jpnn.com, JAKARTA - Kasus yang menimpa pasangan suami istri (Pasutri) Hj. Aminah binti Yasin (84) dan suaminya H. lnayat Ravasia (85) yang menjadi tersangka dalam perkara pidana mendapat perhatian sejumlah tokoh setelah diberitakan media massa. Kali ini dukungan datang dari Tenaga Ahli Kedeputian IV Staf Khusus Kepresidenan Ali Mochtar Ngabalin dan Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), Haris Azhar.
Dukungan kedua tokoh ini disampaikan langsung oleh Bambang Slamet Riyadi, seorang dosen Kriminologi dan Viktiminologi Fakultas Hukum Universitas Nasional Jakarta sekaligus Pakar Hukum Agraria dan Penasihat Hukum Pidana serta Audit Forensik yang selama ini mendampingi Pasutri Renta yang menjadi tersangka perkara pidana yang diduga dipaksakan.
BACA JUGA: Dosen Bambang Mendampingi Pasutri Renta yang Jadi Tersangka Kasus Tanah
Menurut Bambang, dukungan Ali Mochtar Ngabalin dan Haris Azhar, karena merasa perihatin dengan kondisi yang dialami pasutri renta yang kini sudah ditetapkan menjadi tersangka. Bambang mengaku keduanya akan turut membantu mendampingi Aminah dan suaminya Inayat.
“Saya sudah bertemu pak Ali Mochtar Ngabalin dan pak Haris Azhar terkait kasus ini, kedua tokoh ini siap membantu dan mendampingi kasus yang dialami kedua kakek nenek renta yang sudah ditetapkan menjadi tersangka oleh Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri,” ujar Bambang, dalam siaran persnya, Selasa (15/10/2019).
Bambang berharap keterlibatan kedua tokoh ini bisa menyelesaikan perkara hukum pidana yang dialami Ibu Aminah dan suaminya Inayat. Sebab keduanya merupakan nenek-kakek renta yang seharusnya tidak mengalami peristiwa hukum yang terkesan mengabaikan rasa kemanusiaan dan rasa keadilan.
Untuk diketahui, Bambang sebelumnya mendampingi Pasutri renta yang beralamat di Kelurahan Tanah Sareal, Kecamatan Tanah Sareal, Bogor, Jawa Barat. Pasutri ini dilaporkan oleh terpidana kasus korupsi, Edward Soeriadjaya yang masih dalam jeruji besi, atas dugaan menyuruh menyampaikan keterangan palsu dalam Akta Autentik (buku Sertipikat Tanah) dan atau penggelapan.
Menurut Bambang, laporan Edward diajukan pada 20 April 2016 ke Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri. Edward dalam laporannya mengaku sebagai pemilik PT. Panca Muspan dan mengklaim hak atas tanah milik Aminah sebagai pemegang hak atas tanah yang sah secara hukum.
Lebih lanjut, Bambang menjelaskan Aminah dan Inayat tidak percaya bahwa Edward adalah pemilik PT. Panca Muspan. Saat perjanjian jual-beli tanah antara pihaknya dengan PT Panca Muspan pada 1991, karena tidak terdapat nama Edward Soeriadjaya dalam Akta Pendirian perusahaan PT. Panca Muspan.
Jual-beli itu sendiri terjadi pada 1991 sudah batal demi hukum, karena PT. Panca Muspan wanprestasi melakukan pembayaran sesuai perjanjian sehingga hak atas tanah tetap pada pemilik awal dan tidak pernah berpindah ke PT. Panca Muspan.
Menurut Bambang, suatu keanehan seorang dalam jeruji dapat mempengaruhi aparat kepolisian di Mabes Polri dan anehnya lagi, mengapa sudah hampir 23 tahun, tiba-tiba Edward mengaku sebagai pemilik PT. Panca Muspan dan mengklaim tanah yang tidak jadi terjual itu. Edward malah menuduh seolah-olah Aminah dan Inayat membuat keterangan palsu dalam surat-surat kepemilikan atas tanah (sertipikat tanah, pemegang hak atas tanah tersebut atas nama Hj. Aminah Tambunan) nenek renta tersebut dan melakukan penggelapan,” kata Bambang, Minggu (13/10).
Menurut Bambang, sesuai Pasal 266 KUHP dan atau Pasal 372 KUHP, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Ayat 1 KUHP, pelaporan yang dilakukan Edward seharusnya juga sudah kedaluwarsa jika Edward mendasarkan laporannya pada Bukti Pernjanjian Pelepasan Hak Dan Kepentingan Atas Tanah Nomor 46 Tahun 1991, tertanggal 14 November 1991.
"Bahwa berdasarkan krononologis dan peraturan perundang-undangan hukum agraria; hukum perjanjian dan hukum pidana serta argumentasi hukumnya terhadap para tersangka diatas, telah membuktikan bahwa Penyidik Kepolisian yang menangani perkara kasus ini tidak objektif dan diduga berpihak kepada Pelapor, atau telah diduga melakukan konspirasi perbuatan melawan hukum dan dapat dinyatakan tindak pidana yang dipaksakan kepada nenek-kakek rentah tersebut yang buta hukum,” paparnya.
Kedua pasangan nenek-kakek renta tersebut selaku tersangka memohon perlindungan hukum dan rasa keadilan kepada Presiden Joko Widodo, dan tembusan ke Ketua Komisi Kepolisian Nasional; Ketua Komisi Kejaksaan RI; Ketua Lembaga Perlindungan Saksi & Korban RI; Kejaksaan Agung RI; Kapolri; Irwasum Kepolisian RI; Kabareskrim Polri; Kadiv Propam Polri untuk dapat memberikan rasa prikemanusiaan dan rasa keadilan sebagai pengamalan sila kedua dari Pancasila terhadap warga negaranya dalam kasus ini.
“Nenek-kakek ini beharap mendapatkan kepastian hukum dengan segera untuk tidak dilanjutkan perkara ini atau pemberhentian perkara pidana (SP3) atas Laporan Polisi Nomor: 1910/IV/2016/Dit. Reskrim-um tanggal 20 April 2016 pada Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri,” kata Bambang.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich