jpnn.com - Perkumpulan Kaipang adalah perkumpulan yg terdiri dari para pengemis.
Pendiri Perkumpulan Kaipang, adalah seorang tanpa nama dengan jurus tanpa bentuk dari sekumpulan orang-orang miskin, menderita, dan tertindas.
BACA JUGA: Partai Buruh Mau Pakai JIS saat May Day, Politikus Gerindra Ini Menentang
Sebuah kisah menceritakan bahwa pendiri Partai Kaipang adalah seorang bangsawan yang sengaja menyamar menjadi pengemis untuk menolong para rakyat yang menderita dan ditindas.
Prinsip dasar Perkumpulan Kaipang adalah menolong orang yang ditindas, dan mengetuk hati para orang berpunya dengan mengemis.
BACA JUGA: Hasto Ingatkan Para Elite Partai Politik Soal Wacana Tunda Pemilu 2024
Dari pertapaannya sebagai pengemis, tokoh ini mendapatkan pencerahan, sebuah ilmu silat baru, dengan jurus tanpa bentuk, yang gerakannya diambil dari gerak laku pengemis.
Karena para pengemis Kaipang ini membantu rakyat melawan perampok dan pasukan kerajaan yang sewenang-wenang, banyak bangsawan yang merasa simpati ikut lalu membantu mereka.
BACA JUGA: Fahri Hamzah: Partai Politik Sudah Kehilangan Jiwa
Anggota Partai Kaipang dapat dengan mudah dikenali, karena mereka akan selalu memakai pakaian lusuh yang kotor khas gembel, sambil membawa sebatang tongkat kayu sebagai senjata mereka.
Tongkat tersebut dikenal dengan nama "Tongkat Pemukul Anjing", sekali pukul si anjing langsung melolong kesakitan dan akhirnya mati.
Kisah para pendekar pengemis dari Partai Kaipang itu sangat populer dalam film silat yang ditulis oleh Chin Yong.
Karya Yong yang paling terkenal adalah trilogi The Legend of The Condor Heroes, The Return of The Condor Heroes dan Heaven Sword and Dragon Sabre.
Guo Jing tokoh utama dalam The Legend of The Condor Heroes ialah seorang patriot yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya.
Lalu, ada Yang Guo dikisahkan sebagai seorang pendekar yang lebih mementingkan keluarga di atas segalanya.
Namun, di antara para pendekar itu ada juga beberapa pendekar gelandangan, seperti Zhou Bo Tong (Cioe Pek Thong) dan Ang Cit Kong, yang sangat berbeda penampilannya dari para pendekar konvensional.
Mereka adalah pendekar-pendekar dari kalangan pengemis dengan tampilan khas pengemis, tetapi punya jurus khas yang mematikan.
Para pendekar seperti Zhou Bo Tong dan Ang Cit Kong senantiasa tampil sederhana. Tampang mereka cenderung awut-awutan dan baju mereka tampak lusuh.
Mereka juga bersikap senantiasa rendah hati bahkan kerap cenderung diremehkan oleh orang-orang yang tidak mengenal mereka.
Namun, keahlian mereka dalam bersilat tidak dapat diremehkan. Kehebatan mereka di dunia persialatan sudah dikenal dan sangat disegani.
Andalan utama pendekar gembel itu dikenal sebagai Jurus 18 tapak naga. Ada juga jurus khas yang disebut sebagai ilmu tongkat pemukul anjing sebagai jurus khas milik Partai Pengemis.
Bagi partai pengemis ilmu tongkat pemukul anjing adalah jurus khas yang wajib mereka kuasai.
Ketua partai pengemis ini secara simbolis harus memiliki Tongkat Pemukul Anjing sebagai senjata andalan.
Anggota Partai Pengemis terdiri atas para fakir miskin yang menggantungkan hidupnya dari belas kasih orang lain.
Sebagaimana partai lain, mereka punya atribut yang dikenakan sebagai kostum khas, yaitu baju lusuh yang penuh dengan tambalan, tongkat kayu seukuran tinggi badan, dan wadah mangkuk kecil untuk meminta-minta, dan sekaligus dipakai juga untuk wadah makan.
Karena tidak bergerak di dunia politik, para pengemis yang bergabung di partai ini tidak mempunyai motivasi untuk meraih jabatan tertentu di pemerintahan. Partai ini hanya menjadi media untuk silaturahmi dan konsolidasi.
Jika ada pengemis yang dianiaya oleh orang luar partai, pengemis yang lain wajib membela. Sesama anggota partai, para pengemis punya solidaritas yang tinggi dan sesame anggta menganggap sebagai saudara.
Capaian tertinggi anggota partai adalah mewarisi jurus pamungkas yang dikuasai pucuk pimpinan partai yaitu jurus tongkat pemukul anjing.
Jurus ini tidak sembarangan. Karena dianggap jurus ampuh yang rahasia, hanya elite partai saja yang berhak mempelajari dan menguasainya.
Pada masa-masa perjuangan kemerdekaan di Indonesia pernah ada kelompok yang hampir sama dengan kelompok Kaipang ini.
Bedanya, kelompok itu benar-benar bergerak di ranah politik. Pada 1919, di Semarang, sekelompok orang miskin yang terdiri dari buruh dan pengangguran membentuk Sarekat Kere.
Organisasi ini dibentuk oleh beberapa pimpinan Serikat Islam dengan misi menghimpun orang-orang yang sangat miskin dan tidak punya harta. Mereka datang dari berbagai kalangan suku dan ras.
Dari Sarekat Kere inilah dihimpun gembel-gembel, baik pribumi maupun keturunan.
Mereka berkumpul secara berkala dan mendapatkan pendidikan politik dan dilatih untuk memahami isu-isu sosial.
Karena organisasi ini didirikan oleh para gembel maka anggotanya pun terdiri atas para gembel yang miskin. Para pengurusnya pun dari kalangan gelandangan dan gembel.
Organisasi ini muncul dari sayap radikal Sarekat Islam. Karena mereka dilatih untuk melakukan gerakan radikal maka partai ini sangat ditakuti oleh penguasa dan para tuan tanah.
Sarekat Kere bisa dengan mudah mengorganisasikan demonstrasi atau gerakan mogok dan boikot. Sarekat Kere melakukan gerakan mirip gerakan buruh modern zaman sekarang.
Sarekat Kere membuat Sarekat Islam lambat laun menjadi lebih berhaluan kiri. Muncul dikotomi SI merah dan SI putih. Selang beberapa tahun setelah kelahirannya, SI di kota Semarang ini bahkan bertransformasi menjadi Partai Komunis.
Partai ini adalah partai komunis terbesar dan pertama di Asia. Partai ini pula yang menjadi embrio Partai Komunis Indonesia (PKI).
Tahun-tahun berikutnya, berpuluh partai politik lahir. Partai pada masa-masa itu lahir sebagai media konsolidasi dan perlawanan terhadap penguasa kolonial.
Meski berbeda ideologi dan platform, namun partai-partai itu sama-sama punya peranan penting di pergerakan menuju kemerdekaan.
Ada partai yang kooperatif dengan kolonial, adapula yang memilih jalan konfrontasi.
Para pendiri bangsa seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, dan lain-lain, juga punya jalan pergerakan masing-masing dengan mendirikan bermacam-mavam partai.
Sejauh itu hanya Sarekat Kere yang secara khusus mendeklarasikan diri sebagai partai khusus orang miskin, pengemis, dan gelandangan.
Setelah masa kemerdekaan, dan kemudian di era partai bebas setelah reformasi puluhan partai politik bermunculan. Hampir semuanya mengeklaim sebagai partai yang memperjuangkan kepentingan wong cilik.
Partai-partai baru itu umumnya didirikan oleh orang-orang kaya dari kalangan taipan, konglomerat, dan oligark politik.
Mereka tidak pernah merasakan secara langsung hidup sebagai kaipang atau gembel, tapi dalam pidato-pidatonya yang penuh retorika selalu mengklaim sebagai partai wong cilik.
Di antara puluhan partai yang berharap akan berkompetisi pada 2024 nanti, ada partai-partai pinggiran yang tidak punya modal dan hanya berbekal idealisme perjuangan saja. Partai Buruh pimpinan Said Iqbal bisa dimasukkan dalam kategori ini.
Ada juga partai yang mendapat kucuran dana dari taipan dalam jumlah besar sehingga mempunyai fasilitas dan biaya operasional yang lebih dari cukup untuk menjalankan operasionalisasi partai.
Ada juga partai yang tiba-tiba muncul dan sudah mengantongi izin dari pemerintah.
Partai Mahasiswa mengagetkan banyak orang karena muncul dengan mengeklaim sebagai partai mahasiswa.
Tokoh-tokoh gerakan mahasiswa mengecam partai ini dan menganggapnya sebagai partai siluman.
Di antara puluhan partai itu, belum ada yang menyebut diri Partai Kaipang ala Guo Jing yang beranggotakan pengemis dan gelandangan.
Nakun, dalam praktiknya di antara partai-partai itu banyak yang menjadi Partai Kaipang dalam artian harfiah menjadi partai pengemis.
Partai kaipang ini dibentuk asal-asalan yang penting lolos verifikasi lalu dapat anggaran dari negara. Ada juga partai kaipang yang didirikan oleh penguasa untuk memecah gerakan oposisi seperti gerakan mahasiswa.
Partai semacam ini layak disebut sebagai partai pengemis atau partai gembel yang sesungguhnya. (*)
Redaktur : M. Kusdharmadi
Reporter : Cak Abror