Pasar Butuh Tambahan Suplai Saham Rp 100 Triliun

Senin, 03 Oktober 2016 – 06:11 WIB
BEI. Foto: Jawa Pos

jpnn.com - BADUNG – Bursa Efek Indonesia (BEI) mengejar penerbitan efek saham hingga Rp 100 triliun pada 2017.

Porsi investasi ke instrumen paling agresif itu diperlukan para fund manager seperti dana pensiun (dapen) agar portofolio bisa positif di tengah tren bunga rendah.

BACA JUGA: Keren.. PTPP Raih Penghargaan Internasional Bergengsi

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, dapen pada posisi akhir 2015 hingga kini mengalokasikan porsi rata-rata 13,65 persen ke saham dari total dana kelolaan. Porsi terbesar masuk ke deposito berjangka (29,94 persen) serta obligasi dan sukuk, terutama yang diterbitkan negara (22,46 persen).

Direktur Utama BEI Tito Sulistio menyatakan, total dana kelolaan dapen di Indonesia saat ini mencapai Rp 217 triliun.

BACA JUGA: Bisnis Warnet Lumayan Juga Ya, Omzetnya Jutaan

Data Tower Watson, Dana Moneter Internasional (IMF), dan BEI mencatat dana kelolaan dapen Indonesia sebesar USD 13 miliar (sekitar Rp 170 triliun) pada 2014 atau dua persen dari produk domestik bruto (PDB).

Angka tersebut hampir bisa dikatakan masuk jajaran terendah di dunia. Rasio tertinggi dipegang Belanda yang aset dapennya mencapai 166 persen terhadap PDB, diikuti Amerika Serikat (AS) sebesar 127 persen, dan Inggris 121 persen.

BACA JUGA: Cukai Rokok Naik, Komnas Pengendalian Tembakau: Pemerintah Cuma Cari Uang

”Termasuk the lowest in the world, tapi dananya cukup besar. Padahal, kita baru mulai. Dapen terkait dengan kesejahteraan masa depan karyawan,” ujar Tito saat workshop pasar modal di Kuta, Badung, Bali, akhir pekan lalu.

Dapen merupakan penyumbang terbesar dana yang masuk ke investasi jangka panjang, diikuti oleh asuransi. Porsi terbesar masih ke surat berharga negara (SBN) karena ada kewajiban sesuai peraturan berlaku.

”Sebenarnya, kalau mereka mau yield (imbal hasil) sepuluh persen, alokasi ke saham harus naik menjadi 33 persen dari saat ini sebesar 13 persen,” ucapnya.

Hal tersebut menghitung rata-rata pertumbuhan (compound annual growth rate/CAGR) untuk jangka waktu 10 tahun (2016–2026) sebesar 14,79 persen di pasar saham Indonesia.

Bandingkan saja dengan SBN (7,50 persen), obligasi dan sukuk (7,50 persen), dan reksa dana (9,60 persen).

Deposito berjangka bahkan lebih kecil lagi, yaitu 5,06 persen. Produk perbankan lainnya sama, yakni di angka 5,06 persen.

Maka, menurut Tito, potensi pergeseran portofolio investasi ke instrumen saham menjadi sangat besar pada tahun depan.

”Di dunia itu 40–60 persen (alokasi dapen) masuk ke saham. Jadi, kita kekecilan kalau mau yield besar,” tuturnya. (gen/c20/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... LLP-KUKM Dukung Gebyar UKM Indonesia 2016


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler