Tsou Tzung-Han tersenyum bahagia ketika mengingat kali pertama ia bertemu dengan suaminya.
"Sebelum pindah ke rumah sewa, pemilik rumah tersebut mengatakan ada pria tampan yang tinggal di sini, tapi dia suka lawan jenis," kata Tzung-Han.
BACA JUGA: Lebih dari 100 Pria Australia Ditangkap karena Menyimpan dan Berbagi Bahan Pornografi Anak
"Saya bilang, 'Tidak apa, saya juga perlu konsentrasi menulis disertasi.'
"Tapi lama kelamaan saya mulai suka sama dia. Kami menjadi dekat dan akhirnya bersama."
BACA JUGA: Indonesia Tolak Seruan PBB soal Penyelidikan Pelanggaran HAM di Papua
Pasangan itu menikah di Taipei pada November 2016. Pernikahan mereka resmi di hadapan negara setelah Taiwan melegalisasikan pernikahan sesama jenis di tahun 2019.
Keduanya akan dikaruniai seorang anak dengan menyewa rahim di negara lain, yang prosesnya mahal dan harus melalui prosedur logistik yang sulit, apalagi di tengah pandemi.
BACA JUGA: Kisah WNI Korban Banjir Australia: Bertahan di Atap dan Kehilangan Tempat Tinggal
Tzung-Han dan suaminya kemungkinan besar harus mengeluarkan biaya sebesar A$250,000 (sekitar Rp2 miliar).
Sayangnya, ini adalah satu-satunya cara bagi mereka untuk memiliki keturunan, karena meski pernikahan sesama jenis sah secara hukum, tidak demikian dengan mengadopsi anak.
Namun, ada kemungkinan hukum tersebut bisa berubah. Tidak sah secara hukum
Desember lalu untuk pertama kalinya di Taiwan, pengadilan keluarga mengizinkan pria untuk menjadi orangtua asuh sah atas anak yang suaminya adopsi sebelum menikah.
Undang-undang Taiwan mengizinkan individual lajang, baik penyuka sesama jenis atau tidak, untuk mengadopsi anak. Ini namun tidak berlaku bagi pasangan sesama jenis.
Pengecualian diberikan bagi salah satu pihak dalam pasangan yang adalah orangtua kandung anak yang bersangkutan.
Hal ini memaksa pasangan LGBT Taiwan untuk menyewa rahim atau membayar jasa teknologi reproduksi lainnya di negara lain.
Sekretaris jenderal Lembaga Advokasi Hak Keluarga LGBT, Li Hsuan-Ping mengatakan terdapat ratusan LGBT di Taiwan yang ingin menjadi orangtua.
Namun menurutnya, harga inseminasi buatan yang adalah sekitar A$48,000 (Rp495 juta) dan sewa rahim seharga A$287,000 (Rp2 miliar) menghambat mereka.
"Ada setidaknya 300 sampai 400 anak menunggu diadopsi setiap tahunnya, menurut data adopsi di Taiwan," ujar Li.
"Namun hanya 200 sampai 300 anak yang berhasil diadopsi, jadi bisa dibayangkan setiap tahunnya ada 100 anak yang tidak menemukan keluarga adopsi yang cocok."
Menurutnya, sangatlah penting untuk bisa mendukung anak-anak yang perlu diadopsi dan mencari cara agar setiap anak bisa menemukan keluarga yang cocok. Bisa mengasuh anak karena istri masih ada hubungan darah
Li Yi-Qi dan Tu Wei-Ling sudah hidup bersama selama hampir 10 tahun dan segera menikah ketika pernikahan sesama jenis disahkan.
Anak mereka, Jian Li-Xuan dan Jian Jia-Ying adalah anak dari pernikahan Wei-Ling yang sebelumnya dan kini duduk di bangku kelas 11 dan 10.
Karena Wei-Ling memiliki hubungan darah dengan anaknya, istrinya, Yi-Qi bisa mengajukan hak asuh secara hukum.
Namun karena prosesnya rumit dan kedua anaknya sudah hampir dewasa, mereka tidak berencana untuk menempuh jalur tersebut.
Kedua anak mereka memanggil Yi-Qi dengan nama panggilannya "Qi-Qi".
Bagi mereka, keluarga ada bukan karena ada-tidaknya ayah dan ibu, melainkan jika setiap anggota keluarga menyayangi, saling mendengarkan, dan percaya satu sama lain.
Jia-Ying mengatakan keluarga mereka merasa keluarga LGBT "lebih banyak kekuatannya daripada kelemahan".
"Tentu saja awalnya dianggap buruk, tapi saat kita punya identitas diri yang kuat, besarnya perhatian dunia pada keluarga kami bisa jadi spesial," ujarnya.
Yi-Qi mengatakan tanpa mempedulikan apakah pasangan yang membesarkan sama jenis atau tidak, orangtua harus mengajarkan anaknya untuk mencintai diri sendiri dan memiliki pola pikir sehat. Seruan mengubah aturan
Lembaga Advokasi Hak Keluarga LGBT Taiwan mengajukan tiga tuntutan utama dalam forum yang diadakan Dewan Pembangunan Nasional tahun lalu.
Platform ini memberikan kesempatan kepada publik untuk memberikan masukan atas undang-undang yang nantinya akan diusulkan.
Tuntutan pertama adalah bagaimana Undang-Undang Reproduksi Berbantuan, yang melindungi hak dan kepentingan pasangan tidak subur melalui inseminasi buatan, harus mencakup pasangan sesama jenis.
Yang kedua adalah amandemen RUU adopsi non-biologis, dan yang ketiga adalah bahwa subsidi untuk bantuan reproduksi dan tunjangan pengasuhan anak di bawah paket kesejahteraan sosial harus mencakup pasangan sesama jenis.
ABC telah menghubungi Administrasi Promosi Kesehatan Taiwan di Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan untuk memberikan komentar tetapi tidak menerima tanggapan.
Pada Agustus tahun lalu, kementerian tersebut mengatakan pihaknya terus berkonsultasi dengan para ahli tentang rancangan undang-undang untuk mengubah Undang-Undang Reproduksi Berbantuan.
"Semua lapisan masyarakat memiliki pendapat positif dan negatif tentang reproduksi buatan dan masalah sewa rahim, sehingga sulit untuk mencapai konsensus," katanya.
Li dari Advokasi Hak Keluarga LGBT Taiwan mengatakan bahwa LSM tersebut telah bekerja sama dengan pemerintah menyusun proposal penelitian untuk amandemen Undang-Undang Reproduksi Berbantuan.
Amandemen RUU adopsi non-biologis yang diusulkan dalam Legislatif Yuan oleh LSM bekerja sama dengan legislator telah melalui tahap pembacaan pertama pada Desember 2020.
Tzung-Han mengatakan penambahan pasangan sesama jenis dalam Undang-Undang Reproduksi Berbantuan akan menguntungkan orang-orang seperti dia karena berarti bisa memiliki anak dari negaranya sendiri.
"Keluarga LGBT secara inheren berbeda dengan keluarga lain, tapi inti ingin punya anak dan bisa mencintai anak itu sama," katanya.
Tzung-Han masih tidak percaya sebentar lagi dirinya akan menjadi ayah.
"Ketika anak itu lahir, kami akan terbang ke AS untuk menjemput anak itu. Saya berencana untuk membawa ibu saya dan menjalani proses ini bersama-sama," katanya.
"Harapan ke depan adalah saya berharap anak saya dapat tumbuh dalam cinta dan kemudian tumbuh seperti dirinya.
"Saya berjanji tidak akan menjadi ayah yang sangat mengontrol."
Diproduksi oleh Natasya Salim dari laporan dalam bahasa Inggris
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rusia Bombardir Kota-Kota Ukraina, Begini Nasib Anak-Anak di Sana