Pasar Keuangan Global Makin Tak Pasti, Negara Berkembang Perlu Waspada

Kamis, 19 Desember 2024 – 06:21 WIB
Rencana kebijakan perdagangan di Amerika Serikat (AS) membuat ketidakpastian pasar keuangan global meningkat. Foto: Antara

jpnn.com, JAKARTA - Rencana kebijakan perdagangan di Amerika Serikat (AS) melalui kenaikan tarif impor, komoditas, dan cakupan negara yang lebih luas telah menyebabkan risiko peningkatan fragmentasi perdagangan dunia.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan ketidakpastian pasar keuangan global makin meningkat disertai dengan risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.

BACA JUGA: Waspada, Gubernur BI Sebut Ketidakpastian Pasar Keuangan Global Meningkat

Hal itu diungkapkan Perry dalam dalam konferensi pers Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Desember 2024 yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu.

“Perkembangan ini yang disertai dengan eskalasi ketegangan geopolitik di sejumlah wilayah dunia mengakibatkan pertumbuhan ekonomi dunia pada 2025 mendatang diperkirakan akan melambat menjadi 3,1 persen dari perkiraan sebesar 3,2 persen pada 2024,” kata Perry.

BACA JUGA: Upbit Ungkap Derivatif Kripto Kunci Diversifikasi & Pertumbuhan Pasar Keuangan Indonesia

Perry mengakui perkembangan ekonomi global yang diikuti dengan meningkatnya dan ketidakpastian pasar keuangan global tersebut memerlukan respons kebijakan yang lebih kuat.

"Untuk memitigasi dampak negatifnya terhadap perekonomian di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia," ungkap Perry.

Perry menambahkan inflasi dunia juga akan meningkat dibandingkan dengan perkiraan sebelumnya, dipengaruhi oleh gangguan rantai pasok suplai dunia.

Di Amerika Serikat penurunan Fed Fund Rate (FFR) diperkirakan akan lebih lambat akibat inflasi yang lebih tinggi tersebut.

Kebijakan fiskal Amerika Serikat yang lebih ekspansif mendorong imbal hasil atau yield US Treasury tetap tinggi baik pada tenor jangka pendek maupun jangka panjang.

Penguatan USD secara luas terus berlanjut, disertai berbaliknya preferensi investor global dengan memindahkan alokasi portofolionya kembali ke Amerika Serikat.

Hal ini meningkatkan tekanan, pelemahan berbagai mata uang dunia, dan menahan aliran masuk portofolio asing ke negara-negara berkembang.(antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler