JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka mengaku heran dengan keputusan Pemerintah Indonesia yang mengirim Denny Indrayana ke Arab Saudi untuk menyelesaikan kerusuhan yang terjadi di Konsulat Jenderal RI di Jeddah.
"Sebagai wakil rakyat, saya terima banyak pertanyaan melalui pesan singkat, kenapa Denny Indrayana yang dikirim pemerintah ke Arab Saudi," kata Rieke Diah Pitaloka, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (13/6).
Selain mempertanyakan Denny Indrayana ke Arab Saudi mewakili Pemerintah RI, Rieke juga mengungkap sejumlah pesan singkat yang menuding Wakil Menteri Hukum dan HAM itu gagal dalam melaksanakan tugasnya membenahi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
"Sebagai wakil rakyat, sulit bagi saya menjawabnya karena hingga kini kondisi Lapas memang lebih banyak ributnya ketimbang sebagai tempat pembinaan warga," ujar politisi PDI-Perjuangan itu.
Menurut Rieke, kalau hanya sebatas mengirim pisik dokumen keiimgirasian dan stempel, silakan saja Denny Indrayana yang berangkat. Tapi ini masalahnya cukup rumit hingga membutuhkan orang yang punya kualifikasi tertentu untuk menyelesaikannya dengan Pemerintahan Arab Saudi.
"Masalahnya tidak saja soal dokumen, tapi harus ada langkah-langkah diplomasi dan politis sehingga ribuan warga negara Indonesia di Arab Saudi bisa diselamatkan dari ancaman hukuman yang berlaku di sana," tegas dia.
Terutama menyangkut Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) yang biasanya dipakai untuk mendeportasi warga asing dari suatu negara. "SPLP yang dikeluarkan oleh Keimigrasian Indonesia itu tidak diakui oleh Arab Saudi. Saya tidak yakin dia bisa melobi Arab Saudi dan menerima SPLP sebagai dokumen perjalanan yang sah untuk meninggalkan suatu negara," ungkapnya.
Demikian juga halnya dengan lobi untuk perpanjangan masa amnesti sampai 4 Oktober 2014 yang hingga hari ini belum tuntas karena adanya perbedaan data antara Indonesia dengan Arab Saudi.
"Pemerintah Arab Saudi menyebut angka ada sekitar 420 ribu WNI yang tidak ada dukomen. Pemerintah bilang hanya sekitar 100 ribu. Ini negara sekitar yang tak punya data pasti," kata mantan Cagub Jabar itu.
Terakhir Rieke mengungkap leletnya pemerintah, KBRI Arab Saudi dan KJRI di Jeddah dalam merespon keputusan amnesti Arab Saudi bagi TKI yang mulai berlaku 11 Mei hingga 3 Juli 2013.
"Amnesti mulai diberlakukan tanggal 11 Mei hingga 3 Juli 2013. Sementara pemerintah dan KBRI baru melakukan koordinasi tanggal 28 Mei berlanjut sampai ketanggal 4 Juni 2013. Kok kesannya lelet banget," ujar Rieke Diah Pitaloka. (fas/jpnn)
"Sebagai wakil rakyat, saya terima banyak pertanyaan melalui pesan singkat, kenapa Denny Indrayana yang dikirim pemerintah ke Arab Saudi," kata Rieke Diah Pitaloka, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Kamis (13/6).
Selain mempertanyakan Denny Indrayana ke Arab Saudi mewakili Pemerintah RI, Rieke juga mengungkap sejumlah pesan singkat yang menuding Wakil Menteri Hukum dan HAM itu gagal dalam melaksanakan tugasnya membenahi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas).
"Sebagai wakil rakyat, sulit bagi saya menjawabnya karena hingga kini kondisi Lapas memang lebih banyak ributnya ketimbang sebagai tempat pembinaan warga," ujar politisi PDI-Perjuangan itu.
Menurut Rieke, kalau hanya sebatas mengirim pisik dokumen keiimgirasian dan stempel, silakan saja Denny Indrayana yang berangkat. Tapi ini masalahnya cukup rumit hingga membutuhkan orang yang punya kualifikasi tertentu untuk menyelesaikannya dengan Pemerintahan Arab Saudi.
"Masalahnya tidak saja soal dokumen, tapi harus ada langkah-langkah diplomasi dan politis sehingga ribuan warga negara Indonesia di Arab Saudi bisa diselamatkan dari ancaman hukuman yang berlaku di sana," tegas dia.
Terutama menyangkut Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) yang biasanya dipakai untuk mendeportasi warga asing dari suatu negara. "SPLP yang dikeluarkan oleh Keimigrasian Indonesia itu tidak diakui oleh Arab Saudi. Saya tidak yakin dia bisa melobi Arab Saudi dan menerima SPLP sebagai dokumen perjalanan yang sah untuk meninggalkan suatu negara," ungkapnya.
Demikian juga halnya dengan lobi untuk perpanjangan masa amnesti sampai 4 Oktober 2014 yang hingga hari ini belum tuntas karena adanya perbedaan data antara Indonesia dengan Arab Saudi.
"Pemerintah Arab Saudi menyebut angka ada sekitar 420 ribu WNI yang tidak ada dukomen. Pemerintah bilang hanya sekitar 100 ribu. Ini negara sekitar yang tak punya data pasti," kata mantan Cagub Jabar itu.
Terakhir Rieke mengungkap leletnya pemerintah, KBRI Arab Saudi dan KJRI di Jeddah dalam merespon keputusan amnesti Arab Saudi bagi TKI yang mulai berlaku 11 Mei hingga 3 Juli 2013.
"Amnesti mulai diberlakukan tanggal 11 Mei hingga 3 Juli 2013. Sementara pemerintah dan KBRI baru melakukan koordinasi tanggal 28 Mei berlanjut sampai ketanggal 4 Juni 2013. Kok kesannya lelet banget," ujar Rieke Diah Pitaloka. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Kagum Pembangunan Tol Bali
Redaktur : Tim Redaksi