarang di tengah perekonomian Indonesia terdampak covid-19, demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan akan memiliki dampak pada sektor pariwisata.

“Sekarang (masa pandemi) inilah saat yang tepat disahkannya UU Cipta Kerja. Karena untuk menaikan pertumbuhan ekonomi perlu pertumbuhan investasi. Dalam UU Cipta Kerja perizinanan investasi dimudahkan supaya investasi meningkat” kata Jayadi.

Poin kemudahan perizinan itu memberikan daya tarik bagi investor untuk berinvestasi di Indonesia.

Jayadi optimistis, sudah pasti ada yang ke sektor pariwisata dari sekian investor, yang sudah siap menanamkan modal di Indonesia setelah disahkannya UU Cipta Kerja.

Lebih jauh Jayadi menyampaikan, UU Cipta Kerja juga memberikan dampak positif pada pelaku UMKM di sektor wisata.

“Setiap pengusaha pariwisata diwajibkan mengembangkan kemitraan dengan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan,” kata Jayadi mengutip Pasal 26 ayat (1) poin (f) UU Cipta Kerja.


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler