jpnn.com, JAKARTA - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menilai Pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam RUU Kesehatan jelas melanggar hukum.
Secara substansi, pengelompokkan tersebut menyamakan tembakau dengan barang ilegal jelas menyalahi perundangan.
BACA JUGA: Pemerintah Perlu Perangi Misinformasi soal Tembakau Alternatif Untuk Kurangi Perokok
Terlebih, tembakau merupakan komoditas strategis perkebunan dalam Undang-Undang No.39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan.
APTI menekankan dampak polemik regulasi ini bukan hanya kepada industri hasil tembakau (IHT) saja.
BACA JUGA: Hingga Maret 2023, BRI Life Bayarkan Klaim Rp 1,31 Triliun
"Industri mati, kami petani tembakau mati. Tembakau jelas komoditas legal. Kami kecewa, di saat kami sedamh menanam tembakau, diombang-ambingkan regulasi. Kalau kami tidak bisa menanam, kami mau seperti apa. Sampai saat ini, belum ada komoditi di musim kemarau yang pendapatannya seperti tembakau. Harusnya negara melindungi keberadaan kami, ini justru napas kami mau dihentikan," ujar Samukrah, Ketua DPC APTI Pamekasan, Selasa (30/5).
Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi), Heri Susianto menekankan bahwa industri selalu menaati setiap regulasi pertembakauan yang diterapkan pemerintah. Namun, pada praktiknya, IHT masih terus ditekan bukan diberikan perlindungan.
BACA JUGA: Kembangkan UMKM Nasional, Pegadaian Gelar Pelatihan
"Kami terus berupaya mengawal masa depan ekosistem pertembakauan. Jangan sampai pembuat kebijakan semena-mena, tidak melihat dan mendengarkan realita di lapangan," tutur Heri.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin, Edy Sutopo menilai menjaga eksistensi ekosistem pertembakauan menjadi urgensi saat ini.
IHT telah menjadi motor penggerak ekonomi nasional mengingat size economy-nya yang cukup besar.
"Walaupun single comodity, tapi ekosistem ini meliputi dari hulu ke hilir yang luar biasa. Dari penerimaan CHT saja, porsinya menyumbang 11 persen setiap tahunnya. IHT berhasil menggerakkan ekonomi lainnya termasuk memiliki efek sampai pada grassroot (petani)," kata Edy Sutopo yang turut menjadi salah satu narasumber dalam Silaturahmi Ekosistem Pertembakauan.
Ali Rido, Pengamat Hukum Universitas Trisakti berpandangan polemik Pasal Pengamanan Zat Adiktif dalam RUU Kesehatan jelas bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI).
Mengutip pandangan MK bahwa ekosistem pertembakauan adalah entitas yang legal maka dibutuhkan perlindungan seperti perlinduangan hukum dan pemenuhan.
Dari aspek materil, Ali Rido juga menuturkan bahwa rezim pengaturan narkotika, psikotropika dan minuman beralkohol, sesungguhnya telah memiliki rezim pengaturan sendiri, yakni UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan Perpres No 74 Tahun 2013. Dengan demikian, tidak tepat jika pengaturannya turut dimasukkan dalam RUU Kesehatan.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada