jpnn.com, JAKARTA - Pemerhati isu-isu global dan strategis, Prof Dubes Imron Cotan mengungkapkan partai politik (parpol) baru atau parpol non-parlemen dihadapkan pada pertarungan elektoral yang sengit melawan parpol-parpol yang sudah eksis sebelumnya.
Sementara ceruk suara pemilih semakin menyempit pada kisaran 15 persen, berdasarkan temuan Kompas.
BACA JUGA: Seluruh Parpol Telah Serahkan Berkas Perbaikan Bakal Caleg ke KPU
Imron menjelaskan bahwa untuk bisa merebut dukungan pemilih dan lolos electoral threshold, parpol baru dan parpol non-parlemen ditantang untuk bisa menghadirkan gagasan-gagasan baru dan segar, seraya menawarkan solusi bagi persoalan yang dihadapi Generasi Milenial dan Generasi Z, yang jumlahnya sekitar 50 persen dari 206 juta pemilih.
Penonjolan tokoh lokal berwawasan nasional dan global juga penting untuk memecah dominasi elite politik yang tertumpuk di kota-kota besar di Pulau Jawa. Kontestasi 2024 membuka peluang tersebut.
BACA JUGA: Parpol Pendukung Punya Waktu 7 Bulan untuk Meningkatkan Elektabilitas Ganjar Pranowo
"Hal penting yang perlu dicatat adalah Generasi Milenial dan Generasi Z, terdeteksi tidak memiliki pilihan ideologi yang "fixed", selain terpaku pada gadget. Jika mampu menarik dukungan generasi muda tersebut memanfaatkan gadget, parpol baru memiliki potensi untuk menyundul eksistensi parpol yang telah lahir lebih dahulu," ujar Prof. Imron pada Webinar Nasional Moya Institute bertema "Tantangan dan Peluang Parpol Baru pada Pemilu 2024", Jumat (21/7).
Sekretaris Jenderal Partai Gelora Mahfudz Siddiq mengemukakan, ada konsekuensi yang diterima parpol baru dengan dtetapkannya secara bersamaan antara Pilpres dan Pileg tahun 2024.
BACA JUGA: KPU Pertanyakan Kapan Parpol Perbaiki Data Bacaleg?
Menurutnya, perhelatan yang digelar bersamaan waktunya itu membuat perhatian masyarakat secara besar lebih terkonsentrasi pada Pilpres dan meminggirkan isu tentang siapa saja yang akan lolos ke parlemen melalui Pileg.
“Parpol yang punya capres lebih diuntungkan sebab dapat mendongkrak elektabilitas partainya, berbeda dengan parpol baru. Hal ini menuntut upaya ekstra parpol baru untuk melakukan sosialisasi. Salah-satunya caranya memang ikut-ikutan meng-endorse capres tertentu,” ucap Mahfudz.
Ketua Harian Partai Perindo Tuan Guru Bajang Zainul Mazdi menyebut di tengah berbagai tantangan yang ada, parpol baru masih memiliki peluang dan kesempatan besar untuk dapat lolos ke parlemen atau meraih kursi di DPR.
“Contoh partai saya sendiri Perindo yang dalam 1,5 tahun terakhir mengalami elektabilitas naik dan itu terus meningkat hingga saat ini. Hal ini membuktikan penerimaan publik terhadap parpol baru terus ada. Apalagi Perindo menjalankan program-program yang langsung menyentuh kehidupan kalangan bawah, pungkas Zainul.
Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia Djayadi Hanan mengungkapkan, berdasarkan kajian sejak Pemilu 2024 ada tujuh faktor yang pengaruhi suara ke parpol yaitu mempunyai tokoh yang memayungi semua dapil; citra parpol; perputaran mesin parpol; kemampuan memahami peta persaingan antar-parpol; kharisma kandidat di tingkat lokal; menyadari karakteristik pemilih; dan efek Pemilu.
Djayadi menjelaskan, parpol yang baru sebaiknya tidak bergantung kepada satu strategi saja guna meraup suara, tetapi perlu ditunjang pula dengan strategi yang cocok untuk tingkatan lokal, dengan mengusung tokoh-tokoh lokal populer.
Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto menyampaikan, bagaimana pun dinamisnya konstestasi politik dan demokrasi tahun 2024, diharapkan pemilu berlangsung secara demokratis, damai, dan dewasa sekaligus menghadirkan pemimpin yang mumpuni.
“Parpol lama dan baru sama-sama memiliki tantangan dan peluang. Narasi baru yang diusung mereka akan memberikan dampak yang berbeda. Identifikasi isu menjadi hal yang paling utama untuk meyakinkan pemilih,” imbuh Hery. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif