jpnn.com, JAKARTA - Peringatan Hari Perempuan Internasional setiap tanggal 8 Maret selalu menjadi momentum untuk menyuarakan aspirasi kaum hawa.
Tak terkecuali dalam akses mendapatkan pengobatan bagi ribuan pasien kanker payudara, yang merupakan jenis kanker terbanyak pada perempuan.
BACA JUGA: Cegah Kanker Payudara, Ini 5 Manfaat Minum Air Kunyit Campur Lada Hitam
Hingga hari ini, pasien kanker payudara terutama jenis HER2 positif (Human Epidermal Growth Factor Receptor 2) stadium dini masih terus berjuang agar pengobatan mereka bisa dijamin secara lengkap oleh BPJS Kesehatan.
Walaupun secara aturan sudah jelas tercantum rincian terapi dan obat apa saja yang termasuk dalam tanggungan BPJS Kesehatan, pada praktiknya ternyata belum tentu akses terhadap terapi tersebut benar-benar bisa terealisasi.
BACA JUGA: Ladies, Yuk Cegah Kanker Payudara dengan Rutin Olahraga
Tantangan ini dihadapi Sartini (44 tahun), seorang pasien kanker payudara stadium lanjut dari Yogyakarta.
Sartini baru saja mendapat pengalaman pahit saat harus mengakses pengobatan di BPJS akibat implementasi kebijakan yang berbeda-beda di tiap daerah.
BACA JUGA: Cegah Kanker Prostat, Ini Lho 7 Manfaat Rutin Minum Air Rendaman Ketumbar
Sartini didiagnosis kanker payudara HER2 positif stadium 3 sejak 2019 dan bulan lalu terdiagnosis metastatik ke hati. Dia direkomendasikan dokter untuk kemoterapi dan terapi target trastuzumab.
Saat masih stadium 3 , Sartini mengaku mendapat informasi bahwa trastuzumab tidak bisa diklaim di BPJS Kesehatan, karena hanya tersedia untuk stadium metastasis atau stadium 4.
Yang menyedihkan, saat kondisi kankernya mulai bermetastasis, Sartini kemudian dirujuk ke rumah sakit lain.
Namun, trastuzumab tidak bisa diberikan melalui penjaminan BPJS, karena adanya perbedaan implementasi kebijakan BPJS di setiap daerah.
“Dokter bilang kalau mau dapat trastuzumab saya harus ke Solo atau Semarang, katanya di Jogja nggak ada obatnya di rumah sakitnya," kata Sartini dalam webinar Akses Penanganan Kanker Payudara HER2 Positif, Tantangan dan Harapan, beberapa hari lalu.
Saat itu, Sartini tidak bisa memenuhi permintaan dokter sebab kondisinya tidak memungkinkan. Sebagai penggantinya, dia hanya minum obat kemo oral.
“Tolong diusahakan ada trastuzumab di Jogja, karena saya enggak sanggup harus ke luar kota,” lanjutnya.
Berdasarkan riset Kementerian Kesehatan pada penduduk berusia 25-64 tahun di perkotaan, sebanyak 90 persen pasien kanker payudara di Indonesia berusia produktif antara 25-55 tahun.
Di sisi lain, riset menunjukkan, bila ditangani secara optimal sejak stadium dini, angka kesintasan 5-tahun bisa mencapai 99% .
“Tujuan pengobatan kanker payudara pada stadium dini tidak hanya untuk mengontrol penyakit tetapi juga mencapai kesembuhan, sehingga pasien kembali menjalani kehidupannya secara produktif," kata dr. Sonar Soni Panigoro, Sp.B(K)Onk., M.Epid., MARS, Spesialis Bedah Onkologi.
Dia menerangkan, selain tindakan operasi dan radiasi, terapi yang secara ilmiah terbukti efektif pada kanker payudara HER2-positif stadium dini adalah pemberian terapi target dengan trastuzumab dan kemoterapi yang bisa meningkatkan angka kesintasan dan menurunkan risiko kekambuhan pasien.
Dokter Sonar menambahkan, pengobatan yang optimal pada kanker payudara stadium dini akan berpotensi untuk meringankan beban pasien, keluarga pasien, sekaligus membantu sistem kesehatan negara ini.
"Kehadiran jaminan kesehatan nasional (JKN) telah mempermudah akses terhadap diagnosis, tetapi perlu diikuti dengan penanganan kanker payudara HER2-positif yang komprehensif untuk meningkatkan hasil pengobatan," pungkasnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad