jpnn.com, NAYPIDAW - Dewan Keamanan (DK) PBB geregetan dalam menghadapi Myanmar. Tidak hanya pelit berbagi informasi tentang dugaan genosida di Negara Bagian Rakhine, Myanmar juga tidak serius mengatasi krisis Rohingya. Senin (17/12) DK PBB kembali mendesak junta militer Myanmar agar menanggapi serius temuan di lapangan soal genosida.
Setelah para petinggi PBB melawat ke Myanmar, junta militer memberikan lampu hijau kepada organisasi internasional tersebut untuk membangun kembali Rakhine. Pasca kekerasan bersenjata yang membuat kaum Rohingya kabur ke luar negeri, Myanmar belum memulihkan Rakhine. Akses menuju kawasan yang mayoritas penghuninya Rohingya itu juga sangat terbatas.
BACA JUGA: Perahu Mengangkut 20 Warga Rohingnya Terdampar di Aceh Timur
Namun, UN News melaporkan bahwa Myanmar kini mengizinkan PBB masuk Rakhine. Itu berkat lobi yang dilakukan Direktur The United Nations Development Programme (UNDP) Regional Asia Haolian Xu dan Wakil Direktur UNHCR Regional Bernard Doyle terhadap pemerintah Myanmar.
"Kami menyambut baik izin yang diberikan oleh pemerintah. Kami akan fokus pada proyek kecil lebih dulu," ujar seorang perwakilan delegasi PBB itu. Menurut dia, Haolian dan Doyle berada di Myanmar pada 10-14 Desember. Ternyata pertemuan itu membuahkan kesepakatan yang signifikan.
BACA JUGA: Repatriasi Pengungsi Rohingya Gagal Total, Ini Penyebabnya
Sejauh ini, Rakhine masih tertutup bagi masyarakat umum. Padahal, Myanmar sudah meneken nota kesepahaman dengan PBB soal pembukaan akses di Rakhine. Namun, pemerintah yang dikuasai junta militer itu tidak pernah serius membenahi Rakhine. Karena itulah, saat ini DK PBB kembali merumuskan resolusi untuk Myanmar.
Sejak bulan lalu, Inggris membagikan rancangan resolusi Rohingya kepada 14 anggota DK yang lain. Menurut Associated Press, draf tersebut berisi tentang kecaman terhadap Myanmar karena kekerasan terhadap kaum Rohingya. Mulai mengutuk serangan pada 25 Agustus sampai pada seruan untuk memberikan hak-hak dasar Rohingya dan mengembangkan perekonomian di Rakhine.
BACA JUGA: Bangladesh Paksa Pengungsi Rohingya Pulang ke Myanmar
Sayang, sejak digulirkan, draf itu sudah memecah belah DK PBB. Rusia dan Tiongkok menolak rancangan tersebut. "Saya rasa (draf resolusi, Red) ini tidak pantas, tidak tepat waktu, dan sia-sia," ujar Dubes Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia sebagaimana dilansir Reuters.
Di luar PBB, banyak juga pihak yang angkat suara. May 18 Memorial Foundation, Korea Selatan (Korsel), mencabut gelar kehormatan yang dianugerahkan kepada Aung San Suu Kyi pada 2004. (bil/c10/hep)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pengungsi Rohingya Masih Dihantui Kebrutalan Tentara Myanmar
Redaktur & Reporter : Adil