JAKARTA - Pengamat politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan dalam sejumlah literatur ditemukan bahwa partai politik (Parpol) itu sama dengan setan, tapi dibutuhkan dalam konteks berdemokrasi. Kalau saja demokrasi bisa saja menemukan formulasi baru, maka partai politik yang sama dengan setan itu tidak diperlukan lagi.
"Sejumlah literatur menyebutkan partai itu sama dengan devil (setan) yang dibutuhkan negara untuk kehidupan berdemokrasi," kata Burhanuddin Muhtadi, dalam acara dialektika demokrasi bertema "Bersih-bersih Partai", di press room DPR, gedung Nusantara III, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (14/2).
Karena begitu sangat tergantungnya demokrasi terhadap partai itu, maka negara memberikan kewenangan yang cukup besar bagi partai politik yang dalam banyak kasus kewenangan yang besar itu disalahgunakan oleh partai politik.
"Jabatan apa saja, ingin jadi presiden, gubernur, bupati dan walikota semua harus melalui partai. Begitu juga sejumlah jabatan di yudikatif dan dilegislatif sendiri, juga harus ada rekomendasi dari partai," ujar Burhanuddin.
Kewenangan partai yang sangat besar itu dalam prkateknya tidak diikuti oleh akuntabilitas yang memadai dari internal partai. "Yang terjadi hanyalah praktek korupsi. Dalam kontek ini, ada benarnya juga partai itu sama dengan setan," tegas dia.
Terkait dengan kondisi partai politik yang menjadi setan saat ini, Burhanuddin menyarankan ada dua cara untuk membenahinya. Pertama berantas praktek korupsi di hulunya.
"Negara mestinya berkewajiban membatasi setiap sumbangan yang diberikan untuk partai sebagaimana yang sudah dilakukan oleh sekitar 132 negara demokrasi di dunia," ungkap Burhan.
Termasuk membatasi sumbangan yang diberikan oleh kadernya sendiri, karena tanpa pembatasan sumbangan dari kader maka para kader yang minim uang tapi kuat visi kenegarawanannya akan tenggelam, imbuh dia.
"Partai oleh kader yang padat modal itu akan mereka jadikan sebagai alat untuk memuluskan praktek bisnisnya dengan cara menitipkan pasal-pasal yang menguntungkjan bisnis mereka sendiri.
Kedua lanjutnya, pengawasan masyarakat terhadap partai harus tetap didorong karena masyarakat itulah nantinya yang akan menentukan nasib suatu partai. "Jangan biarkan masyarakat imun terhadap tingkah-laku partai karena sikap imun itu bisa membahayakan kondisi bangsa dan negara ini secara keseluruhan," tegas Burhanuddin Muhtadi. (fas/jpnn)
"Sejumlah literatur menyebutkan partai itu sama dengan devil (setan) yang dibutuhkan negara untuk kehidupan berdemokrasi," kata Burhanuddin Muhtadi, dalam acara dialektika demokrasi bertema "Bersih-bersih Partai", di press room DPR, gedung Nusantara III, komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (14/2).
Karena begitu sangat tergantungnya demokrasi terhadap partai itu, maka negara memberikan kewenangan yang cukup besar bagi partai politik yang dalam banyak kasus kewenangan yang besar itu disalahgunakan oleh partai politik.
"Jabatan apa saja, ingin jadi presiden, gubernur, bupati dan walikota semua harus melalui partai. Begitu juga sejumlah jabatan di yudikatif dan dilegislatif sendiri, juga harus ada rekomendasi dari partai," ujar Burhanuddin.
Kewenangan partai yang sangat besar itu dalam prkateknya tidak diikuti oleh akuntabilitas yang memadai dari internal partai. "Yang terjadi hanyalah praktek korupsi. Dalam kontek ini, ada benarnya juga partai itu sama dengan setan," tegas dia.
Terkait dengan kondisi partai politik yang menjadi setan saat ini, Burhanuddin menyarankan ada dua cara untuk membenahinya. Pertama berantas praktek korupsi di hulunya.
"Negara mestinya berkewajiban membatasi setiap sumbangan yang diberikan untuk partai sebagaimana yang sudah dilakukan oleh sekitar 132 negara demokrasi di dunia," ungkap Burhan.
Termasuk membatasi sumbangan yang diberikan oleh kadernya sendiri, karena tanpa pembatasan sumbangan dari kader maka para kader yang minim uang tapi kuat visi kenegarawanannya akan tenggelam, imbuh dia.
"Partai oleh kader yang padat modal itu akan mereka jadikan sebagai alat untuk memuluskan praktek bisnisnya dengan cara menitipkan pasal-pasal yang menguntungkjan bisnis mereka sendiri.
Kedua lanjutnya, pengawasan masyarakat terhadap partai harus tetap didorong karena masyarakat itulah nantinya yang akan menentukan nasib suatu partai. "Jangan biarkan masyarakat imun terhadap tingkah-laku partai karena sikap imun itu bisa membahayakan kondisi bangsa dan negara ini secara keseluruhan," tegas Burhanuddin Muhtadi. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Periksa Mentan Senin Depan
Redaktur : Tim Redaksi