JAKARTA - Anggota DPD RI, AM Fatwa menyayangkan dicantumkannya kembali pasal penghinaan terhadap kepala negara dalam RUU KUHP. Menurutnya, hal tersebut adalah kemunduran bagi demokrasi Indonesia.
"Saya pikir step back ya, kalau kita mau mencantumkan kembali di dalam KUHP. Karena sudah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi," kata Fatwa saat ditemui di kantor KPU DKI, Jalan Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat, Selasa (9/4).
Bekas Wakil Ketua DPR RI tiu menambahkan, pasal penghinaan terhadap kepala negara berpotensi dimanfaatkan untuk membungkam kebebasan berpendapat. Pasalnya, sulit membedakan antara penghinaan dengan kritik.
"Mungkin saja orang mengkritik presiden itu sudah dianggap menghina, padahal ya memang presiden itu harus bisa dikritik," ujarnya.
Fatwa sendiri menilai kritik tidak selamanya negatif dalam sistem demokrasi. Ia menuturkan, kritik konstruktif yang didasari rasa tanggung jawab merupakan merupakan bentuk dukungan terhadap pemerintah. Hal ini sah dan dianggap sudah sejalan dengan nilai-nilai demokrasi.
"Nah, dukungan-dukungan itu bisa diberikan bukan hanya mendukung secara formal, tapi kritikan-kritikan konstruktif yang positif. Itu juga bentuk dukungan di negara dalam sistem Demokrasi," tandasnya. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Terpikat Konsep Rumah Sakit Berkamar Seribu
Redaktur : Tim Redaksi