Sales Area Manager BBM Ritel NTT Elhard Wariki mengatakan, distribusi di NTT sebenarnya mengalami pertumbuhan yang cukup besar. Tahun ini misalnya, NTT mendapatkan kuota sebanyak 248 juta liter premium. Angka itu tumbuh 14 persen dari realisasi tahun lalu sebanyak 216 juta liter. Sedangkan kuota solar juga naik menjadi 129 juta dari realisasi tahun lalu 114 juta liter.
Namun, lanjut dia, penyebaran BBM memang tak ideal. Misalnya, transportasi laut yang menyebarkan BBM ke pulau-pulau lain seperti pulau Rote, Sabu, atau bahkan Adonara. Transportasi yang seharusnya menggunakan kapal tanker dari besi tak bisa ditemukan di sana. Hanya ada kapal motor yang terbuat dari kayu.
"Ya memang, standarnya kapal besi. Tapi, dengan kapal kayu pun kami juga berusaha untuk memperketat aspek keselamatan," jelasnya
Operation Head TBBM Tenau Yunus Matatula menambahkan, infrastruktur di pulau-pulau tersebut masih belum bisa mengakomodir kapal tanker milik pertamina. Seringkali, BBM tersebut harus dikemas dalam drum dan diapungkan ke bibir pantai karena di lokasi tersebut tak punya dermaga.
"Tapi kalau jalur darat menuju ke titik stasiun resmi. Kami pasti pakai mobil tanki," ungkapnya.
Sebenarnya, lanjut Yunus, masih ada solusi lain untuk meningkatkan standar distribusi. Yakni dengan menggunakan kapal mini tanker. Sayangnya, mitra pertamina masih berpikir untuk berinvestasi kapal tersebut. "Mereka juga tak mungkin mau melakukan investasi besar-besaran jika omset mereka kecil," ujarnya.
Misalnya, pengiriman untuk pulau Rote dan Sabu. Alokasi yang diberikan per bulan untuk dua pulau itu hanya 420 kilo liter untuk premium dan 140 kilo liter untuk solar. Padahal, untuk premium, margin keuntungan agen penyalur BBM hanya mencapai Rp 135 saja.
Atau, APMS di Adonara. Stasiun pengisian BBM yang baru berganti menjadi pom bensin bersistem dispenser itu hanya mendapat jatah 220 kilo liter bensin premium dan 150 kilo liter solar. "Ada juga kuota 190 kilo liter minyak tanah. Karena di daerah ini belum mempunyai bahan bakar LPG," ujar Kristoforus Tanur, pemilik APMS Waewerang, Adonara.
"Kami juga tak bisa mengandalkan mitra. Sebab, kami sadar untung mereka tak begitu besar. Itulah kenapa kami sendiri sedang berusaha untuk mendatangkan kapal mini tanker ke wilayah NTT melalui investasi kami sendiri," ungkap Yunus.
Elhard menambahkan, keadaan tersebut diperparah dengan kondisi psikologis penduduk NTT yang gampang tersulut. Dia menjelaskan, masyarakat lokal tak jarang melakukan panic buying (pembelian besar-besaran karena khawatir terhadap pasokan, Red) yang disebabkan oleh isu. " Panic buying pasti pernah terjadi di seluruh wilayah indonesia. Tapi masyarakat lebih sensistif dengan isu kelangkaan," jelasnya.
Padahal, lanjut dia, perilaku tersebut tak disebabkan oleh kondisi yang sebenarnya tak perlu dikhawatirkan. Menurutnya, pembelian besar-besaran itu wajar terjadi saat pasar mengalami overdemand, alias, pasokan tak cukup memenuhi permintaan konsumen. Namun, yang terjadi di NTT bukanlah situasi seperti itu.
Dia menjelaskan, masyarakat seringkali panik jika melihat antrian yang begitu panjang atau SPBU yang memasang tanda "Bensin Habis". Padahal, jika di kalkulasi, pasokan BBM sama sekali tidak terganggu.
"Kantor pusat juga sudah melakukan analisa setiap bulannya. Kami juga tak mungkin membiarkan kebutuhan masyarakat tak terpenuhi. Meskipun akhirnya, melebih kuota yang diberikan oleh BP Migas," ujarnya.
Elhard membenarkan, absennya BBM di stasiun pengisian bahan bakar bukan berarti pasokan tak sebanding dengan konsumsi. Namun, kemungkinan yang terjadi adalah distribusi yang terganggu.
"Itu artinya mobil tanki yang sudah berangkat dari TBBM kami belum sampai ke SPBU. Biasanya karena tanah longsor atau cuaca buruk di laut. Tapi, itu hanya keterlambatan. Bukannya tidak ada pasokan," jelasnya.
Untuk memperbaiki jalur distribusi yang bergantung cuaca, Elhard berkaca terhadap tiga tahun pengalamannya di NTT. Dia mengatakan, pihaknya juga sudah berusaha untuk mengatur jadwal pengiriman BBM. "Misalnya, saat musim barat akan berlangsung di bulan Januari-Maret, kami sudah memperkirakan saat-saat badai mereda," ungkapnya.
Benahi Sistem TBBM Maumere
Distribusi yang cenderung sulit memang perlu pembenahan. Sebab, selama ini pendistribusian minyak melalui tujuh TBBM NTT belum merata. TBBM Tenau misalnya, harus menyalurkan BBM ke 12 kota atau kabupaten yang secara geografis merentang jauh. Dari utara ke selatan. Untuk itulah, Pertamina mulai memperbaiki sistem penyaluran yang ada dengan meningkatkan kapasitas TBBM yang lain seperti TBBM Maumere.
Operation Head TBBM Maumere Virgo Budiono menyatakan, lokasi depot minyaknya sebenarnya punya potensi lebih tinggi. "Kedalaman kolam dermaga kami mencapai 19 meter di bawah permukaan laut. Bisa untuk menampung kapal berbobot 20 ribu ton," jelasnya.
Namun, pada kenyataannya, TBBM miliknya hanya menerima kapal berbobot 5 ribu ton yang dikirim dari TBBM Tenau. Hal itu disebabkan oleh kapasitas tangki minyak disana yang totalnya hanya mencapai 5.300 kilo liter saja.
"Saat ini kami mempunyai empat tangki untuk premium dan solar berkapasitas 1.200 kilo liter dan dua tangki berkapasitas 250 kilo liter untuk avtur. Karena itu, percuma jika kapal tanker berlabuh disini. Tak mungkin bisa maskimal," ujarnya.
Karena itulah, Virgo sedang merencanakan untuk menambahkan empat tangki lagi di kawasannya. Dalam rencana tersebut, dua tangki yang didatangkan bakal berkapasitas 5 ribu kilo liter. Sisanya adalah tangki berkapasitas 3.000. Dengan begitu, kapal tanker dari pusar bisa langsung menyalurkan BBM ke wilayahnya. "Ini juga sekaligus untuk memperlancar rencana penyaluran pertamax," imbuhnya
Dia mengatakan, perubahan yang terjadi dalam sistem saat rencananya terealisasi adalah distribusi pulau-pulau sebelah utara. "TBBM kami kan sebenarnya lebih dekat dengan pulau utara seperti kabupaten Kalabahi daripada TBBM Tenau," ucapnya. (bil)
BACA ARTIKEL LAINNYA... PLTG Jakabaring Siap Layani 60 Ribu Rumah
Redaktur : Tim Redaksi