jpnn.com - JAKARTA- Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta, Poltak Agustinus Sinaga mengimbau masyarakat untuk dapat memanfaatkan waktu jelang Pilpres 9 Juli nanti dengan sebaik-baiknya. Terutama dalam hal, memeriksa dengan cermat track record dari masing-masing pasangan yang bakal beradu ke Kursi RI1 dan RI2.
"Calon presiden dan wakilnya itu kan cuma dua. Ada Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, dan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Itu berarti masyarakat tidak terlalu repot mencari dan menyelidiki latar belakang 4 sosok tersebut. Jika kita benar mendambakan perubahan ke arah Indonesia yang lebih baik, mari pergunakan waktu untuk memeriksa track record mereka," ujar Poltak kepada para awak media, Kamis (29/5).
BACA JUGA: Saya Tidak Akan Main-main
Secara khusus, Poltak langsung meminta banyak pihak untuk memahami informasi seputar Prabowo, yang pernah disebut, dipecat dari institusinya yakni ABRI (TNI).
Untuk itu, dia meminta agar harapan publik mendapatkan informasi tersebut, perlu direspon oleh pihak TNI. “Adanya desakan dari publik kepada TNI untuk membuka dokumen pemecatan Prabowo, seharusnya ditanggapi positif oleh institusi TNI. Buka saja dokumen tersebut ke publik,” ujar Poltak.
BACA JUGA: Misbakhun Tegaskan Tetap Taati Keputusan Golkar
Menurut Poltak, masyarakat punya hak mendapatkan informasi lengkap soal capres dan wakilnya. Dan itu berlaku buat TNI, untuk memberikan informasi yang dibutuhkan publik.
“Masyarakat perlu tahu, sebenarnya faktor apa yang mendasari Prabowo diberhentikan tidak hormat? Apakah itu soal penculikan? Atau soal rencana kudeta? Atau soal apa? Alasan dasar pemberhentian ini penting bagi publik. Karena ini menyangkut calon presiden," tutur Poltak.
BACA JUGA: Honorer K2 Asli yang Gagal Tes Sekitar 390 Ribu
"Jadi tidak ada alasan bagi TNI untuk tidak membuka dokumen tersebut ke publik, kecuali TNI sekarang sudah ikut-ikutan berpolitik,” imbuhnya.
Poltak juga sedikit menyindir Komisi Pemilihan Umum (KPU), yang dianggapnya malas dan tidak profesional. KPU disebut enggan melakukan klarifikasi langsung dalam merespon tekanan yang mempertanyakan kinerja lembaga itu untuk mendalami dugaan adanya perbuatan tidak tercela dari para bakal capres.
Asosiasi Pengacara Pengawal Konstitusi (APPK), pernah mengirimkan surat kepada KPU yang memeringatkan pentingnya klarifikasi administratif dan faktual, atas para pasangan bakal capres-cawapres.
Menurut APPK, kewajiban KPU melakukan klarifikasi dimandatkan dalam pasal 17 ayat 2 Peraturan KPU No. 15 Tahun 2014.
Berdasarkan pasal 5 huruf i Undang-undang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden menyatakan salah satu syarat calon presiden adalah tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Bukan rahasia lagi, bakal capres Prabowo Subianto sudah dikabarkan pernah diberhentikan dari dinas kemiliterannya oleh institusi legal yakni DKP, yang dibentuk oleh Panglima ABRI/TNI.
Santer terdengar, alasan pemberhentian waktu itu adalah karena terbukti melakukan sebauh perbuatan yang diduga tercela di masa 1997-1998. (adk/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Karding Ladeni Psywar Amien Rais Soal Perang Badar
Redaktur : Tim Redaksi