Majelis Umum PBB menyetujui resolusi yang mengecam keras pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap warga Muslim Rohingya dan minoritas lainnya di Myanmar. Ada 9 negara menolak resolusi ini dan 28 lainnya abstain.
Bentuk-bentuk pelanggaran HAM itu, menurut PBB, termasuk penangkapan orang secara sewenang-wenang, penyiksaan, pemerkosaan serta tewas saat berada dalam tahanan.
BACA JUGA: PBB Tetapkan 21 Mei Hari Teh Internasional
PBB yang beranggotakan 193 negara itu memberikan suara 134 yang mendukung Resolusi, 9 yang menolak, serta 28 negara abstain.
Isi Resolusi ini mendesak Pemerintah Myanmar untuk segera mengambil langkah-langkah dalam memerangi ujaran kebencian terhadap orang Rohingya dan minoritas lainnya di Rakhine, Kachin dan Shan.
BACA JUGA: Ratusan Warga Muslim Rohingya Ditangkap Saat Menghindari Penganiayaan, Ada 22 Anak
Meskipun merupakan produk PBB, namun Resolusi Majelis Umum itu tidak mengikat secara hukum.
Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha selama ini menganggap orang Rohingya sebagai "orang Bengali" dari Bangladesh. Padahal keluarga mereka itu umumnya telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi.
BACA JUGA: Ribuan Prajurit TNI Gagah Siap Berangkat, Selamat Bertugas!
Hampir semua orang Rohingya di Myanmar ditolak kewarganegaraannya sejak tahun 1982, sehingga menjadi tak berkewarganegaraan (stateless). Kebebasan mereka untuk bergerak dan hak-hak dasar lainnya juga sangat dibatasi.
Krisis Rohingya yang telah lama mencapai puncaknya pada 25 Agustus 2017. Saat itu aparat militer Myanmar melancarkan "kampanye pembersihan" di Rakhine dengan dalih membalas serangan kelompok pemberontak Rohingya.
Aksi tersebut menyebabkan eksodus massal orang Rohingya ke Bangladesh. Aparat keamanan Myanmar dituduh melakukan perkosaan massal, pembunuhan serta pembumihangusan ribuan rumah orang Rohingya. Photo: Warga Rohingya yang selamat dari pelanggaran HAM di Myanmar menyatakan aparat keamanan negara itu melakukan pemerkosaan massa, pembunuhan dan pembumihangusan permukiman orang Rohingya. (AP: Bernat Armangue)
Pada November 2019, negara Muslim di Afrika, Gambia, menuntut Myanmar ke di Pengadilan Internasional di Den Haag dengan tuduhan genosida.
Gambia menuduh Myanmar melakukan pembunuhan, kerusakan fisik dan mental, menimbulkan kondisi yang menyebabkan kehancuran fisik, memaksakan tindakan mencegah kelahiran, dan transfer paksa terhadap minoritas.
Tindakan pihak berwernang Myanmar, menurut gugatan itu, merupakan genosida karena dimaksudkan untuk menghancurkan penduduk Rohingya secara keseluruhan atau sebagian.
Gambia dan Myanmar merupakan negara penandatangan Konvensi Genosida 1948.
Kovensi itu tidak hanya melarang suatu negara melakukan genosida tapi juga memaksa semua negara penandatangan untuk mencegah dan menghukum kejahatan genosida.
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi datang sendiri ke pengadilan di Den Haag untuk membela negaranya dari segala tuduhan.
Dia berdalih bahwa orang Rohingya telah terperangkap dalam konflik internal bersenjata.
Sementara itu Dubes Myanmar untuk PBB Hau Do Suan menyebut Resolusi PBB sebagai standar ganda penerapan norma-norma HAM dirancang untuk memberi tekanan politik pada Myanmar.
Dia menilai Resolusi ini tidak berusaha menemukan solusi bagi situasi kompleks di Rakhine serta tidak mengakui upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan ini.
"Resolusi akan menabur benih ketidakpercayaan dan menciptakan polarisasi dalam masyarakat di wilayah ini," kata Hau Do Suan. Lebih Sejuta Orang Melarikan Diri Photo: Lebih dari satu juta penduduk Rohingya telah meninggalkan Myanmar sejak terjadinya pelanggaran HAM di sana. (AP: Bernat Armangue)
Resolusi PBB menyebutkan orang Rohingya yang masuk ke Bangladesh dalam empat dekade terakhir kini mencapai 1,1 juta orang, termasuk 744.000 orang yang tiba sejak Agustus 2017.
Mereka, kata PBB, melarikan diri setelah terjadinya kekejaman yang dilakukan aparat keamanan Myanmar.
Resolusi juga menyatakan kekhawatiran atas temuan misi pencari fakta internasional tentang pelanggaran HAM berat yang diderita warga Muslim Rohingya dan minoritas lainnya dari aparat keamanan.
Karena itu, PBB menyerukan penghentian segera pertempuran dan permusuhan di sana.
Menurut PBB, aparat keamanan Myanmar harus melindungi semua orang serta semua pelanggaran HAM harus diadili.
Pemerintah Myanmar didesak untuk segera mengatasi warga yang kehilangan kewarganegaraan serta menghentikan diskriminasi sistematis dan terlembaga terhadap orang Rohingya dan minoritas lainnya.
PBB meminta Myanmar membongkar kamp-kamp tahanan bagi orang Rohingya dan warga lainnya di Rakhine serta menciptakan kondisi aman bagi pemulangan seluruh pengungsi termasuk warga Muslim Rohingya.
PBB menyebutkan bahwa para pengungsi Rohingya telah dua kali menolak untuk kembali ke Myanmar karena tidak adanya kondisi aman.
ABC/AP
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jadi Presiden DK PBB, Indonesia Fokus Isu Terorisme