Park Geun-hye Presiden Perempuan Pertama Korsel

Kamis, 20 Desember 2012 – 05:05 WIB
SEOUL - Untuk kali pertama sepanjang sejarahnya, Korea Selatan (Korsel) bakal memiliki seorang presiden perempuan. Hal ini terjadi setelah hasil penghitungan cepat pemilihan presiden (pilpres) Korsel yang berlangsung Rabu (19/12) memberikan kemenangan kepada Park Geun-hye, 60, capres Partai Saenuri, partai berkuasa saat ini.

Putri sulung mantan Presiden mendiang Park Chung-hee tersebut menang tipis atas rivalnya dari partai oposisi, Partai Demokrat Bersatu (Democratic United Party atau DUP), yakni Moon Jae-in. Hasil perhitungan suara resmi baru akan diumumkan oleh pemerintah Korsel hari ini (20/12).

Tetapi, sampai penghitungan 75 persen suara kemarin, Park masih unggul. Selisih perolehan suara dua capres yang bersaing memang tidak banyak. Para pengamat politik Korsel meramalkan bahwa Park hanya akan menang sekitar empat poin (empat persen) atas Moon.

Pemenang pilpres akan menjadi penguasa Cheong Wa Dae atau Istana Biru (kantor dan kediaman presiden Korsel di Kota Seoul) mulai Februari 2013. Saat itu, masa jabatan  Presiden Lee Myung-bak akan berakhir. Berdasar undang-undang, presiden Korsel hanya menjabat satu periode dan tak boleh mencalonkan diri lagi.

Stasiun televisi Korean Broadcasting System (KBS) melaporkan bahwa Park mengantongi 53 persen suara. Sedangkan Moon mendapatkan dukungan 47 persen suara. Lembaga survei lain mencatat bahwa Park yang menjadi capres dari Partai Saenuri (New Frontier Party) itu unggul dengan perolehan suara sekitar 50,1 persen. Sedangkan Moon hanya meraih  48,9 persen.

Namun, ada juga hasil hitung cepat yang menyebut Moon sebagai pemenang pilpres dengan keunggulan tipis. Misalnya, YTN meyatakan Moon sebagai pemenang setelah melakukan survei lewat telepon.

Meski begitu, Partai Saenuri menyambut gembira hasil hitung cepat yang memenangkan Park. Para petinggi dan anggota partai itu yang berkumpul di markas utamanya di Seoul bersorak-sorai. Meski hasil penghitungan resmi baru akan muncul setelah pukul 23.00 waktu setempat, mereka optimistis Park akan menggantikan posisi Lee Myung-bak sebagai presiden Korsel.

"Saya yakin (kemenangan) ini akan berjalan lancar," ungkap Kim Sung-joo, co-chairwoman tim sukses Park.

Optimisme yang sama juga ditunjukkan Kwon Young-se yang selama kampanye menjabat sebagai pimpinan staf tim sukses. Kendati begitu, dia belum berani mengklaim Park sebagai pemenang. Dia memilih untuk mengawasi proses penghitungan suara sembari menunggu pengumuman resmi dari pemerintah.

Kemarin para pendukung dan simpatisan Partai Saenuri berkumpul di luar kediaman Park di kawasan selatan Kota Seoul. Mereka meneriakkan nama tokoh yang masih lajang itu sambil melambai-lambaikan bendera nasional.

Mereka yakin Park bisa menjadikan Korsel lebih baik. Paling tidak, Korsel akan menjadi negara yang lebih membahagiakan sebagaimana slogan kampanyenya, Kebahagiaan Nasional. Apalagi, saat berkampanye, dia menjanjikan pertumbuhan ekonomi Korsel secara cepat.
Di tengah kebekuan musim dingin, antusiasme rakyat Korsel pada pilpres tetap tinggi. Mereka tak memedulikan hawa dingin yang menusuk tulang. Meski suhu udara di luar mencapai minus 10 derajat Celcius, angka kehadiran pemilih mencapai 75 persen. Angka tersebut jelas lebih baik daripada pilpres 2007 yang hanya diikuti oleh sekitar 63 persen pemilih.

Jika Partai Saenuri riang menyambut hasil penghitungan cepat, tidak demikian dengan DUP. Partai yang mengusung Moon sebagai capres itu memilih diam dan menunggu hasil resmi. "Hasil hitung cepat menyebut kami tertinggal. Tapi, kami tetap punya harapan (untuk menang). Sebab, selisih perolehan suaranya masih berada dalam margin," kata Jin Sung-mee, jubir DUP.

Meski bersaing ketat memperebutkan kursi yang akan ditinggalkan Lee pada Februari mendatang, Park dan Moon sebenarnya memiliki misi politik yang tidak jauh berbeda. Dua tokoh yang terpaut usia satu tahun itu sama-sama mengedepankan demokratisasi ekonomi. Mereka berjanji akan menghapuskan jurang si kaya dan si miskin di Korsel.

Park dan Moon pun berjanji untuk memperluas lapangan pekerjaan. Mereka juga akan berusaha keras meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tapi, Moon jauh lebih agresif dalam mewujudkan ambisinya untuk menjadi pemimpin.

Dalam berbagai kesempatan, dia menyatakan keinginannya untuk mengakhiri dominasi konglomerasi (chaebol) dalam ekonomi dan pemerintahan di Korsel. "Ini satu-satunya cara untuk mengubah dunia," terang Moon soal chaebol sesaat setelah dia mencoblos di Tempat Pemungutan Suara (TPS) Kota Busan kemarin pagi.

Dia mengatakan bahwa pilpres kali ini bertalian erat dengan kehidupan masyarakat, demokrasi ekonomi, kesejahteraan, dan perdamaian. Dia dan Park sama-sama berpandangan moderat soal hubungan Korsel dan tetangganya, Korut.

Jika terpilih, Moon berjanji akan mengalirkan kembali bantuan untuk rakyat Korut tanpa syarat. Politikus 59 tahun itu menentang keras kebijakan Lee soal bantuan untuk Korut yang dia sebut tidak humanis. Dia juga berjanji akan menemui penguasa Korut Kim Jong-un dan membicarakan masa depan dua negara.

Sementara itu, bagi Park, kembali ke Istana Biru akan menjadi semacam nostalgia. Para periode 1961-1979, dia sempat menghuni gedung tersebut. Ketika itu, dia berstatus sebagai anak Presiden Park Chung-hee. Lantas, pada 1974, dia berperan sebagai ibu negara (first lady) setelah sang ibu, Yuk Young-soo, tewas di tangan pria bersenjata yang sedianya hendak membunuh sang ayah.

Meski kepemimpinan sang ayah menuai protes karena bergaya diktator, Park berjanji tidak akan menerapkan gaya kepemimpinan sama. Sebaliknya, dia akan menghadirkan pemerintahan yang mengayomi.

"Seperti seorang ibu yang mengabdikan dirinya untuk keluarga, saya akan menjadi presiden yang mempedulikan kalian satu per satu," tandas dia.(AP/AFP/RTR/hep/dwi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hadiri Peringatan Mertua, Istri Penguasa Korut Hamil Tua

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler