jpnn.com - JAKARTA - Pemerintah terus berusaha mendorong pemanfaatan sumber energi baru terbarukan (EBT) lima tahun kedepan. Terutama, peran EBT untuk meningkatkan kinerja listrik Indonesia.
Menurut proyeksi, jenis-jenis energi alternatif tersebut diakui bisa menyumbang 29 persen dari total target penambahan daya listrik selama pemerintahan Jokowi.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Rida Mulyana mengungkapkan, pihaknya terus berusaha untuk memaksimalkan potensi EBT menjadi sumber energi pembangkit listrik di Indonesia.
BACA JUGA: Ekonomi Jatim Melambat
Hal tersebut dilakukan agar penggunaan energi fosil seperti BBM bisa terus ditekan. Angka yang dipetakan oleh pemerintah pun cukup siginifikan. Yakni, 10,47 giga watt (GW) atau setara dengan 2 ribu mega watt (MW) per tahun
"Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen per tahun, Indonesia perlu menjadi negara Industri. Nah, untuk membangun industri di Indonesia, kuncinya ada pada listrik. Karena itu, target pengembangan listrik di Indonesia sangat penting" ungkapnya di Jakarta kemarin (5/11).
Potensi tersebut, lanjut dia, cukup signifikan untuk membantu target pemerintah sebesar 7 ribu MW per tahun. Namun, potensi tersebut memerlukan dana investasi dari pihak swasta.
Pasalnya, baik pemerintah dan perusahaan negara seperti PT PLN tak punya modal yang cukup untuk mencapai target penambahan kapasitas produksi listrik.
"PLN hanya menyanggupi pasokan sebesar 2 ribu MW per tahunnya. Sehingga, sisanya yakni 5 ribu MW perlu investasi swasta. Tapi, saya dengar sudah banyak investor yang mendatangi Presiden untuk membicarakan rencana investasi energi terbarukan," terangnya.
Selain perusahaan energi dan listrik, dia pun berharap perusahaan perbankan bisa ikut berkontribusi dalam program tersebut. Dia mencontohkan keputusan pinjaman senilai USD 50 juta oleh Asian Development Bank (ADB) untuk proyek eksplorasi panasbumi Rantau Dedap, Sumatera Selatan.
BACA JUGA: Biaya Sekolah Penerbangan Mahal, APPI Minta Kemenhub Turun Tangan
Hal tersebut diakui terobosan karena belum ada perbankan yang berani mendanai eksplorasi. Pasalnya, tahapan tersebut punya resiko gagal yang tinggi.
"Pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) juga bisa dijadikan salah satu sektor percepatan pembangunan energi terbarukan. Investasinya cukup murah. Sekitar USD 3 juta - 3,5 juta per MW. Karena itu, kami sedang memfinalisasi regulasi feed in tariff untuk PLTB ini. Semoga selesai sebelum akhir tahun," imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Deendar Lianto menambahkan, ada beberapa jenis EBT yang perlu didorong percepatannya. Salah satunya, biomassa limbah hutan dan perkebunan. Menurutnya, potensi energi dari biomassa sendiri bisa mencapi 49.810 MW. Namun, realisasinya sampai 2010 baru mencapai 1,709 MW.
"Potensi biomassa jauh lebih besar dari panas bumi. Itu bisa memberi solusi terkait kendala pasokan listrik yang besar. Terutama, ketergantungan terhadap BBM untuk penyediaan listrik diluar Jawa. Ini kan akhirnya membebani APBN," terangnya. (bil)
BACA JUGA: Hadapi MEA, Telkom Siapkan SDM Standar Global
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ekonomi Melambat, Asing Lakukan Aksi Jual
Redaktur : Tim Redaksi