Pasangan ''Bilateral'' Tim Lindsey-Julia Suryakusuma

Seminggu dalam Sebulan Mereka Kumpul di Cinere

Rabu, 25 Februari 2009 – 06:14 WIB

Konferensi Kerja Sama Australia-Indonesia yang berakhir beberapa hari lalu sukses mendekatkan hubungan kedua negaraSalah satu tokoh di balik konferensi adalah Profesor Tim Lindsey

BACA JUGA: Akhir Kejayaan Raja Kutai Modern Syaukani Hasan Rais (2-Habis)

Chairman Australia Indonesia Institute (AII) itu bahkan menyatukan Australia-Indonesia dalam rumah tangganya


FATHUR ROZI, Sydney


KECINTAAN Tim Lindsey kepada Indonesia terlihat pada kegemarannya memakai baju batik

BACA JUGA: Akhir Kejayaan Raja Kutai Modern Syaukani Hasan Rais (1)

Dalam berbagai kesempatan, baik saat di Australia maupun di Indonesia, laki-laki berkepala plontos itu sering mengenakan baju "identitas" Indonesia tersebut
Padahal, profesor di Universitas Melbourne itu mengaku mengenal negeri tetangga dekat negaranya ini karena "terpaksa".

Cerita itu berawal saat Tim masih duduk di bangku SMA

BACA JUGA: Saharuddin Daming, di Tengah Kegelapan Raih Doktor Bidang Hukum

Saat itu sekolah mengharuskan Timothy (nama panjang Tim) memilih satu di antara tiga bahasa asing pilihan, yaitu Prancis, Jerman, atau IndonesiaAwalnya Tim bingung memilih yang manaSaat masih menimbang-nimbang itulah, Jenny Lindsey, sang ibu, turun mengintervensi"Saya dilarang memilih bahasa Prancis dan JermanHarus Indonesia," kata Tim

Pilihan masuk kelas bahasa Indonesia itulah yang mengantarkan Tim punya kesempatan mengunjungi IndonesiaYakni, lewat program pertukaran pelajar Australia-IndonesiaDalam program itu, dia ditempatkan di Purwokerto, Jawa Tengah"Saya tinggal di keluarga angkat Doktor Wirya Atmaja di Purwokerto," ujar profesor ahli hukum Islam dan kemasyarakatan itu

Semula program tersebut membuatnya benar-benar shockSebab, baru kali itulah dia pergi ke luar negeriDia tidak punya referensi apa pun tentang budaya orang di luar AustraliaCara mandi orang Indonesia saja dia belum tahuWaktu pertama mandi di rumah keluarga angkatnya, pria kelahiran 12 Mei 1962 itu mencebur ke bak mandiDia mengira itu bath upSaat mandi, dia merasa aneh"Kok bath up ada ikannya ya," kata Tim lalu tertawa ngakak.

Selama tiga bulan tinggal dengan keluarga Wirya Atmaja, Tim mengaku sangat nyamanOrang asing seperti dirinya diterima dengan luar biasa baik, termasuk oleh warga sekitarnya"Orang Indonesia sangat ramah dan terbuka," ujarnya

Salah satu kesan yang tidak bisa Tim lupakan adalah saat hendak pulang ke kampung halaman di MelbourneSaat itu Tim diminta menyampaikan sambutan perpisahanNamun, gara-gara bahasa Indonesianya masih belepotan, Tim muda menjadikan acara perpisahan itu berlangsung ger-geranDi awal sambutan, dia mengatakan, "Bapak-bapak dan ibu-ibu, saya punya kemaluan besar sekaliPadahal, maksud saya mau bilang sangat malu." Kontan mereka yang hadir tidak kuasa menahan tawaSebagian bahkan memilih pergi karena tidak kuat melihat kekocakan bule itu

Rupanya, kenangan akan Indonesia terus membekas dan menumbuhkan cinta dalam dirinyaTim makin berminat mempelajari Indonesia, sehingga dia dikenal sebagai seorang Indonesianis terkemuka di AustraliaKini dia bahkan dipercaya menjadi pengajar pengetahuan tentang keislaman dan keindonesiaan untuk Polisi Federal Australia (AFP)"Saya menjelaskan bagaimana sesungguhnya Islam dan Indonesia itu," terangnya

Tim kini juga dikenal sebagai aktor penting di balik kemesraan hubungan Australia-IndonesiaSelama dua dekade, Australia Indonesia Institute (AII) yang kini dipimpinnya merintis dan mengembangkan berbagai program untuk merajut pengertian masyarakat kedua negaraMulai pendidikan, seni, kepemudaan, olahraga, maupun mediaAII telah melahirkan sekitar seribu alumnus program dari kedua negaraSebagian alumnus dari Australia ada yang memilih tinggal di Indonesia

Mungkin karena banyak bergaul dengan komunitas orang Indonesia itu pula, dia akhirnya berjodoh dengan wanita IndonesiaPertemuan pertama Tim (sebelumnya pernah menikah dengan warga Australia) dengan Julia Suryakusuma terjadi pada 28 Agustus 2005 dalam writer festival di Melbourne

Ketika bertemu Julia (saat itu berstatus janda dengan seorang anak dari suami yang meninggal) Tim pun terpikatDia berusaha mengambil hati perempuan Indonesia yang dikenal sebagai penulis buku ituJulia, 52, yang saat itu ikut mendampingi Tim punya kesan tentang awal-awal perkenalan mereka

"Supaya saya mau, kalau mengajak ketemu, dia berjanji menghadiahkan buku," kata Julia sambil menepuk bahu Tim dengan mesra

Setelah kenal tiga bulan, mereka pun memutuskan menikah secara Islam pada Oktober 2005Mereka pun mulai menjalani kehidupan sebagai pasangan suami-istri berbeda bangsaTim membawa tiga anak, Mimi, 12; Sami, 11; dan Nina, 7, dari perkawinan terdahuluDemikian pula Julia yang punya anak semata wayang Aditya Priyawardhana, 33

Keduanya juga punya dua rumah, satu di kawasan Cinere, Jakarta Selatan, dan satu lagi di kawasan Emerald, Melbourne.

Karena belum bisa menyatu di satu tempat secara permanen akibat kesibukan masing-masing, mereka pun saling berbagiTermasuk soal waktuPertemuan diatur bergantianSekitar satu minggu tiap bulan Tim berkunjung ke JakartaSebaliknya, sekitar sebulan sekali Julia yang juga dikenal sebagai sosiolog itu datang ke Australia"Karena itu, saya seperti setrikaFrekuensi penerbangan saya sangat tinggi," tambah Tim sambil memegang tangan istrinya

Menurut Tim, kebersamaan mereka sebagai suami-istri boleh dikatakan hanya 40 persenKemesraan banyak terjalin jarak jauhNamun, kata mereka, jarak itu justru menghadirkan romantisme"Kangen karena jarang ketemu kan lebih baik daripada sebel karena sering bareng," timpal Julia yang sering menulis di majalah Tempo edisi bahasa Inggris itu

Selama tiga tahun berumah tangga, Julia menyadari suaminya ternyata orang yang sangat paham dan amat mencintai IndonesiaDia bangga Tim juga mendalami Islam"Saya malah mungkin kalahTimlah yang mengukuhkan keindonesiaan dan keislaman saya," ungkap Julia memujiDia menganggap Tim sebagai pasangan yang mampu saling mengisi dan mengasah intelektual

Julia memang besar di EropaLahir di India, dia mengikuti ayahnya yang seorang diplomat tugas ke Inggris dan Jerman"Untunglah, ibu saya juga menanamkan jiwa Indonesia saya sebagai orang Sunda," kata pengarang buku Sex, Power, and Nation (2004) itu

Perjalanan rumah tangga mereka berjalan nyaris tanpa konflik budaya karena sama-sama bersikap terbukaMenurut Tim, orang Australia dan Indonesia sama-sama terbuka, santai, dan tidak terlalu formalDia lalu mencontohkan sikap egaliter Perdana Menteri Kevin RuddTermasuk saat berkenalan"Hai, saya Kevin dari QueenslandBukan hai, saya Kevin, perdana menteri Australia," ucap Tim menirukan Kevin Rudd yang berasal dari Partai Buruh itu

Indonesianis yang telah melahirkan sekitar seribu alumnus dari AII itu mengaku heran mengapa masih muncul mispersepsi di antara kedua warga negaraPadahal, persamaan orang Indonesia dan Australia itu sangat banyakOrang Australia lebih cocok dan dekat dengan orang Asia daripada dengan orang Eropa"Saya punya lima teman seperti saya (kawin dengan orang Indonesia)Keluarganya unik-unik," tambah Tim

Dari pengalaman itu, Tim menyarankan pemuda-pemuda Australia untuk secepatnya belajar tentang Indonesia"Jangan ditunda-tundaKalau sudah kenal, pasti nanti tidak mau pulang," katanya(el)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ke Universitas Al-Azhar ketika


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler