Patung ZAP Dirobohkan Karena Miskomunikasi

Rabu, 02 Mei 2012 – 03:48 WIB

LAMPUNG - Perobohan patung Zainal Abidin Pagaralam harusnya disikapi semua pihak dengan bijak dan mengambil hikmahnya. Jangan sampai kemudian menyeret pada peta konflik yang justru akan membuat masyarakat menjadi korban. Hal itu ditegaskan pengamat hukum Dr. Ery Setyanegara, S.E., S.H., M.H. kepada Radar Lampung (JPNN Group), Selasa (1/5).

’’Terjadinya kasus anarkisme ini kalau saya melihat karena adanya sumbatan komunikasi politik. Di mana, di satu sisi, patung ini penting sebagai monumen sejarah di mana Z.A. Pagaralam adalah salah satu tokoh yang tak bisa dipungkiri punya andil dalam pemisahan Lampung dan Sumbagsel dalam arti berdirinya Provinsi Lampung. Jadi secara esensi, patung tersebut sudah benar. Namun, pengomunikasiannya yang tersumbat,” katanya.

Ery menambahkan, yang terjadi kemudian adalah mengapa pembangunan patung menggunakan dana APBD, di saat rakyat dalam kondisi sulit. ’’Tetapi, merusak dan menghancurkan patung yang dibiayai uang rakyat juga tak menyelesaikan masalah. Sama seperti dengan merusak kantor pemerintah dan DPRD yang dibiayai oleh dana rakyat, dan pada akhirnya juga akan diperbaiki menggunakan dana rakyat,” ungkap pengacara ini. 

Ia menambahkan, kasus ini bernuansa politik, termasuk kemungkinan adanya provokator. Namun siapa sesungguhnya sang provokator, menurut Ery, yang tahu adalah si provokator dan gubernur.

’’Pasca terjadinya kasus ini, maka selayaknya kita sebagai masyarakat Lampung untuk mengambil hikmah sebagai sebuah upaya introspeksi. Masyarakat Lampung jangan sampai terprovokasi dan kemudian terlibat dalam konflik,” imbaunya.

Sedangkan Kementerian Dalam Negeri menyatakan, aksi perusakan monumen Zainal Abidin Pagaralam tidak serta-merta dijadikan tanggung jawab pemerintah pusat. Menurut Mendagri Gamawan Fauzi, tak semua persoalan yang ada di daerah harus di-cover pihaknya. Mengingat telah diterapkannya kebijakan otonomi daerah.

Gamawan meminta gubernur melakukan evaluasi alokasi anggaran yang telah ditetapkan dalam APBD, apakah ada penyimpangan dalam pelaksanaannya. Sementara menyangkut proses pendirian patung, itu sudah urusan daerah.

’’Ketika kita melaksanakan otonomi, semua bersepakat untuk urusan otonomi kembali ke  daerah masing-masing. Maka ketika pusat mengevaluasi APBD tidak menyangkut substansi, karena itu kewenangan darerah. Yang kita evaluasi yang bersifat formal, reguler,” terang Gamawan di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta.

Menurut dia, insiden perobohan patung tersebut tidak akan terjadi bila masyarakat dilibatkan dalam penyusunan APBD. Dengan melibatkan unsur masyarakat, akan diketahui apa saja yang menjadi prioritas untuk pembangunan, sehingga anggaran tidak terbuang percuma.

’’Ketika penyusunan anggaran itu harus dikontrol masyarakat. Status APBD itu sifatnya dokumen terbuka. Mestinya kalau dari awal masyarakat tidak setuju (dengan pembangunan patung itu), kan tidak akan masuk dalam APBD. Tidak akan ada aksi pembongkaran itu,” tandasnya. (gus/kyd/c1/ary)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gagal Capai Target, Disdukcapil Menyerah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler