PDIP di Daerah Merasa Ditekan KPUD

Rabu, 31 Oktober 2012 – 22:33 WIB
JAKARTA - Pengurus PDI Perjuangan di daerah mengeluhkan sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) di berbagai daerah yang cenderung menekan. Keluhan itu terkait perlakuan yang diterima para pengurus DPD PDIP di berbagai daerah karena memiliki persepsi berbeda dalam memahami Peraturan KPU terutama dalam proses verifikasi.

Politisi PDI Perjuangan, Arif Wibowo, mengungkapkan, keluhan itu disampaikan para pengurus DPD PDIP saat dikumpulkan di DPP PDIP Lenteng Agung, Rabu (31/10). Menurut Arif, akibat tekanan politik itu PDIP merasa didiskriminasi. "Perbedaan penafsiran peraturan KPU dimanfaatkan penyelenggaran KPUD di provinsi dan kabupaten dan kota dan partai kami merasakan betul hal itu," kata Arif dalam jumpa pers usai pertemuan.

Lantas apa yang menjadi dasar KPUD menekan pengurus PDIP di daerah? Arif mencontohkan kuota perempuan minimal 30 persen dalam struktur kepengurusan partai. Menurut Arif, di Peraturan KPU disebutkan ketentuan itu hanya untuk pengurus di tingkat pusat (DPP). Sementara jika di tingkat daerah kuota perempuan dalam kepengurusan tak terpenuhi, lanjut Arif, maka DPP partai cukup memberi penjelasan ke KPU untuk diinventarisasi.

Namun Arif menyebut fakta di lapangan justru berbeda. "Tapi yang terjadi pengurus kami di daerah dipaksa memenuhi 30 persen, dan kemudian diancam. Kalau tidak nanti tak diloloskan," bebernya.

Anehnya, lanjut Arif, tekanan itu dialami pengurus DPD PDIP di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Yang lebih janggal, lanjutnya, tekanan serupa tidak dialami parpol lain. "Pengurus PDIP ditekan-tekan untuk memenuhi, sementara partai lain dilonggar-longgarkan," keluhnya.

Karenanya Arif yang juga anggota Komisi II DPR itu mendesak KPU segera membenahi koordinasi dengan KPUD. Sebab, KPUD yang harusnya memverifikasi data dari KPU Pusat justru memaksa pengurus partai di daerah. "Kita desak KPU pusat kendalikan hal itu," tegasnya.

Persoalan lain yang dikeluhkan PDIP adalah kemungkinan permainan tentang data pemilih. Wakil Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto menyatakan, jangan sampai ada kejahatan Pemilu dengan mengutak-atik data pemilih.

Hasto mencontohkan perbedaan data e-KTP yang justru bisa jadi celah kecurangan. "Misalnya Mbak Rustriningsih (Wakil Gubernur Jawa Tengah dari PDIP) bilang ada 37 juta warga di provinsinya. Namun di perekaman e-KTP Kemendagri justru 39 juta. Jadi jangan sampai ada kejahatan untuk dieksploitasi Pemilu," cetusnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Popularitas Rendah, Pencapresan Ical Harus Diganti

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler