jpnn.com - JAKARTA - Keputusan pemerintah memasukkan pasal tentang hukuman bagi penghina kepala negara dalam rancangan undang-undang (RUU) KUHP terus menggulirkan perdebatan. Wakil Ketua Komisi III, Desmond J Mahesa yang termasuk dalam barisan penentang pasal anti-penghinaan kepala negara, menyebut pemerintah bakal melanggar konstitusi jika aturan yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) itu dihidupkan lagi.
Desmond menuturkan, pasal anti-penghinaan terhadap kepala negara dalam KUHP sebenarnya berasal dari warisan kolonial. Sebab, awalnya pasal itu adalah untuk menjerat para penghina Ratu Belanda.
BACA JUGA: Masa Peraturan Dana Desa saja Tak Bisa Diperjelas?
"Kita kan dapat pasal ini dari belanda. Dalam hal ini, pasal ini kan antara perlu dan tidak perlu. Tapi, pasal ini yang paling signifikan, sudah dibatalkan oleh MK,” kata Desmond kepada wartawan, Jumat (7/8)
Menurutnya, MK pada 2006 sudah membatalkan pasal penghinaan terhadap kepala negara yang tercantum di KUHP. “Kalau sudah dibatalkan MK, kesimpulannya pasal ini melanggar UUD. Jadi kenapa harus dihidupkan lagi?” kata politikus Gerindra itu.
BACA JUGA: Bulog Akui Banyak Raskin Berkualitas Buruk
Mantan aktivis demokrasi di era Orde Baru itu pun memertanyakan pihak di pemerintah yang menginginkan pasal anti-penghinaan terhadap kepala negara dihidupkan lagi. Apakah dari keinginan Presiden Joko Widodo, atau memang karena inisiatif penyusun RUU KUHP.
"Kalau misalnya ada yang bicara bahwa ini kepentingan Jokowi, ini kan sesuatu yang tidak adil juga buat Jokowi. Harus ditanya ke para perancang, kenapa ini dimasukkan juga kalau sudah tahu melanggar UUD," tegasnya.(fat/jpnn)
BACA JUGA: Maksud Hati Menghormati Kiai NU, Jokowi Ngaku Malah Salah Kostum
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kapolri Pastikan Penyelenggaraan Haji Masih Aman-Aman Saja
Redaktur : Tim Redaksi