SURABAYA - Pertumbuhan industri pariwisata Jatim masih belum menemui kenaikan yang signifikan. Sektor tersebut diprediksi bakal tumbuh 7-10 persen. Target tersebut seurpa dengan pertumbuhan tahun in yakni sekitar 7-13 persen.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jatim Jarianto mengatakan, pertumbuhan industri pariwisata di Jatim tahun ini cukup menjanjikan. Secara nilai, Kontribusi sektor pariwisata terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim hingga triwulan III sudah mencapai Rp 55,75 triliun. Raihan tersebut tumbuh 13,35 persen dibanding kontribusi PDRB tahun lalu yang senilai Rp 49,115 triliun.
Soal wisatawan, lanjut dia, objek Jatim memang masih didominasi wisatawan domestik. Hingga Oktober, wisatawan yang masuk ke Jatim sudah mencapai 25,87 juta jiwa. Raihan tersebut tumbuh 12,4 persen dari angka tahun lalu sebanyak 23 juta jiwa. "Objek wisata yang dikunjungi wisatawan domestik kebanyakan ya wisata religi. Misalnya, makam Sunan Bonang di Tuban," jelasnya.
Di sisi lain, wisatawan mancanegara hingga oktober masih di angka 160 ribu jiwa. Hanya naik 7,02 persen dibanding capaian 2011 sebesar 150 ribu jiwa. "Karena memang destinasinya tak banyak. Yang paling terkenal Gunung Bromo. Sedangkan wisatawan memang kebanyakan dari Asia seperti Malaysia, Singapura, Tiongkok, dan Taiwan," ujar dia.
Dengan situasi tersebut, pihaknya optimistis memenuhi target total 30 juta wisawatan Jatim pada 2012. Salah satu faktor adalah momen liburan akhir tahun. Pada momen tersebut, wisata religi yang biasanya dominan bakal berganti ke daerah wisata komersial seperti Malang atau Batu.
Jarianto mengatakan, pertumbuhan wisatawan 2013 diprediksi mencapai 7-10 persen. Untuk mencapai target tersebut, Jarianto berencana melakukan beberapa upaya. Misalnya, perbaikan infrastruktur pada objek-objek wisata. Atau, melakukan agenda promosi Majapahit Travel Fair (MTF) dengan skala yang lebih besar. "Untuk MTF 2013, kami rencanakan mengundang 20 negara," tambahnya.
Selain itu, Jarianto mengaku sedang mengusulkan adanya klasifikasi objek wisata di Jatim. Dalam usul tersebut, objek wisata bakal dibagi menjadi tiga kelas yakni kelas lokal, nasional, dan internasional. "Dengan pengelompokan tersebut, rencana investasi dan promosi bisa lebih terarah dan efisien," jelasnya.
Namun, pertumbuhan sektor pariwisata Jatim rupanya belum memuaskan pihak pengusaha yang terkait. Salah satunya, pengusaha hotel. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim Muhammad Soleh menjelaskan, pertumbuhan sektor Industri tak sebanding dengan pertumbuhan usahanya.
Dia merinci, pertumbuhan wisatawan saat ini ada di angka 10 persen. Padahal, suplai kamar hotel di Jatim sudah bertumbuh 30 persen. Tentu saja, hal tersebut berpotensi menyebabkan okupansi hotel secara umum turun. "Bahkan, persaingan hotel di Surabaya dimana banyak hotel tumbuh sudah sampai ke tahap perang harga. Karena, di Surabaya pun pertumbuhan wisawatan Cuma 10 persen," jelasnya.
Dia menyayangkan situasi tersebut. Pasalnya, Jatim merupakan salah satu provinsi dengan potensi pariwisata terbesar. "Saat ini, di Jatim ada 700 objek wisata. Banyak dari objek itu yang berpeluang besar menarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara," jelasnya.
Namun, lanjut Soleh, objek-objek tersebut belum mempunyai fasilitas yang mencukupi bagi wisatawan. Mulai dari aksesibilitas, infrastruktur, hingga failitas hiburan bagi para wisatawan yang sedang berkunjung. "Kalau masalah pertumbuhan memang meningkat. Tapi pertumbuhan industri hotel jauh lebih pesat," imbuh dia.
Soleh berharap, pihak pemerintah bisa lebih aktif lagi mempromosikan objek-objek wisata di Jatim. Misalnya, membuat event MICE (pertemuan atau pameran) tingkat nasional maupun internasional. "Selain itu, perlu juga kemudahan investasi pada pengusaha-pengusaha yang tertarik mengembangkan industri pariwisata di Jatim," katanya. (bil)
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jatim Jarianto mengatakan, pertumbuhan industri pariwisata di Jatim tahun ini cukup menjanjikan. Secara nilai, Kontribusi sektor pariwisata terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jatim hingga triwulan III sudah mencapai Rp 55,75 triliun. Raihan tersebut tumbuh 13,35 persen dibanding kontribusi PDRB tahun lalu yang senilai Rp 49,115 triliun.
Soal wisatawan, lanjut dia, objek Jatim memang masih didominasi wisatawan domestik. Hingga Oktober, wisatawan yang masuk ke Jatim sudah mencapai 25,87 juta jiwa. Raihan tersebut tumbuh 12,4 persen dari angka tahun lalu sebanyak 23 juta jiwa. "Objek wisata yang dikunjungi wisatawan domestik kebanyakan ya wisata religi. Misalnya, makam Sunan Bonang di Tuban," jelasnya.
Di sisi lain, wisatawan mancanegara hingga oktober masih di angka 160 ribu jiwa. Hanya naik 7,02 persen dibanding capaian 2011 sebesar 150 ribu jiwa. "Karena memang destinasinya tak banyak. Yang paling terkenal Gunung Bromo. Sedangkan wisatawan memang kebanyakan dari Asia seperti Malaysia, Singapura, Tiongkok, dan Taiwan," ujar dia.
Dengan situasi tersebut, pihaknya optimistis memenuhi target total 30 juta wisawatan Jatim pada 2012. Salah satu faktor adalah momen liburan akhir tahun. Pada momen tersebut, wisata religi yang biasanya dominan bakal berganti ke daerah wisata komersial seperti Malang atau Batu.
Jarianto mengatakan, pertumbuhan wisatawan 2013 diprediksi mencapai 7-10 persen. Untuk mencapai target tersebut, Jarianto berencana melakukan beberapa upaya. Misalnya, perbaikan infrastruktur pada objek-objek wisata. Atau, melakukan agenda promosi Majapahit Travel Fair (MTF) dengan skala yang lebih besar. "Untuk MTF 2013, kami rencanakan mengundang 20 negara," tambahnya.
Selain itu, Jarianto mengaku sedang mengusulkan adanya klasifikasi objek wisata di Jatim. Dalam usul tersebut, objek wisata bakal dibagi menjadi tiga kelas yakni kelas lokal, nasional, dan internasional. "Dengan pengelompokan tersebut, rencana investasi dan promosi bisa lebih terarah dan efisien," jelasnya.
Namun, pertumbuhan sektor pariwisata Jatim rupanya belum memuaskan pihak pengusaha yang terkait. Salah satunya, pengusaha hotel. Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jatim Muhammad Soleh menjelaskan, pertumbuhan sektor Industri tak sebanding dengan pertumbuhan usahanya.
Dia merinci, pertumbuhan wisatawan saat ini ada di angka 10 persen. Padahal, suplai kamar hotel di Jatim sudah bertumbuh 30 persen. Tentu saja, hal tersebut berpotensi menyebabkan okupansi hotel secara umum turun. "Bahkan, persaingan hotel di Surabaya dimana banyak hotel tumbuh sudah sampai ke tahap perang harga. Karena, di Surabaya pun pertumbuhan wisawatan Cuma 10 persen," jelasnya.
Dia menyayangkan situasi tersebut. Pasalnya, Jatim merupakan salah satu provinsi dengan potensi pariwisata terbesar. "Saat ini, di Jatim ada 700 objek wisata. Banyak dari objek itu yang berpeluang besar menarik wisatawan baik domestik maupun mancanegara," jelasnya.
Namun, lanjut Soleh, objek-objek tersebut belum mempunyai fasilitas yang mencukupi bagi wisatawan. Mulai dari aksesibilitas, infrastruktur, hingga failitas hiburan bagi para wisatawan yang sedang berkunjung. "Kalau masalah pertumbuhan memang meningkat. Tapi pertumbuhan industri hotel jauh lebih pesat," imbuh dia.
Soleh berharap, pihak pemerintah bisa lebih aktif lagi mempromosikan objek-objek wisata di Jatim. Misalnya, membuat event MICE (pertemuan atau pameran) tingkat nasional maupun internasional. "Selain itu, perlu juga kemudahan investasi pada pengusaha-pengusaha yang tertarik mengembangkan industri pariwisata di Jatim," katanya. (bil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jalur Sumbar-Riau Padat Merayap
Redaktur : Tim Redaksi