PBNU Ingatkan Potensi Bahaya atas Penguasaan Aset Bangsa

Minggu, 08 September 2013 – 19:19 WIB

WONOSOBO - Rapat Pleno Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 2013 di Pondok Pesantren Universitas Sains Al Quran (UNSIQ), Wonosobo, Jawa Tengah, secara resmi ditutup pada Minggu (8/9). Di sektor ekonomi PBNU mengingatkan adanya potensi bahaya atas penguasaan aset bangsa yang sangat terbatas.

Beberapa aspek menjadi penilaian Komisi Rekomendasi Rapat Pleno PBNU 2013 dalam putusannya di sektor ekonomi, antara lain penguasaan aset hanya oleh 20 persen konglomerat di Indonesia.
 
“PBNU memiliki kewajiban moral mengingatkan tentang kondisi ini, karena jika dibiarkan akan mempertajam kesenjangan sosial, yang kaya semakin kaya, dan yang miskin akan terus miskin. Bahaya lebih jauh yang harus diantisipasi adalah kemungkinan adanya kecemburuan berujung anarkisme,” kata Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj dalam siaran pers usai penutupan Rapat Pleno.
 
PBNU melihat penguasaan aset bangsa terjadi tidak hanya pada sumber daya alam. Implementasi program liberalisasi di Indonesia berupa perdagangan bebas telah mendorong masuknya retail asing secara langsung.
 
“Jika ini terus dibiarkan, pelaku ekonomi di bawah, yang mayoritas adalah orang-orang NU akan terbunuh. Atas kondisi ini PBNU mendesak pemerintah segera menata ulang dan menghentikan masuknya retail asing hingga ke desa-desa, serta sesegera mungkin melakukan penguatan perdagangan dan distribusi dalam rangka pengembangan ekonomi kerakyatan,” tambah Kiai Said.
 
Rapat Pleno PBNU 2013 juga merekomendasikan dilakukannya perubahan orientasi pembangunan ekonomi agar sesuai dengan semangat Pasal 33 UUD 1945. Pembangunan ekonomi nasional hendaknya berpijak pada sumberdaya yang ada di tanah air sendiri, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, permodalan serta teknologi.
 
Selain itu, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 33 UUD 1945, PBNU juga mengingatkan jika seluruh sumber daya alam harus dimiliki, dikuasai, dan dikelola oleh negara secara tegas. Sektor ekonomi strategis yang lain seperti energi, pangan dan hutan, juga harus dikuasai oleh negara dengan mempertahankan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ada.
 
Sementara menyikapi ancaman krisis ekonomi, yang mana kondisi ini dinilai terus berulang, PBNU meminta Pemerintah segera membangkitkan usaha nasional, terutama industrialisasi sektor pertanian dan manufaktur yang banyak menyerap tenaga kerja, agar terjadi perkembangan ekonomi berkualitas.
 
Bank Indonesia juga tak lepas dari bahasan di Rapat Pleno PBNU 2013. Sebagai bank sentral yang didukung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan perbankkan nasional serta pengelola fiskal, diminta berkonsentrasi dan bekerjasama untuk pengembangan sektor riil dan produktif, tidak semata bertugas menjaga keseimbangan nilai tukar rupiah. PBNU menilai orientasi kebijakan moneter selama ini sangat menguras devisa negara, karena semata hanya digunakan untuk mengatasi nilai tukar dan inflasi.
 
“Seluruh hasil rekomendasi ini, seperti rekomendasi-rekomendasi yang dihasilkan PBNU di forum lain, akan kami sampaikan ke seluruh lembaga penyelenggara negara. PBNU sebagai civil society hanya bisa member masukan, pelaksanaan kami kembalikan ke negara,” pungkas Kiai Said. (fat/jpnn)

BACA JUGA: Menpera: Rupiah Anjlok Tidak Pengaruhi Harga Rumah

BACA ARTIKEL LAINNYA... Politikus Golkar Pastikan Program Swasembada Gagal


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler