Pasal RUU KUHP yang Menimbulkan Perdebatan, dan Polemik Terus Digodok

Kamis, 22 September 2022 – 22:38 WIB
Dialog Publik RUU KUHP. Foto dok Kominfo

jpnn.com, MANADO - Indonesia memerlukan sistem hukum nasional yang harmonis, sinergis, komprehensif, dan dinamis.

Salah satunya adalah dengan merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang saat ini sedang dilakukan oleh Pemerintah bersama DPR.

BACA JUGA: Charta Politika Sebut Elektabilitas Ganjar Memelesat, Lebih dari Prabowo dan Anies

Hal itu disampaikan oleh Direktur Informasi dan Komunikasi Politik Hukum dan Keamanan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (IKP) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Bambang Gunawan, Selasa (20/9).

“Upaya merevisi dan menyusun sistem rekodifikasi hukum pidana nasional yang bertujuan menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda, perlu segera dilakukan sehingga sesuai dengan dinamika masyarakat,” kata Bambang saat acara Dialog Publik RUU KUHP.

BACA JUGA: Soal Bansos BBM, BEM Nusantara: Solusinya Harus Diawasi Agar Tepat Sasaran

Dikatakan Bambang, pemerintah telah mulai merancang RUU KUHP sejak 1970. Namun, karena berbagai dinamika politik dan sosial, sampai saat ini belum terealisasi.

Dalam proses pembahasan terkini, beberapa pasal RUU KUHP yang menimbulkan perdebatan, dan polemik di masyarakat terus dimatangkan melalui berbagai diskusi yang melibatkan pihak termasuk masyarakat.

BACA JUGA: Bandara Internasional Kualanamu Perkuat Konektivitas Sistem Transportasi Nasional

“Pemerintah sudah menyerahkan draft terbaru RUU KUHP ke Komisi III DPR RI seusai Rapat Kerja dengan Komisi III DPR terkait Penyerahan Penjelasan 14 poin krusial dari Pemerintah pada 6 Juli 2022. Komisi III, dalam hal ini fraksi-fraksi, akan melihat kembali penyempurnaan naskah dari pemerintah,” jelas Bambang.

Sementara itu, Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi (MAHUPIKI), Yenti Garnasih berpendapat tujuan hukum pidana sejak awal adalah melindungi kepentingan negara, masyarakat, dan individu.

“Ini penting sekali ada di dalam asas-asasnya. Jangan juga kita mengatakan kenapa hukum mesti harus masuk ke kamar tidur kita? Di kamar tidur itu ada perkosaan, kohabitasi, dan ada yang lain-lain. Meskipun dirinya tidak merasa dirugikan, tidak ada yang dirugikan pribadinya, tetapi bagaimana dengan nilai dalam masyarakat?, tanyanya.

Dia menambahkan, Indonesia sudah merdeka sejak 77 tahun lalu, tetapi masih belum punya KUHP.

Oleh karena itu, dia berharap pemerintah, eksekutif, dan legislatif memikirkan masalah KUHP ini.

“Memang BBM, listrik, dan ekonomi itu penting, tetapi semua pembangunan-pembangunan itu  kalau ada pelanggaran-pelanggaran pidana, memerlukan penegakan hukum pidana, memerlukan kualifikasi-kualifikasi tindak pidana yang masih relevan untuk Indonesia yang sudah merdeka,” tegasnya.

Acara “Dialog Publik RUU KUHP” turut melibatkan perwakilan dari Lembaga Swadaya Masyarakat, kelompok pemuka agama, Aparat Penegak Hukum, Organisasi Masyarakat, akademisi, serta Badan Eksekutif Mahasiswa di wilayah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kominfo: Humas Pemerintah Harus Cermati Perkembangan Isu di Masyarakat


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler